Presiden Ingkari Ucapannya Sendiri, Pengamat: Seharusnya PP 17/2022 Soal IKN Tak Dikeluarkan!

author Seno

- Pewarta

Senin, 09 Mei 2022 15:12 WIB

Presiden Ingkari Ucapannya Sendiri, Pengamat: Seharusnya PP 17/2022 Soal IKN Tak Dikeluarkan!

i

IMG-20220508-WA0056

Optika.id - Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran untuk Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara, serta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Negara (PP 17/2022 tentang IKN) pada Senin (18/4/2022) lalu.

Hal tersebut ditanggapi oleh Dr. Umar Sholahudin, Pengamat Politik Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya. Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah mengingkari ucapannya sendiri dengan mengeluarkan PP 17 tahun 2022 yang berisi pendanaan IKN Nusantara diambil dari pajak rakyat.

Baca Juga: Ada Dugaan Maladministrasi Sertifikat Tanah IKN

"PP 17 thn 2022 seharusnya tak dikeluarkan, jika statement Presiden Jokowi yang 'punya' uang Rp 11.000 triliun bisa direalisasikan. Dan kebijakan ini mengingkari ucapan Presiden sendiri, bahwa pendanaan IKN bukan dari APBN (uang rakyat) tapi pakai dana swasta dan lainnya," kata Umar kepada Optika.id melalui sambungan telepon, Senin (9/5/2022).

Menurutnya, proyek IKN adalah proyek mercusuar, tetapi minus budget. Sejak awal proyek IKN akan terhambat oleh masalah finansial, lantaran uangnya tidak ada atau minim.

"Dan tak hanya masalah finansial saja yang problematik, tapi proyek ini terlalu dipaksakan. Apalagi Indonesia masih dihadapkan masalah pemulihan sosial ekonomi masyarakay yang menyedot anggaran sangat besar pasca pandemi Covid-19," tutur alumnus Doktoral FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Universitas Airlangga ini.

Umar menegaskan, kebijakan pendanaan IKN via pajak rakyat adalah sebuah kebijakan yang tak bijak. Apalagi proyek IKN sarat dengan kepentingan ekonomi-politik dan ambisi segelintir orang atau kaum oligarki. Sehingga, kata Umar, rakyat yang harus menanggung beban ekonomi pembangunan IKN.

"Dalam kondisi saat ini yang masih masa pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19, ekonomi masyarakat masih belum pulih benar, rasanya tidak pas memberi beban ekonomi pada rakyat. Kebijakan ini akan semakin memberatkan beban ekonomi masyarakat. Apalagi ekonomi masyarakat masih belum pulih benar akibat pandemi," jelas Umar.

Kebijakan ini (PP no 17 tahun 2022), lanjutnya, adalah kebijakan yang tidak bijak dan menunjukkan adanya ketidakberesan dalam planning IKN. Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang belum membaik, sangat sulit diharapkan masyarakat akan patuh membayar pajak. Karena ada unsur pemaksaan yang dibungkus legalisasi hukum.

"Saya berharap perlu ada kajian yang mendalam, baik dari sisi dasar hukum maupun dari sisi sosial-ekonomi masyarakat. Karena bagaimanapun juga akan berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat," tukas Umar.

Hal senada dikatakan oleh Ali Mustain, Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Jawa Timur. Menurutnya, proyek pembangunan IKN adalah salah satu sumber permasalahan yang hadir di tengah kehidupan. Dan mencekik masyarakat melalui PP No 17/2022.

"Di sisi lain pemindahan Ibu Kota negara bukanlah kebijakan krusial yang saat ini dibutuhkan masyarakat, karena yang akan menikmati pemindahan IKN ini hanyalah elit-elit politik di tingkat pusat," kata Ali kepada Optika.id melalui sambungan telepon, Senin (9/5/2022).

"Sedangkan kebijakan yang diharapkan masyarakat dalam kondisi transisi New Normal Pandemic Covid-19 ini dapat pemulihan kondisi ekonomi kerakyatan yang baik dan pekerjaan yang layak guna memenuhi kebutuhan sehari-hari," imbuhnya.

Seperti diketahui Presiden Joko Widodo telah menerbitkan PP No 17 Tahun 2024 tentang IKN. Dalam PP No 17 Tahun 2022 itu ada sekitar 17 jenis pajak yang bakal dikutip dari masyarakat untuk pembiayaan IKN jika disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Skema itu sebagai berikut:

1. Pajak Kendaraan Bermotor;

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

3. Pajak Alat Berat;

4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

Baca Juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka

5. Pajak Air Permukaan;

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

6. Pajak Rokok;

7. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

8. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

9. Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:

a. Makanan dan/atau Minuman;

b. Tenaga Listrik;

c. Jasa Perhotelan;

d. Jasa Parkir; dan

Baca Juga: Soal Pernyataan Benny, Pengamat: Pejabat Harus Merangkul Bukan Memukul!

e. Jasa Kesenian dan Hiburan.

10. Pajak Reklame;

11. Pajak Air Tanah;

12. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan

13. Pajak Sarang Burung Walet.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU