Lintasan Kereta Api Ilegal Makan Korban, Pemerintah Daerah Dianggap Abai

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Kamis, 23 Jun 2022 10:47 WIB

Lintasan Kereta Api Ilegal Makan Korban, Pemerintah Daerah Dianggap Abai

i

Lintasan Kereta Api Ilegal Makan Korban, Pemerintah Daerah Dianggap Abai

Optika.id - Pada Selasa (21/6/2022), Kereta Api Argo Sindoro relasi Gambir Semarang Tawang menabrak mobil di lintasan ilegal di Tambun, Bekasi. Satu orang terkonfirmasi meninggal dunia di tempat. 

Bukan kasus yang baru jika ada korban di lintasan illegal maupun lintasan tanpa palang pintu KAI. Tak hanya di Tambun, pemandangan lintasan illegal terlihat pada lintasan kereta dari Stasiun Jakarta Kota ke Kampung Bandan, Jakarta Utara. Terlihat banyak jebolan pagar pembatas yang dijadikan oleh warga sebagai akses untuk menyebrang rel.

Baca Juga: Yang Belum Usai dalam Penanganan Permukiman Pinggiran Rel Kereta

Menurut salah seorang warga Kampung Bandan, Jakarta Utara yang menolak disebut namanya, warga membobol pagar lintasan sebab merasa keberatan jika harus berjalan memutar ke ITC Mangga Dua.

Menurutnya, berulang kali PT KAI menutup pintu-pintu jebolan pagar pembatas yang dijadikan oleh warga sebagai lintasan illegal. Meskipun kerap memakan korban, warga seolah tak kapok.

Setiap ada kampung-kampung liar berderet, ya di situ banyak gang liar buat nyeberang motor atau pejalan kaki, katanya, Rabu (22/6/2022)

Menanggapi hal tersebut, Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa menjelaskan, perlintasan sebidang ilegal bertentangan dengan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Dalam Pasal 91 ayat 1 UU tentang Perkeretaapian disebut, perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang. Sedangkan pasal 91 ayat 2 undang-undang yang sama menyebut, pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan. Eva mengakui, persoalan itu sangat pelik dan belum bisa dituntaskan.

Bila mengacu undang-undang (Nomor 23 Tahun 2007) itu, perlintasan sebidang tidak boleh ada, kata Eva, Rabu (22/6/2022).

Adapun salah satu opsi yang diberikan oleh Eva ialah membuat JPO (Jembatan Penyebrangan Orang), flyover atau underpass, oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan data dari Eva, sepanjang 2021 PT KAI Daop 1 Jakarta sudah menutup sekitar 40 perlintasan sebidang baik yang legal maupun illegal sebab sudah tidak lagi diperlukan dan dinilai membahayakan.

Sementara sepanjang tahun 2022 pada Januari Februari saja PT KAI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan pemerintah daerah menutup enam perlintasan sebidang. Selama tahun ini, PT KAI Daop 1 Jakarta merencanakan menutup 67 perlintasan sebidang liar.

Menurut Eva, selama tahun 2021 ada 204 kecelakaan di perlintasan sebidang KAI. Sedangkan pada tahun 2022 pada bulan Januari Februari tercatat ada sebanyak 27 kecelakaan.

Eva menjelaskan, pembukaan perlintasan sebidang dimungkinkan jika dianggap perlu karena kondisi tertentu. Namun, harus seizin DJKA Kemenhub. Pihak yang menentukan kondisi tertentu di suatu area, jelas Eva, adalah pemerintah daerah.

Lebih lanjut, Eva mengatakan, bukan perkara gampang menutup perlintasan sebidang ilegal. Alasannya, setelah dilakukan penutupan, selalu muncul perlintasan sebidang baru yang dibuat warga.

Warga di pinggiran rel kereta api itu kadang meski sudah diberi pagar tinggi, potensi untuk dibukanya perlintasan liar sangat tinggi, tuturnya.

Baca Juga: PT Reska Multi Usaha Buka Rekruitmen Untuk Lulusan SMA/SMK Loh, Yuk Buruan Daftar!

Sementara itu, Regina Gultom selaku Humas DJKA Kemenhub menuturkan jika pihaknya sudah berupaya menutup perlintasan sebidang di seluruh Indonesia. Akan tetapi, pekerjaan itu belum sepenuhnya bisa diatasi karena perlu peran aktif pemda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Regina, DJKA Kemenhub sebenarnya sudah tidak mengeluarkan izin lagi bagi pembukaan perlintasan sebidang sejak tahun 2013. Kendati demikian, pihaknya kewalahan dalam menertibkan perlintasan illegal yang dibuat oleh warga.

Menurut Regina, pihaknya pun sudah menyusun program untuk menutup perlintasan sebidang yang ada di jalan nasional, cikal-bakal perlintasan liar (kurang dari dua meter), di jalur lintas double track, dan jalan-jalan wilayah Jabodetabek.

Sementara itu, menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno memaparkan jika perlintasan sebidang menimbulkan korban jiwa warga yang tak tahu seluk beluk bahaya di daerah tertentu. Menurutnya, harus ada syarat perlintasan sebidang yang bisa dibuat.

Yang pertama ialah tidak membahayakan dan menganggu kelancaran kereta api maupun lalu lintas. Nah yang kedua dibikin jalur tunggal dengan frekuensi dan kecepatan kereta api rendah ujarnya, Rabu (22/6/2022).

Djoko melanjutkan, kepala daerah harusnya lebih tanggap melihat potensi kecelakaan di perlintasan sebidang. Pemerintah daerah, sambung Djoko, saat ini seolah lepas tangan dalam mengatasi problem perlintasan sebidang sebab mereka menganggap hal tersebut merupakan tanggung jawab dari PT KAI dengan Pemerintah Pusat.

Padahal, sesuai kewenangannya pemda harus melakukan evaluasi secara berkala terhadap lintasan sebidang. Djoko juga menuturkan jika Pemda dapat menutup lintasan yang tidak memiliki izin di daerahnya sebab menganggu keselamatan, lalu lintas jalan, serta perjalanan kereta api.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga perlu menata ulang tentang keberadaan perlintasan sebidang yang dianggap dibutuhkan oleh warga dengan alasan maupun kondisi tertentu, sehingga aman untuk dilintasi.

Baca Juga: PT Reska Multi Usaha (KAI Services) Buka Pendaftaran Volunteer

Djoko menegaskan kepada PT KAI, Pemda, serta Kemenhub untuk memonitoring perlintasan kereta api di berbagai daerah. Berdasarkan pantauan Djoko, Pemda seolah menutup mata terhadap perlintasan itu tanpa penjagaan.

Seperti tidak ada yang berinisiatif mengamankan jalur kereta api, ucapnya.

Djoko mengingatkan, bila emda, Kemenhub, dan PT KAI tak bekerja sama secara serius, bakal banyak lagi nyawa yang melayang. Terutama di perlintasan yang sedikit perhatian.

"Seperti di Pemkab Tulungagung itu. Daerah itu termasuk parah, kata dia.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU