[caption id="attachment_19035" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Ruby Kay[/caption]
Optika.id - Sejatinya Islam tak mengenal senioritas. Remaja yang masih berusia 18 tahun pun bisa dipercaya menjadi panglima perang, semata-mata melihat dari track recordnya.
Baca Juga: Persidangan Sambo dan Misteri Pembunuhan 6 Orang Laskar FPI di KM 50
Islam tak mengistimewakan ras atau suku bangsa tertentu. Islam tak melihat lu anak siapa. Islam tak melihat tua atau muda. Karena Rasulullah sendiri menilai kecakapan seseorang murni dari prestasinya.
Adalah pemuda bernama Usamah bin Zaid yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah untuk memimpin ummat muslim menghadapi bala tentara kekaisaran Byzantium. Kala mendapat amanah itu, Usamah baru berusia 18 tahun.
Siapa Usamah bin Zaid? Ia anak kandung Zaid bin Haritsah yang lahir dari rahim Ummu Aiman.
Siapa Zaid bin Haritsah? Adalah salah satu sahabat Nabi yang namanya tercatat dalam Al Qur'an surat Al Ahzab 37. Zaid pada awalnya adalah budak Khadijah. Saat Nabi Muhammad SAW menikahi Khadijah, Zaid dimerdekakan lalu peroleh status sebagai anak angkat Rasulullah.
Ketika telah dewasa, Zaid bin Haritsah dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy, seorang perempuan dari keluarga terpandang. Dari awal Zainab memang agak ogah-ogahan. Keturunan bangsawan kok dijodohkan sama mantan budak? Begitulah kira-kira keluhan Zainab binti Jahsy. Tapi mau bagaimana lagi, dosa besar bagi seorang muslim bila melawan perintah baginda Nabi. Maka Zaid dan Zainab pun menikah.
Tapi ya gitu deh, selama menjadi istri Zaid bin Haritsah, Zainab suka melawan. Maka Zaid pun mengadu pada Rasulullah, gak tahan dengan prilaku Zainab binti Jahsy yang suka membangkang. Maka pernikahan itupun hanya seumur jagung. Zaid dan Zainab akhirnya bercerai.
Zaid bin Haritsah lalu dinikahkan lagi dengan Ummu Aiman yang tak lain adalah pengasuh Rasulullah ketika masih kecil. Dari pernikahan itu lahir anak laki-laki bernama Usamah. Sedangkan Zainab binti Jahsy akhirnya menjadi istri Rasulullah.
Balik ke Usamah bin Zaid. Ini bocah sejak belia memang telah menunjukkan sikap dan jiwa pemberani. Usianya tak terpaut jauh dengan cucu baginda Nabi, Hasan dan Husein. Usamah kecil yang berambut keriting dan berkulit hitam sering bermain dirumah Rasulullah. Dan Nabi Muhammad SAW sama sekali tak memperlakukan ketiganya secara berbeda. Bila Hasan dan Husein dipangku Nabi, Usamah juga peroleh kasih sayang yang sama.
Baca Juga: Langkah Anies di Antara Politisi Tua
Saat meletus perang Uhud, Usamah ingin sekali ikut berperang. Namun Rasulullah tidak mengijinkan karena usianya masih belia. Saat Madinah dikepung pasukan musuh dalam perang Khandaq, kembali Usamah dengan setengah memaksa meminta ijin kepada Rasulullah untuk ikut berjihad. Dan kali ini, Rasulullah mengijinkannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam perang Khandaq itu, Usamah banyak mendapat pujian karena keberaniannya. Kembali Usamah ikut serta dalam perang Hunain, lagi-lagi ia menunjukkan intelektualitas, semangat, keterampilan dalam berkuda, menggunakan pedang, tombak dan panah. Rasulullah melihat itu semua dengan matanya sendiri. Usamah tumbuh menjadi remaja yang soleh, cerdas nan pemberani.
Saat Rasulullah berusia 63 tahun dan tengah menderita sakit, ummat Islam dihadapkan dengan ancaman dari bala tentara kekaisaran Byzantium yang kabarnya sedang bersiap untuk menyerang kota Madinah. 10 ribu pasukan sudah bersiap menuju Balqa untuk menahan laju gerakan tentara Romawi. Tinggal panglima perangnya saja yang belum ditentukan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Para sahabat pun sibuk menerka-nerka, siapa kiranya yang akan ditunjuk oleh Rasulullah? Apakah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib atau Khalid bin walid?
Tak disangka, Rasulullah ternyata menunjuk Usamah bin Zaid yang saat itu baru berusia 18 tahun untuk menjadi panglima perang. Beberapa sahabat saling berpandangan, ada yang kebingungan dengan keputusan Rasulullah itu. "Gue uda tua begini masak mesti menerima perintah dari remaja belasan tahun?" Mungkin begitulah gerutu sebagian sahabat.
Umar bin Khattab lalu memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah terkait keputusannya menunjuk Usamah bin Zaid sebagai panglima perang. And you know, Umar malah disemprot oleh baginda Rasulullah. Wkwkwkwkw.....
Baca Juga: Aisyah dan Pernikahan Zaman Dahulu
Intinya jangan pernah meragukan apapun keputusan baginda Nabi. Karena beliau lebih tahu yang terbaik buat ummat Islam. Mendengar ultimatum itu, Umar bin Khattab dan sahabat yang lain langsung siap tempur. Mereka tunduk pada perintah Usamah bin Zaid.
Dan benar saja, berkat strategi yang dijalankan oleh Usamah bin Zaid, pasukan muslim bisa dengan mudah memenangkan pertempuran. Tentara kekaisaran Byzantium dibuat kocar-kacir, tak ada korban tewas dari pasukan muslim. Umar bin Khattab dan Ali bin Abi thalib yang terkenal pemberani pun mengakui kepiawaian Usamah bin Zaid.
Kemenangan itu sekaligus menjadi batu loncatan bagi kekhalifahan Islam untuk memperluas wilayah kekuasaan. Namun saat pasukan muslim yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid pulang ke Madinah, Rasulullah telah wafat. Abu Bakar Asy Shiddiq didaulat untuk mengambil tongkat estafet kepemimpinan.
Begitulah cara baginda Nabi bersikap. Penunjukan Usamah bukan semata-mata karena faktor nepotisme, tapi Usamah memang memiliki track record yang mumpuni. Bukan Hassan, bukan Hussein, bukan Ali bin Thalib, bukan pula Umar bin Khattab yang ditunjuk Rasulullah menjadi panglima perang. Melainkan anak seorang mantan budak kulit hitamlah yang mendapat kesempatan itu. Dan Usamah bin Zaid akan selalu dicatat dengan tinta emas sebagai panglima perang termuda dalam sejarah Islam.
Editor : Pahlevi