Perang di Ukraina Berhenti Setelah Kunjungan Presiden Jokowi?

author optikaid

- Pewarta

Jumat, 01 Jul 2022 01:03 WIB

Perang di Ukraina Berhenti Setelah Kunjungan Presiden Jokowi?

i

Perang di Ukraina Berhenti Setelah Kunjungan Presiden Jokowi?

[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]

Baca Juga: Rusia Tingkatkan Serangan di Ukraina, Manfaatkan Keunggulan Senjata

Optika.id - Kunjungan presiden Jokowi ke Ukraina dan Moskow tidak banyak menjadi perhatian media dunia terutama media barat. Media luar negeri ada yang menanyakan apa tujuan presiden Jokowi ke kedua negara yang bertikai itu, apa manfaatnya bagi Indonesia, dan menduga bahwa presiden Jokowi akan membicarakan soal dampak ekonomi dari konflik yang masih berlangsung dan bukan mendamaikan. Dan ketika bertemu dengan presiden Ukraina Zalensky, presiden Jokowi memang mengutarakan keprihatinannya akan perang yang terjadi dan bersedia menyampaikan pesan Zalensky ke presiden Rusia Vladimir Putin bila ada.

Namun bagi kita kunjungan itu tetap perlu mendapatkan apresiasi karena presiden Jokowi telah mengamalkan amanat UUD 1945 yakni ikut menjaga ketertiban dunia. Selain itu menunjukkan perannya sebagai kepala negara yang mendapatkan tugas Presidency kelompok negara-negara yang tergabung dalam G-20 tahun 2022 ini.

Hanya saja perlu dipahami bahwa kunjungan presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia tidak semerta-merta dalam waktu dekat mampu menghentikan perang yang sedang berlangsung. Karena memang perang Rusia Vs Ukraina itu sangat kompleks permasalahannya. Beberapa pemimpin Amerika Serikat, Eropa/NATO termasuk pihak intelijennya mengatakan bahwa perang ini kemungkinan akan berlangsung lama. Sementara pihak Rusia menuduh pihak baratlah yang memperlama perang; karena sejujurnya tidak menginginkan perang berakhir buktinya selalu mengirim senjata-senjata berat ke Ukraina untuk melawan Rusia. Pengiriman senjata itulah yang malah bahasa Jawanya ngobong-ngobongi atau memprovokasi Ukraina untuk terus berperang.

Rusia dan berbagai negara di dunia antara lain Cina, India berpendapat bahwa sebenarnya perang itu adalah perang antara Amerika Serikat, Eropa melawan Rusia dan Ukraina dijadikan boneka dalam perang ini atau umumnya disebut dengan istilah Proxy War. Amerika Serikat dan NATO sebenarnya sudah lama bahkan sejak berakhirnya Perang Dunia ke II menginginkan Rusia menjadi negara yang tunduk kepada barat agar hegemoni kekuasaan dunia (ekonomi dan militer) tetap ditangan Amerika Serikat. Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jendral Austin terang-terangan mengatakan di Eropa bahwa tujuan Amerika Serikat dalam perang ini hanyalah ingin melemahkan (to weaken) Rusia. Amerika Serikat yang memiliki status negara paling kuat didunia, satu-satunya super power yang mendominasi sistem kapitalisme global selama lebih dari 200 tahun tentu masih menginginkan status itu dipegang seterusnya.

Baca Juga: Jadwal Pilkada Tetap November, Cegah Cawe-Cawe Jokowi?

Rusia, Cina, India dan Iran sering mengatakan bahwa dominasi Amerika Serikat dewasa ini sudah menurun dan dia bukanlah satu-satunya super power lagi, karena Rusia dan Cina sudah menjadi negara kuat didunia dan bahkan perekonomian Cina menduduki peringkat ke dua terbesar didunia. Teknologi persenjataan kedua negara ini sudah melampaui Amerika Serikat misalnya dalam persenjatan rudal hipersonik yang mampu membawa hulu ledak nuklir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pihak pemerintahan barat dibantu dengan medianya selalu menyebarkan berita propaganda bahwa dalam perang di Ukraina ini Rusia telah kalah, beberapa jenderalnya terbunuh, pasukannya banyak yang disersi dsb. Namun propaganda itu narasinya sudah menurun mengingat kenyataannya Ukraina adalah pihak yang kalah. Rusia secara perlahan-lahan dan sistematis sudah menguasai 20% wilayah negara Ukraina, menghancurkan militer dan menawan ribuan tentara Ukraina.

Tokoh-tokoh politik di Eropa dan Amerika Serikat salah satunya Henry Kissinger mantan menteri luar negeri Amerika Serikat secara terbuka dan rasional mengatakan bahwa Ukraina harus bersedia menyerahkan wilayah yang sudah direbut Rusia, mengaku kalah dan bersedia berunding dengan Rusia secara diplomatik kalau ingin perang yang brutal ini berakhir; sebab percuma meneruskan peperangan karena dalam perhitungan rasional Ukraina tidak mampu mengalahkan Rusia yang memiliki persenjataan mutakhir.

Baca Juga: Jokowi Buka Suara Soal Dirinya Disebut Cawe-Cawe dalam Kabinet Prabowo-Gibran

Namun para petinggi Amerika Serikat dan NATO yang baru-baru ini melangsungkan pertemuan, masih ngotot untuk tetap mengirimkan senjata-senjata mutakhir ke Ukraina, masih memberikan sanksi ekonomi ke Rusia agar Rusia lemah dan kalah dan memprovokasi (bahasa Jawanya ngojok-ngojoki) Ukraina untuk tetap berperang melawan Rusia meskipun negaranya hancur, ribuan orang mati dan jutaan warganya lari kenegara lain. Pihak Rusia tentu melawan dengan gigih provokasi Amerika Serikat dan NATO itu.

Jadi melihat kenyataan diatas kita jangan punya pikiran perang Rusia Vs Ukraina berhenti setelah presiden Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU