Optika.id. Surabaya. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan memang maju sekali. Besar dan diakui oleh siapa saja. Apalagi sumber daya manusianya (SDM) bagus. Tapi tidak lengkap kalau tidak menguasai arena politik. Apalagi menjauhi politik, tutur Prof Dr Zainudin Maliki kepada Optika.id, Rabu, 18/5/2022, di resto Hotel Elmi Surabaya. Wawancara santai dengan anggota DPR RI (Dewan Perwakilan Politik Republik Indonesia), Komisi 10, mengungkap kegelisahan sebagian warga Muhammadiyah di era pasca reformasi.
Nyaris sama dengan jaman Orla dan Orba. Saat ini politik itu panglima. Yang pegang kekuasaan politik bisa dapatkan banyak hal, tuturnya. Menurut Zainudin orang yang SDMnya biasa saja, sederhana, dan culun jika pegang kuasa, bisa mengatur banyak hal. Nyaris semua bidang kehidupan bisa dikendalikan orang culun itu, kata dan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Baca Juga: 112 Tahun Muhammadiyah dan Harapan Masyarakat
Politik kuasa itu punya basis material. Semakin tinggi dan besar kuasa politiknya maka semakin besar basis materialnya, urai tokoh Muhammadiyah Jawa Timur yang mantan pegawai Departemen Agama Provinsi Jawa Timur.
Zainudin termasuk tokoh Muhammadiyah yang selalu melihat sisi baik dari politik. Bagi dia politik itu area dan instrumen untuk mengatur kehidupan bangsa. Nilai keadilan, Pendidikan, kesejahteraan, kemakmuran, kesehatan, dan kemajuan bangsa itu kan diatur oleh kuasa pemerintah. Itu politik, ujarnya santai. Gaya bicaranya yang dinamis, sederhana, dan gamblang menyebabkan materi berat jadi ringan jika diterangkan Zainudin.
Banyak tokoh Muhammadiyah yang memandang politik itu kotor, jelek, dan penuh konflik. Sisi konflik dan perebutan kuasa yang ditonjolkan.
Mangkanya yang tampak wajah buruknya. Coba lihat kemajuan bangsa, kesejahteraan, bahkan Pendidikan yang unggul itu kan diatur oleh kuasa politik. Dia menambahkan jika orang Muhammadiyah alergi terhadap politik, menjauhi politik, maka bidang keagamaan, pendidikan, yatim piatu, dan kesehatan yang dikuasai Muhammadiyah akan stagnan kalau tidak dibantu oleh kuasa politik. Harus imbang dan proporsional memandang politik itu, imbuhnya.
Menurut Zainudin gerakan Muhammadiyah fokus di bidang Pendidikan, kesehatan, yatim piatu, dan agama sangat bagus namun harus diback up politik kuasa. Harus ada yang menjaga dan ikut bantu mengembangkan gerakan sosial keagamaan itu dari sisi politik.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah adalah Pilar Kemajuan Bangsa dan Kemanusiaan
Sebenarnya Muhammadiyah dari segi public policy, dalam area perspektif wisdom, kesejahteraan umum, dan partisipasi politik Muhammadiyah selalu terlibat. Itu kan juga politik, katanya. Hanya saja belakangan Muhammadiyah masih mengambil jarak dari politik praktis. Utamanya di partai politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Relasi Politik dan Kemuhammadiyahan
Diakui oleh Zainudin, sebenarnya orang Muhammadiyah ada dimana-mana. Tokoh-tokoh Muhammadiyah ada di Gerindra, Golkar, PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PKS (Parta Keadilan Sejahtera), PD (Partai Demokrat), dan PAN (Partai Amanat Nasional). Karena kemandirian dan bagusnya SDM Muhammadiyah sehingga Lembaga itu tidak goyah oleh arus politik praktis.
Muhammadiyah, urai Zainudin, bisa memilahkan mana area politik praktis dan mana area sosial-keagamaan. Tokoh Muhammadiyah yang ada dimana-mana itu berkiprah maksimal di partai dan area politiknya masing-masing. Begitu mereka berada di rumah besar Muhammadiyah sebagai persyarikatan dan gerakan sosial-keagamaan maka mereka melepaskan baju politik praktisnya.
itu kelebihan Muhammadiyah dari dulu hingga saat ini. Namun kelemahannya adalah jarak persyarikatan yang independen dan aktivitas politik praktis begitu besar menyebabkan Muhammadiyah kurang riil dalam memanaj 3 aspek politik besar, kata Zainudin lebih detil.
Baca Juga: Paus Fransiskus Desak Penyelidikan Genosida Israel di Gaza, Ini Tanggapan Muhammadiyah
Politik kebangsaan selalu mengandung 3 aspek besar yaitu politik undang-undang, politik distribusi kekuasaan, dan politik alokasi anggaran, imbuhnya. Menurutnya jika lembaga sosial keagamaan besar tidak mampu memanaj 3 aspek politik besar itu cenderung terpinggirkan. Di sinilah urgensinya perlu ada banyak tokoh Muhammadiyahya menguasai 3 aspek politik besar itu, pungkasnya sambal menghabiskan gado-gadonya.
Tulisan Aribowo
Editor Amrizal Ananda Pahlevi
Editor : Pahlevi