Ternyata, Suku Asli Titik 0 Nusantara Tolak Lokasinya Dijadikan Ibu Kota Negara!

author Seno

- Pewarta

Rabu, 25 Mei 2022 09:43 WIB

Ternyata, Suku Asli Titik 0 Nusantara Tolak Lokasinya Dijadikan Ibu Kota Negara!

i

images (81)

Optika.id - Yati Dahlia, salah seorang warga suku asli di kawasan titik 0 Nusantara Provinsi Kalimantan Timur menolak lokasinya dijadikan ibu kota negara (IKN). Alasannya, Yati sebagai penduduk di sekitar titik 0 tidak pernah diajak komunikasi.

"Pemohon III adalah perseorangan Warga Indonesia yang dibuktikan dengan KTP berasal dari suku Balik, suku asli di kawasan IKN. Tinggal di wilayah yang masuk lokasi IKN sehingga terdampak langsung dari proyek IKN. Tempat tinggal Pemohon III hanya berjarak 5 km dari titik 0 IKN sehingga khawatir akan digusur dari tempat tinggal mereka saat ini terkait pemindahan IKN," kata kuasa hukum Yati, Ikhwan Fahroji, dalam sidang terbuka di Mahkamah Konstitusi seperti dikutip Optika.id dari channel YouTube Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (24/5/2022).

Baca Juga: Ada Dugaan Maladministrasi Sertifikat Tanah IKN

Yati menyatakan menolak jika harus dipindahkan dari tempat saat ini karena harus memulai kehidupan baru. Selain itu, berpisah dari tetangga dan keluarganya, dan tercerabut dari sejarah dan identitas sebagai suku Balik. Selain itu, sejak pemilihan IKN, tidak ada yang boleh mengurus tanah, termasuk Yati dan warga lainnya.

"Warga di sekitar kawasan inti IKN, terutama suku Balik tidak pernah diajak komunikasi oleh pemerintah tentang rencana pemindahan IKN hingga undangundang disahkan. Warga tidak dilibatkan secara aktif, bahkan saat Presiden berkemah di titik 0 wilayah IKN, warga tidak diberitahu oleh pemerintah," ujar Ikhwan.

Hal itu dirasa merugikan hak konstitusional Yati atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945 serta Pasal 28D ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28F UUD 1945.

"Di mana setiap orang berhak mendapatkan informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya," urai Ikhwan.

Selain itu, Busyro Muqoddas selaku pemohon I membeberkan kerugian konstitusionalnya terkait UU IKN. Busyro selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 20102011 dan Wakil Ketua KPK 20102014 sehingga memahami potensi-potensi dan modus-modus korupsi.

"Sebagai Dosen Fakultas Hukum di UII dan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hikmah Kebijakan Publik Hukum dan HAM Tahun 2015-2021, Pemohon I sering berinteraksi dengan mahasiswa dan masyarakat, ia sering mendapat pertanyaanpertanyaan terkait dengan proses pembentukan UndangUndang IKN yang dibahas dalam waktu yang singkat, padahal memiliki dimensi kepentingan yang sangat luas, ia kebingungan menjelaskan secara yuridis proses pembentukan Undang- Undang IKN karena tidak dapat dijelaskan dalam perspektif asasasas pembentukan perundangundangan yang baik," beber Ikhwan.

Selain itu, sebagai Ketua PP Muhammadiyah bidang Hikmah Kebijakan Publik Hukum dan HAM sangat concern mengkritisi isu pemberantasan korupsi, kebijakan publik, dan/atau perundangundangan yang tidak sejalan dengan kemaslahatan publik, termasuk UndangUndang IKN.

Proses pembahasan Undang-Undang IKN yang sangat singkat menyebabkan tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan kajian dan penelitian mendalam serta memberikan masukanmasukan konstruksi dalam pembentukan materi muatan UndangUndang IKN, khususnya dari aspek pencegahan korupsi.

"Hal ini merugikan hak konstitusional Pemohon I yang telah dijamin dalam Pasa 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara," ucap Ikhwan.

Atas dasar di atas, pemohon meminta MK membatalkan UU IKN. Atas permohonan itu, majelis panel berjanji akan membawa permohonan itu ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK. Apakah layak naik ke persidangan pleno untuk diperiksa atau tidak.

"Kemudian untuk perkara ini, kami Panel akan melaporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Apa pun yang menjadi keputusan Rapat Permusyawaratan Hakim terhadap perkara ini, akan disampaikan kepada para pihak oleh bagian Kepaniteraan. Jelas, ya?" kata Wakil Ketua MK Aswanto sambil menutup sidang

Baca Juga: Pemerintah Naikkan BBM Buat Bangun IKN dan Kereta Cepat Jakarta Bandung? Benarkah?

MK pun terus menggelar uji materi UU Ibu Kota Negara (IKN) secara maraton. Salah satunya meminta keterangan saksi dari pemohon M Fadhil Hasan, yang merupakan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sangat Kecil

"Argumen yang disampaikan pemerintah bahwa ini untuk memeratakan pembangunan antar-wilayah/provinsi sangat kecil dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut," kata Fadhil Hasan dalam sidang di MK yang disiarkan channel YouTube, Kamis (12/5/2022) lalu.

Apalagi saat ini angka utang negara sudah cukup besar, sehingga beban pembiayaan pembangunan IKN akan memberatkan ekonomi bangsa.

"Saat ini defisitnya bertambah besar dan dibiayai utang sehingga tidak memungkinkan membangun sebuah projek seperti IKN tersebut. Bahwa berdasarkan kajian dari sebuah NGO, pemindahan IKN membawa kerusakan lingkungan," ungkap Fadhil Hasan.

Fadhil Hasan menjadi saksi karena pernah dimintai pendapat oleh DPR dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panja IKN. Namun apa yang disampaikan ditampik DPR.

"Apakah diberi draf/naskah RUU?" tanya kuasa hukum kepada Ahmad Fadhil.

Baca Juga: Rocky Gerung Sesalkan Sikap Jokowi yang Tak Berpihak pada Konstitusi

"Tidak, hanya undangan saja. Saya dapat dokumen dari publik," jawab Ahmad Fadhil.

"Apakah RDPU dapat draf RUU?" tanya kuasa hukum menegaskan.

"Tidak," jawa Ahmad Fadhil tegas.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU