Optika.id - Beberapa tahun terakhir, tren penggunaan paylater atau bayar kemudian di Indonesia terus meningkat dan digemari oleh banyak pengguna.
Pada dasarnya, metode ini menerapkan prinsip masyarakat bisa membeli barang dan jasa sekarang, lalu dibayar kemudian. Temponya bisa dalam 30 hari, tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, sampai 12 bulan. Dalam pengembalian tersebut, tak lupa disertai dengan bunga, tentunya.
Berdasarkan kajian Research and Market, minimnya penetrasi kredit perbankan di Indonesia mendorong pertumbuhan BNPL. Di sisi lain, penetrasi ponsel pintar begitu kuat. Kemudahan akses BNPL melalui ponsel pintar membuat bisnis ini memiliki masa depan cerah.
"Sekitar 40% pengguna di dunia memilih BNPL karena tidak memiliki kartu kredit. Indonesia memiliki masalah yang sama, karena lebih dari separuh populasi belum tersentuh layanan perbankan," tulis riset tersebut, seperti dikutip oleh Optika.id, Senin (13/6/2022).
Baca Juga: Bangkrut! Ini Daftar Pinjol yang Gulung Tikar pada 2023
Meskipun menawarkan kemudahan dalam bertransaksi, akan tetapi pengguna harusnya mawas dengan bunga paylater yang sejatinya masih tinggi tersebut. Di satu sisi, data inflasi terbaru membuat pasar makin yakin jika bank sentral AS atau The Fed bakal menaikkan suku bunganya secara agresif. Saat suku bunga tersebut tinggi, maka biaya yang harus ditanggung oleh konsumen BNPL otomatis akan ikut naik.
Sementara itu, Perencana Keuangan, Risza Bambang menjelaskan jika perubahan kondisi ekonomi di pasar global ini bakal berdampak pada sistim keuangan. Terlebih pada utang yang dipasarkan atau digunakan dengan memakai alat pembayaran seperti kartu kredit atau paylater ini.
"Sehingga kenaikan suku bunga pasti berpengaruh langsung dengan bunga utang yang dibebankan pada kartu kredit atau paylater mengingat konsep bisnis perbankan adalah jualan kredit sebagai aset untuk bayar liabilitas produk tabungan/deposito/giro," ujar Risza ketika dihubungi.
Menurut Risza, adalah suatu kepastian jika setiap produk memiliki kelebihan atau keunggulan dan beban yang harus ditanggung sebagai kompensasi atas fleksibilitas serta kemudahan penggunaannya. Tak terkecuali kartu kredit maupun paylater ini.
Kelebihan dan kekurangan kartu kredit, sambung Risza, terletak pada beban biayanya, namun hal tersebut bisa diatasi dengan dibayar sebagian dengan kontraprestasi berupa beban bunga. Selain itu, kartu kredit juga didukung oleh jaringan internasional yang berintegrasi antar bank sehingga bisa dipakai di seluruh dunia tanpa adanya kesulitan administrasi maupun teknologi di kemudian hari.
Kartu kredit juga bisa memberikan peluang mendapatkan limit kredit yang tinggi. Bahkan, dalam beberapa kasus jika memenuhi syarat, kartu kredit bisa memberikan approval early untuk pembelian asset seperti kendaraan hingga rumah dengan nilai tertentu.
Sementara untuk fitur paylater, tagihan harus dibayar lunas dalam jangkauan waktu tertentu, otherwise kena beban bunga dan kredit suspend sampai dengan lunas. Selain itu nilai limit terbatas, tidak sebesar kartu kredit jenis Platinum atau Gold.
"Namun paylater mempunyai target market yang lebih luas dan besar, bisa menjangkau sampai dengan masyarakat level bawah. Menggunakan teknologi digital dari mobile phone untuk penggunaannya sehingga tidak perlu lagi harus bawa kartu di dompet," tambah Risza.
Baca Juga: TikTok Merger Tokopedia, Masa Depan Cerah Saham GOTO?
Hal tersebut tercermin dari pemain paylater Akulaku yang mengaku belum menyesuaikan tingkat suku bunga. Ketika dimintai keterangan, Presiden Direktur Akulaku, Efrinal Sinaga menjelaskan jika Akulaku kedepannya masih sangat bergantung dari perkembangan Cost of Fund dari Bank Kreditur yang bekerja sama dengan mereka.
Menurut Efrinal, bunga yang dikenakan kepada nasabah Akulaku berkisar 0% hingga 3% tergantung dari program cicilan yang nasabah ambil. Kendati bunganya cukup tinggi, Efrinal menilai jika hal tersebut tidak mempengaruhi minat pengguna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama angsuran per bulan dapat terpenuhi, nasabah tetap akan menggunakan paylater, ucapnya.
Hal tersebut pun dibuktikan dengan adanya pembiayaan bulanan yang rata-rata per bulannya naik sekitar 25ri tahun lalu. Saat ini, rata-rata pembiayaan di Akulaku per bulannya bisa menyentuh Rp 1 triliun. Pengguna pun sudah mencapai lebih dari 7 juta, meningkat lebih 20%.
"Bunganya sedikit lebih besar dari Kartu Kredit. Namun konsumen kami sebagian besar unbankable yang tidak mungkin mendapatkan fasilitas (Credit Card) dari Bank," tegas Efrinal.
Efrinal menerangkan, kelebihan dari Paylater yaitu, membantu keleluasaan cash management, selain itu bagi yang shortage cash nya bisa mendapatkan barang diawal, namun bayarnya bisa belakangan, punya fasilitas plafon kredit tanpa menyerahkan agunan.
Sementara itu, dirinya mengakui jika kelemahannya memang terkait suku bunga sedikit di atas kartu kredit, karena pinjaman ini termasuk yang unsecured loan (tanpa jaminan). Berutang dengan bunga rendah memang bisa didapatkan jika menggunakan kartu kredit dengan rata-rata di bawah 2%.
Kartu kredit BRI misalnya yang memiliki bunga 1,75%. Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto pun bilang bahwa segmentasi pasar dari kartu kredit BRI ini diarahkan bagi pengguna yang berbelanja di merchant offline.
Kendati di tengah meningkatnya transaksi paylater, volume transaksi kartu kredit BRI pun masih bisa meningkat 8% secara yoy pada April 2022.
Baca Juga: Sebelum Pakai, Kenali Dulu Produk dan Layanan Fintech yang Marak di Tanah Air
Peningkatan volume transaksi tersebut berasal dari transaksi groceries, fashion, healthcare dan gadget & electronic, ujar Aes.
Meskipun sudah ada kartu kredit, Aes pun menyebut ada transformasi digital yang tengah dilakukan oleh BRI dengan salah satu produknya yaitu pinjaman digital bernama Ceria dengan bunga yang ditawarkan sebesar 1,42%.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi