Kebangkrutan PLN, Prediksi Ekonomi Rizal Ramli Terbukti Benar?

author Seno

- Pewarta

Jumat, 17 Jun 2022 11:27 WIB

Kebangkrutan PLN, Prediksi Ekonomi Rizal Ramli Terbukti Benar?

i

images - 2022-06-17T042112.337

Optika.id - Ekonom Senior, Rizal Ramli kembali membuktikan ketepatan prediksi ekonominya. Kali ini terkait prediksi kebangkrutan PLN (Perusahaan Listrik Negara), akibat megaproyek 35.000 MW.

Dulu ketika berikan evaluasi dan rekomendasi banyak yang menyerangnya, sekarang malah banyak yang terbukti, ungkapnya seperti dikutip Optika.id dari akun twitter pribadinya @RamliRizal, Jumat (17/6/2022).

Baca Juga: Rizal Ramli Resmi Tutup Usia

Rizal sudah menyodorkan evaluasinya pada awal perencanaan program PLN 35.000 MW sekaligus memaparkan segala konsekuensinya bagi PLN. Sayangnya argumentasinya tidak digubris oleh pemerintah, bahkan diserang habis-habisan.

Dia mengawali narasinya dengan mengatakan bahwa, di kenaikan itu, ada elemen untuk membayar TOP dari over supply 35 GW ?"

"Jika benar bahwa kenaikan tarif listrik 13 golongan non-subsidi, tujuannya menutup biaya over supply PLN, maka hal itu bisa dikatakan 'serampangan ya, ngawur bikin planning, berdasarkan ekonomi meroket, pas over supply konsumen disuruh urunan. Yang ngawur bebas tanggung jawab," lanjutnya.

Terkait Over Suplay PLN, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan hal tersebut terjadi pada bulan Februari lalu. Darmawan mengakui besarnya over supply akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand. Satu sisi, supply listrik PLN tercatat tinggi, sementara konsumsi masyarakat tercatat rendah.

Sehingga tercatat akhir 2021, ada penambahan 6 Gigawatt (GW) di Pulau Jawa. Hanya saja, konsumsi masyarakat hanya mencapai 800 Megawatt (MW).

Darmawan menambahkan bahwa kelebihan pasokan listrik bakal terus terjadi di masa depan. Hal itu berdasarkan hasil survei PLN bahwa ada potensi (over supply) 23 Gigawatt di kawasan Mamberamo.

Sementara itu, Rizal menambahkan, hal tersebut semakin diperparah ketika harga batubara naik secara signifikan.

Yang nambah parah adalah kenaikan harga batubara. Harga batubara seharusnya tetap berpegang pada harga acuan domestik tertinggi ( $ 70/ton). Tapi pemerintah gagal mengendalikan harga batubara, kalah dengan oligarki batubara. Rakyat juga yg akhirnya menanggung beban, paparnya.

Tak hanya tentang prediksi kebangkrutan PLN akibat mega proyek 35.000 MW. Sebelumnya Garuda juga diprediksi Rizal mengalami hal yang serupa.

Rizal menjelaskan bahwa untuk membuat prediksi yang akurat dibutuhkan simulasi dengan teknik-teknik forecasting.

Formula semacam itu, katanya, akan membantu mengetahui berbagai resiko yang akan terjadi kelak dikemudian hari. Sehingga kebijakan pemerintah bisa melakukan langkah-langkah untuk menghindarinya.

Kapasitas untuk melakukan prediksi, simulasi dengan teknik-teknik forecasting itu penting untuk mengetahui resiko yang mungkin terjadi, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindari resiko-resiko dan kerugian di masa depan!" tegasnya.

Rizal melanjutkan bahwa, formula semacam itu, kerap terganjal oleh para pejabat yang motifnya sekedar proyek dan mark up.

Baca Juga: Rizal Ramli Sebut Pulau Rempang Mau Dibuat Pelabuhan Militer Angkatan Laut China

Dia secara lugas menyentil, "lah kalau motif pejabatnya sekedar mau mroyek dan mark-up, ya ambyar."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Kapasitas untuk melakukan prediksi, simulasi dengan teknik-tehnik forecasting itu penting untuk mengetahui resiko yang mungkin terjadi, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindari resiko-resiko dan kerugian di masa depan ! Lha klo motif pejabatnya sekedar mau mroyek dan mark-up, ya ambyar," pungkasnya.

Tarif Listrik Naik

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan PT PLN (Persero) bakal menaikkan tarif listrik golongan 3.500 Volt Amphere (VA) ke atas atau golongan non subsidi. Kebijakan kenaikan tarif ini berlaku 1 Juli 2022 mendatang.

"Khusus untuk hari ini kita fokus ke golongan yang non subsidi. Di mana yang non subsidi ada 13 golongan," kata Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rabu (15/6/2022).

"Jadi kita fokus ke 13 golongan yang non subsidi. Di antaranya dengan berbagai pertimbangan dan rangkaian rakor antara Kementerian Lembaga maka kita putuskan mana yang dibutuhkan koreksi kebijakan sebelumnya," imbuhnya.

13 golongan itu, di antaranya R2: 3.500 VA - 5.500 VA, R3: 6.6000 VA, 200 KVA. P1: 6.600 VA - 200 KvA dan P3 serta P2: 200 KVA.

Baca Juga: Beda dengan Capres Lain, Ekonom UI: Anies Jelaskan Proses Pencapaian Target

"Kami dengan pak Dirut (PLN Darmawan Prasodjo) setuju orang rumah tangga yang mewah, tidak pantaslah kalau rumah semewah itu dapat bantuan negara. Kemudian kami koreksi pada kesempatan pagi hari ini," terang Rida.

Sejatinya kata Rida, penyesuaian atau kenaikan tarif golongan tersebut bisa dinaikkan lantaran sudah ada aturan mengenai ketentuan tarif adjustment sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2018.

"Penyesuaian tarif ini masih berkontribusi dalam menjaga daya beli masyarakat karena yang kita sesuaikan adalah rumah tangga yang mewah," tukas Rida.

Dengan adanya penyesuaian tarif, pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA hingga 5.500 VA (1,7 juta pelanggan) dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas (316 ribu pelanggan) tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 per kilowatthour (kWh) menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Sedangkan pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilovolt ampere (kVA) dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Sementara pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp 1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU