[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]
Optika.id - Tahapan atau sequence acara peringatan Hari Kemerdekaan di banyak negara itu sudah baku dan harus mencerminkan kekhidmatan suasana acara karena mengingatkan perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdeaan.
Baca Juga: Suriah Jatuh
Di Indonesia secara umum sejak mengumumkan kemerdekaan, urutan upacara bendera untuk memperingati detik-detik Proklamasi itu antara lain: Pimpinan Upacara (dalam hal ini presiden) memasuki tempat upacara, Pembina Upacara tiba di tempat upacara, Penghormatan kepada pembicara upacara, Laporan pemimpin upacara kepada Pembina upcara, Pengibaran bendera sang saka Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya, Mengheningkan Cipta dipimpin oleh Pembina upacara, Pembacaan naskah Pancasila, Pembacaan naskan Pembukaan UUD 1945, Amanat Pembina upacara, Pembacaan doa, laporan pemimpin upacara, Penghormatan kepada Pembina upacara, dan selesai. Kadang ada penampilan paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Di negara lain seperti di Rusia, secara umum juga hampir sama. Namun umumnya diikuti oleh ribuan pasukan militer dan setelah acara resmi selesai ada parade militer, parade alat-alat persenjatan mutakhir yang dimiliki negara, pesawat-pesawat tempur canggih melintasi tempat upacara. Tahapan-tahapan upacara ini membuat yang hadir secara khidmat mengikutinya dan sering para undangan terutama para Veteran terharu dan menangis ketika menyaksikan parade militer dan mendengar gelegar deru pesawat tempur, karena bangga akan keberhasilan negaranya. Veteran ini juga menangis ketika menyaksikan parade militer yang memakai seragam tentara pada jaman revolusi melawan Nazi Jerman, karena mengingatkan pada masa-masa perjuangan mereka dan mengenang para rekan-rekan mereka yang gugur.
Tahapan upcara memperingati kemerdekaan seperti itu memang diselenggarakan secara seksama dan penuh kekhidmatan mengingat hari kemerdekaan itu adalah momen yang sakral, karena itulah upacaranya juga hening dan sangat sakral.
Pada upacara detik-detik proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 2022 lalu ada yang menarik dan mendapatkan beragam pendapat dari rakyat yaitu setelah acara utama usai ada acara joget. Sebenarnya tidak ada acara resmi joget itu namun ketika ada penyanyi cilik dari Banyuwangi bernama Farel Prayoga yang menyanyikan lagu Ojo Dibanding Bandingake (= Jangan Dibanding Bandingkan) di depan Pembina Upacara (presiden), maka beberapa menteri turun dari tempat undangan untuk menari berjoget riya mengelilingi dik Farel yang menyanyikan lagu bernuansakan pujian presiden itu.
Baca Juga: Lagi-Lagi Soal Komunikasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang biasanya dengan wajah serius dan muram ketika mengumumkan kondisi keuangan negara yang menurun, atau kondisi ekonomi global yang buruk dan hutang luar negeri yang sudah mencapai lebih dari Rp 7 ribu trilliun, Menteri Pertahanan Prabowo dan Menteri Luar Negeri Retno yang selalu serius ketika membicarakan ancaman perang global; terlihat sumringah ketika berjoget ria seolah-olah lupa akan masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak ada yang salah dalam acara bergembira, menyanyi dan berjoget itu karena dinegara - negara lain juga ada acara yang menyenangkan ketika memeringati hari Kemerdekaan mereka. Di Amerika dan Rusia ada acara panggung musik, kembang api dsb. Di negeri kita ini seluruh rakyat di kampung dan desa menyelenggarakan acara tradisional balap karung, makan kerupuk dsb. Karena memperingati hari kemerdekaan itu penuh dengan perasaan kegembiraan karena bangsanya bisa merdeka dari penjajahan.
Namun ada baiknya acara joget seperti itu tidak diselenggarakan pada tahapan-tahapan sakral memperingati detik-detik Hari Kemerdekaan yang harus dilaksanakan dengan penuh keheningan dan kekhidmatan. Acara senang-senang seperti itu bisa diselenggarakan di luar acara resminya yang harus khidmat itu, misalnya keesokan harinya.
Baca Juga: Kita Harus Paham DNA Media Barat
Kita semua termasuk para penyelenggara negara harus bijak dalam menghadapi perasaan penderitaan rakyat yang hidup dalam kondisi sulit.
Editor : Pahlevi