Kau Datang… Mengejutkan Jiwa

author Seno

- Pewarta

Kamis, 15 Des 2022 20:43 WIB

Kau Datang… Mengejutkan Jiwa

Oleh: Achmad Surya Hadi Kusuma

Baca Juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!

(Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Timur)

Optika.id - Pemuda yang besar pada akhir 80an atau awal 90an mungkin tidak asing dengan judul di atas. Itu adalah judul lagu dari Krakatau yang dirilis pada tahun 1989.

Musiknya pasti berbicara tentang asmara, tapi tenang, tulisan berikut bukan curhat asmara, melainkan sebuah apresiasi.

Baru saja terdengar informasi, seorang pejabat publik, politisi, dan tokoh masyarakat di Surabaya tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namanya Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur yang juga menjadi anggota partai Golongan Karya (Golkar) menjadi sasarannya. Hal ini terjadi ketika Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilaksanakan KPK pada malam Rabu, 14 Desember 2022.

Juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan bahwa Sahat ditangkap bersama tiga orang lainnya. Ia ditangkap karena diduga melakukan korupsi dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim. Akan tetapi tidak disebutkan berapa besar kerugian negara akibat dari korupsi yang terjadi.

Seperti yang kita ketahui, korupsi adalah permasalahan lama di Indonesia, seringkali terjadi penangkapan karena kasus korupsi, pasti ada minimal satu dalam setahun. Kenapa bisa demikian? Banyak hal, ada yang menganggap hal itu berasal dari kebudayaan masa lalu terkait upeti dan hak pejabat, ada juga yang berpendapat kalau korupsi itu naluriah, tapi kedua pendapat ini sifatnya apologetik, tidak boleh diadopsi oleh generasi penerus bangsa.

Maka dari itu, demi melawan korupsi, dibentuklah sebuah badan khusus bernama KPK di atas. Komisi ini bertugas hanya untuk menghadapi kasus korupsi, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang khusus menghadapi kasus terorisme. Semenjak awal pembentukannya, KPK sudah berusaha menyelesaikan banyak kasus yang merugikan negara, dan juga bertahan dari deru permusuhan instansi pemerintah lainnya.

KPK selalu menghadapi upaya pelemahan, mulai dari kriminalisasi ketuanya, sampai dengan men-sub-kan mereka sebagai organ di bawah pemerintah, sehingga kewenangannya akan dibatasi dan diawasi oleh pemerintah. Tapi, tidak bisa dipungkiri, KPK memang menjadi komisi yang cukup meresahkan bagi instansi pemerintah lainnya, karena mereka memiliki senjata pamungkas bernama OTT. Datang dan mengejutkan jiwa, layaknya lagu karya Krakatau di atas.

Ketika ada OTT, pasti yang ditunggu-tunggu adalah berita siapa yang terciduk dalam penangkapan, yang pastinya adalah pejabat pemerintah. Meskipun terpidana kasus korupsi tidak mendapatkan hukuman seberat narkoba atau terorisme, tapi pemberitaannya lebih masif ketimbang kedua kasus lainnya. Harusnya ini sudah menjadi pukulan bagi para politisi yang punya keinginan untuk korupsi, cuman namanya politisi, mukanya gedhek.

Baca Juga: Nama Bobby-Kahiyang Muncul dalam Sidang Dugaan Korupsi Eks Gubernur Malut

Kita patut memberikan selamat kepada KPK, meskipun menghadapi banyak upaya untuk pelemahan, tetap bisa melakukan tugasnya sedia kala. Judul yang digunakan majalah Tempo untuk edisi khusus mengenai KPK memang tepat: Tak Lekang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tapi muncul sebuah pertanyaan besar dari OTT KPK yang juga sering terjadi di daerah. Apakah desentralisasi ini berjalan dengan baik?

Desentralisasi sendiri secara normatif adalah upaya untuk memberikan wewenang lebih kepada pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota untuk mengelola sumberdayanya sendiri. Hal ini adalah upaya untuk mengurangi kekuasaan pemerintah pusat yang terlampau kuat pada era Orde Baru.

Bisa dibilang, desentralisasi adalah agenda utama pasca reformasi 1998.

Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, muncul banyak local strongmen dan local boss di daerah yang menguasai akses terhadap sumber daya atau bahkan sumber daya itu sendiri.

Mereka inilah yang melakukan pembajakan terhadap agenda desentralisasi, sehingga anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat, justru diambil dan dikorupsi oleh mereka.

Baca Juga: Diperiksa KPK, Walikota Semarang: Mohon Doanya

Seperti yang disebutkan Joel Migdal dan John Sidel, bahwa kemunculan orang kuat lokal atau bos lokal, bisa disebabkan oleh peranan negara yang lemah, jadi desentralisasi di sini bukan berarti menghilangkan sepenuhnya peran negara. Peran itu mulai muncul dengan adanya KPK, maka dari itu dibutuhkan penguatan lembaga terhadap komisi tersebut.

Paralel dengan hal itu ialah dengan membangun kapasistas dari instansi pemerintah atau negara di daerah.

Negara yang kuat bukanlah negara diktator, tapi negara yang mampu mengelola dan mengendalikan aparaturnya agar tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan, salah satunya dengan korupsi.

Dengan masih merebaknya korupsi di Indonesia, khususnya juga di Jawa Timur, maka dapat dinilai, peranan negara masih lemah di wilayah ini. Maka perlu adanya penguatan kelembagaan bagi para penyelenggara negara.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU