Pemilihan Penjabat Daerah Tanpa Bayang Dari Kepentingan Tertentu

author optikaid

- Pewarta

Sabtu, 11 Jun 2022 01:17 WIB

Pemilihan Penjabat Daerah Tanpa Bayang Dari Kepentingan Tertentu

i

Pemilihan Penjabat Daerah Tanpa Bayang Dari Kepentingan Tertentu

[caption id="attachment_18383" align="alignnone" width="150"] Nabila Lamanda Putri[/caption]

Optika.id - Seperti yang diketahui bahwasanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yaitu Gubernur, Bupati, dan Wali Kota akan diselenggarakan pada tahun 2024, sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Namun nyatanya, tahun 2022 hingga 2023 ini terdapat kurang lebih 100 kepala daerah yang mengakhiri masa jabatannya, salah satunya adalah Wali Kota Yogyakarta yang mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 22 Mei lalu. Melansir dari kabarkota.com, Erizal selaku staff Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kota Yogyakarta menyebutkan bahwa pemilihan atau penunjukan kandidat (Penjabat) untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah bukanlah wewenang dari KPU, melainkan merupakan wewenang dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Untuk mengisi kekosongan Gubernur, Kemendagri akan menunjuk salah satu dari jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di tingkat pusat, dan ASN dari tingkat provinsi untuk mengisi kekosongan Bupati/Wali Kota dengan tetap mempertimbangkan persetujuan dari Gubernur.

Pemilihan Penjabat (PJ) dari kalangan ASN untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah ternyata menimbulkan kekhawatiran bagi beberapa pihak, meskipun masih banyak ASN yang tetap mempertahankan loyalitasnya untuk melayani masyarakat tanpa berpihak pada siapa yang sedang berkuasa. Kepala daerah berperan sebagai pembuat keputusan dan kebijakan, sementara birokrasi berperan sebagai pelaksana dari kebijakan yang sudah dibuat. Dan setiap birokrat pasti memiliki keinginan untuk mempertahankan dan meningkatkan jabatan maupun kekuasaannya. Apabila kekosongan jabatan tersebut diisi oleh ASN, ditakutkan akan terjadi hal yang tidak dikehendaki, seperti adanya benturan kepentingan dari individu maupun kelompok yang berpotensi untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.

Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Sekarang ini, banyak permasalahan dimana kelompok kepentingan saling berlomba untuk menguasai rakyat. Jadi perlu diwaspadai ketika mereka sudah berkuasa, mereka bisa saja bertindak sewenang-wenang tanpa mempedulikan suara-suara dari rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di Indonesia sendiri, sudah lama menerapkan adanya pemisahan antara birokrasi dengan urusan politik, cenderung menentang keterlibatan birokrat secara aktif dalam ranah perpolitikan. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan ketika mereka memiliki jabatan tertentu dalam pemerintahan. Birokrasi dituntut untuk bisa menjaga netralitasnya secara politik dalam menjalankan tugasnya untuk melayani masyarakat. Namun kita juga tidak menutup mata bahwa pada akhirnya birokrasi dan politik memang suatu hal yang cukup sulit untuk dipisahkan. Keduanya dapat saling mengintervensi, terutama dalam merealisasikan kepentingan.

Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

REFERENSI:
Jabatan Walikota Yogyakarta Berakhir 2022, Ini Penjelasan KPU Kota Yogyakarta. (2022, June 9). Kabarkota.com. Retrieved June 10, 2022,
Marijan, K. (2010). Sistem politik Indonesia: konsolidasi demokrasi pasca-Orde Baru. Kencana Prenada Media Group.
Ramlan, S. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU