Optika.id - Ekonom senior Rizal Ramli menyebut, gejolak politik yang terjadi di Sri Lanka, berpotensi akan terjadi di Indonesia, jika melihat kondisi ekonomi nasional saat ini.
Menurut Rizal Ramli, kondisi ekonomi Indonesia hampir mirip dengan Sri Lanka. Sebagai tolak ukurnya, dia menggunakan indikator debt to service ratio (DSR).
Baca Juga: Rizal Ramli dan Amien Rais Adakan Pertemuan, Bahas Apa?
DSR alias rasio utang terhadap pendapatan merupakan satu istilah di dalam pengelolaan keuangan atau fiskal.
"Indikator paling baik untuk menjelaskan kemampuan bayar utang suatu negara adalah Debt Service Ratio," ujar mantan Menko Ekuin era Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini, Sabtu (16/7/2022).
Rizal memaparkan, DSR menjadi indikator paling tepat dalam mengukur kemampuan bayar utang lantaran menghitung beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang yang dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor.
Berdasarkan data yang dia peroleh dari website resmi Bank Dunia (World Bank), DSR Indonesia tak begitu jauh berbeda dengan DSR Sri Lanka yang berada pada kisaran 39,3 persen.
"Perhatikan (data Bank Dunia), Indonesia relatif dekat dengan Sri Lanka! Batas aman DSR itu adalah 25 persen. Indonesia jauh diatas 20 persen. Saat ini 41,4 persen (tapi data Bank Dunia 36,7 persen)," paparnya.
Selain itu, Rizal juga memaparkan interest coverage ratio to income cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan porsi beban utang terhadap penerimaan dalam negeri atau income kerentanannya meningkat.
Baca Juga: Rizal Ramli: Semangat Resolusi Jihad PBNU Sudah Pudar
Sebagai tolak ukurnya, Rizal memaparkan rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB), atau disebut juga dengan tax ratio Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini melihat, tax ratio Indonesia jauh lebih rendah dibanding Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi atau Organization of Economic Co-operation and Development (OECD).
"Rata-rata tax ratio OECD 33,5 persen sehingga masih mampu ngutang sampai 86 persen GDP (PDB). Indonesia tax ratio nya hanya 8,5 persen GDP, terendah di ASEAN-(urutan) 5," ungkapnya.
Maka dari itu, jika dalam struktur APBN penerimaan pajak sebagai salah satu sisi pendapatan negara didapati memiliki celah yang negatif, maka menunjukkan penerimaan negara saat ini masih terlalu rendah untuk menstabilkan rasio utang. Itu pun dengan asumsi rasio utang tidak berubah.
Baca Juga: Luhut Serukan Audit Dana LSM, Rizal Ramli: Munafik!
"Cicilan pokok utang RI Rp 400 triliun + Cicilan Bunga Rp 405 triliun. Buat bayar bunga saja mesti ngutang lagi. Gali lobang tutup Jurang! Makanya semua tarif, pajak rakyat harus dinaikkan. Pejabat yang ndablek, rakyat yang harus bayar," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi