Angka Pemilih Muda Naik, Partai Politik Rebutan Jatah Suara

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Sabtu, 17 Sep 2022 21:00 WIB

Angka Pemilih Muda Naik, Partai Politik Rebutan Jatah Suara

i

pemlih muda

Optika.id - Kendati sempat merasa kecewa oleh calon yang dijagokan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu sebab kerja politiknya tak sesuai dengan janjinya, Dava tetap yakin menggunakan hak pilihnya kembali pada Pemilu 2024 mendatang.

Pemuda 22 tahun asal Surabaya itu memahami jika suaranya menjadi hal yang penting dalam demokrasi di Indonesia. Menurutnya, keikutsertaan pemilu menjadi cara yang mudah dalam menentukan nasib bangsa.

Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

"Ya intinya saya juga ingin memilih nantinya, turun tangan. Perlu digaris bawahi, kita memiliki banyak masalah itu bukan karena adanya orang jahat, tapi karena banyak orang-orang baik yang hanya diam dan mendiamkan," tuturnya kepada Optika.id, Sabtu (17/9/2022).

Senada dengan Dava, Bima (21) berkomitmen akan menggunakan hak pilihnya lagi di Pemilu 2024 mendatang.

Menurutnya, keikutsertaan dalam memeriahkan pesta demokrasi nanti merupakan hal yang penting dalam sistem demokrasi elektoral yang dianut oleh Indonesia saat ini yang mana, keberadaan satu suara bisa berpengaruh besar pada hasil pemilu secara keseluruhan.

Keputusan Dava dan Bima memang belum bisa mewakili gambaran keseluruhan anak muda di tanah air dalam menyambut gelaran Pemilu 2024 nanti.

Kendati demikian, keinginan keduanya sebagai pemilih muda untuk ikut serta menjadi angin segar untuk partai politik (parpol) atau kandidat capres cawapres serta calon legislatif (caleg) yang akan bertarung nantinya. Bahwa ada pemilih muda yang mau meluangkan waktunya ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan terlibat dalam proses demokrasi.

Diketahui jika porsi pemilih muda sangat besar. Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari total data penduduk potensial pemilih atau DP4 untuk Pemilu 2024, sebanyak 60ri 206.689.516, merupakan kalangan pemilih muda, di rentang usia 17 hingga 37 tahun.

Dengan adanya kelompok anak muda inilah, maka secara serentak parpol dan para calon yang akan berkontestasi harus memiliki strategi yang apik untuk merayu mereka.

Strategi Partai Politik Menggaet Simpati Anak Muda

Posisi pemilih muda dimanifestasikan lewat strategi kampanye yang harus menarik perhatian generasi muda, hal tersebut jika dilihat dari sudut pandang partai politik.

Hal ini diungkapkan oleh Mohammad Omar Syarief yang merupakan politisi muda Partai Golkar. Dia menuturkan, dengan presentase pemilih muda yang kian hari kian banyak, otomatis strategi-strategi kampanye para politisi nanti bakal mengikuti apa yang sedang menjadi perhatian kalangan pemilih muda.

Hal ini disebabkan pemilih muda saat ini semakin melek dengan politik. Jadi, perlu ada berbagai usaha untuk meyakinkan mereka agar kelak mau memberikan suaranya kepada parpol atau calon tertentu.

"Menurut saya anak-anak muda sekarang itu bukan apatis terhadap politik, mereka itu cenderung silent voters. Mereka tidak banyak yang bersuara, tapi mengamati. Dan mereka akan memilih orang (capres atau caleg) yang menyuarakan aspirasinya," tutur Wakil Ketua Umum Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) ini kepada Optika.id, Sabtu, (17/9/2022).

Dia memiliki keyakinan kepada anak muda Indonesia yang mulai tidak apatis terhadap politik.

Contohnya saja, saat ini cukup banyak anak muda yang berani menyuarakan keresahannya terhadap isu-isu strategis nasional melalui media nasional, serta ikut turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi secara langsung.

Omar melanjutkan jika kondisi yang demikian hampir mirip dengan anak-anak muda di tahun 80 atau 90-an, hanya saja, mediumnya berbeda.

Kini, anak-anak muda bisa lebih luwes dalam menyampaikan aspirasinya, mencari informasi, dan mencari rekam jejak politisi sebagai pertimbangan di media sosial.

"Mungkin jika zaman tahun 80-90-an generasi muda itu turunnya ke jalan, demo. Generasi sekarang kan turunnya di sosial media, hajaran-hajarannya, kritikannya ya di sosial media. Jadi menurut saya sama saja," kata Omar.

Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Berbicara tentang upaya menarik perhatian pemilih muda, keberadaan media sosial saat ini jelas menjadi potensi empuk untuk gencar melakukan promosi yang dilakukan oleh parpol maupun politisi secara personal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal yang paling sederhana dan basic salah satunya ialah dengan mengunggah berbagai informasi terkait diri politisi, visi misi, dan aktivitas yang bernilai pencitraan yang mereka lakukan dan diunggah ke media sosial. Ada pula yang berupaya melakukan riding the wave atau ikut-ikutan membuat konten yang sedang tren di kalangan anak muda.

Pada beberapa kondisi tertentu, apa yang dilakukan oleh politisi dalam menjaring massa muda tersebut menjadi sesuatu yang menarik. Akan tetapi, harus dipahami juga adanya batasan-batasannya. Tak bisa dielak, para politisi sering gagap ketika mencoba untuk mengikuti tren yang ada di sosial media. Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi boomerang bagi mereka.

Menanggapi fenomena itu, Dava mengungkapkan jika dirinya tidak akan terpengaruh terhadap pencitraan politisi di media sosial yang kerap lewat linimasanya.

"Memanfaatkan sosial media untuk kampanye memang baik, karena memang sudah era-nya, tujuannya juga bisa menjaring audiens yang lebih luas. Akan tetapi, kalau partai atau politisi ikut membuat konten yang sedang tren, menurut saya malah jadi agak cringe (aneh)," ungkap Dava.

Beda Sasaran Pemilih Kota dan Desa

Adapun kelemahan lain yang masih ada dalam upaya menarik minat pemilih muda ialah kecapakan politisi dalam mengangkat berbagai isu yang relevan.

Menurut Peneliti Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati, parpol dan politisi saat ini cenderung mengangkat isu-isu yang relevan dengan pemilih muda perkotaan. Padahal secara jumlah, pemilih muda justru lebih banyak terkonsentrasi di area pedesaan.

Berangkat dari realita tersebut, dia menilai jika jumlah anak muda yang berstatus under privilege atau yang tidak mendapatkan keistimewaan dalam hal akses informasi, fasilitas, kapabilitas terhadap isu sosial, lebih banyak.

Mengapa isu yang relevan dengan pedesaan jarang diangkat politisi? Jawabannya, karena saat ini anak muda yang terjun ke dunia politik umumnya berasal dari kalangan elitis. Alhasil isu-isu yang dimainkannya pun berkutat pada sesuatu yang dekat dengan mereka, jelas Wasisto dalam keterangannya, Sabtu (17/9/2022).

Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

Dia mencontohkan narasi tentang kemapanan, status sosial dan materialisme yang kerap dibawa oleh politisi. Menurutnya, hal itu sebenarnya tidak mencerminkan secara utuh narasi mayoritas anak muda Indonesia. Artinya, kesetaraan serta perwakilan anak muda lintas kelas menjadi poin penting ketika parpol hendak mengambil hati anak muda.

"Jadi saya pikir di sini, perlu adanya suatu inovasi, perlu adanya pendekatan terhadap anak muda yang disesuaikan dengan latar belakang ekonomi, latar belakang sosial geografi, latar belakang sosial budaya," kata Wasisto.

Kendati dalam beberapa momen pilkada dan pemilu sebelum-sebelumnya jumlah golput berhasil ditekan, namun pada dasarnya secara umum pemilih muda cenderung mengikuti tren dan narasi yang sedang berkembang di kalangan anak muda saat ini.

"2024 kan belum ada narasi baru, tren apa yang akan berkembang (di kalangan pemilih muda). Kalau sebelumnya kan ada narasi polarisasi, narasi populisme, yang mana itu cukup menarik anak muda buat berpolitik (ikut mengeluarkan suara di pemilu)," ungkap Wasisto.

Anak muda pedesaan saat ini menurut Wasisto banyak terpapar oleh sikap apolitis. Mereka cenderung lebih memilih menjauhi dinamika politik yang terjadi i level nasional. Sikap apolitis pemilih muda pedesaan ini bisa saja berdampak besar bagi parpol dan politisi.

Jika upaya pendekatan kepada pemilih muda dengan beragam latar belakang tak bisa dilakukan oleh parpol dan kontestan, bukan mustahil nantinya mereka akan lebih memilih golput (tidak memilih), pungkas Wasisto.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU