KPK Geledah Kantor Gubernur Jatim, Ada Apa?

author Seno

- Pewarta

Minggu, 25 Des 2022 10:26 WIB

KPK Geledah Kantor Gubernur Jatim, Ada Apa?

Oleh: Achmad Surya Hadi Kusuma (Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Timur)

Baca Juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!

Optika.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terhadap kantor Gubernur Jawa Timur pada Rabu 21 Desember 2022. Penggeledahan ini dilakukan selama 7 jam, bahkan turut mengecek ruang kerja Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jatim beserta wakilnya, Emil Elistianto Dardak. Salah satu dokumen yang disita oleh KPK adalah penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Penggeledahan ini adalah buntut dari kasus korupsi suap dana hibah yang melibatkan Sahat Tua Simanjuntak, politisi Golongan Karya (Golkar) yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur (DPRD Jatim). Atas penggeledahan itu, baik Khofifah maupun Emil menghormati apa yang dilakukan KPK dan nampaknya tidak mempermasalahkannya.

Hal ini menunjukkan bagaimana kedua pimpinan Jatim ini dapat bekerjasama demi upaya dalam pemberantasan korupsi.

Penggeledahan ini disandarkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 ayat (2) huruf (h).

Pasal tersebut mengatur bahwa dalam menjalankan tugas penyidikan KPK berwewenang untuk meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara.

Tindakan korupsi memang telah bermasalah di Indonesia semenjak era kemerdekaan hingga sekarang. Pada masa demokrasi parlementer, sejumlah besar pejabat negara juga sudah sering melakukan korupsi sampai pada titik tertentu ada upaya untuk mewajarkan korupsi.

Hal ini diarenakan pada saat itu belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, sehingga banyak pejabat yang bebas tanpa ditindak secara hukum.

Begitupun ketika memasuki masa Orde Baru, kasus korupsi bisa dibilang sangatlah lumrah bahkan mengakar mulai dari pemerintah pusat hingga di daerah. Akan tetapi kembali lagi, pada waktu itu tidak ada tindakan khusus terhadap kasus korupsi. Salah satunya karena belum ada lembaga atau perundangan khusus yang menangani kasus tersebut.

Semenjak Reformasi, kasus korupsi mulai menjadi sorotan publik melalui media massa. Lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai upaya untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.

Proses ini dijelaskan dengan gamblang oleh Vishnu Juwono dalam bukunya Melawan Korupsi: Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia 1945-2014. Salah satu tonggak awal yang diambilnya sebagai upaya pemberantasan korupsi adalah zaman kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada era Pasca Reformasi.

Kelahiran KPK pada era Susilo Bambang Yudhoyono adalah upaya yang lebih nyata untuk melakukan pemberantasan korupsi, pada awalnya di tingkat pusat, namun dengan cepat KPK juga menyasar tindak korupsi di tingkat daerah, salah satunya Jawa Timur melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Baca Juga: Nama Bobby-Kahiyang Muncul dalam Sidang Dugaan Korupsi Eks Gubernur Malut

Firli Bahuri, ketua KPK mengklaim bahwa pihaknya mencatat sebanyak 114 tindak pidana korupsi di provinsi paling timur dari pulau Jawa ini, bahkan pada Oktober 2022, KPK menerima 268 laporan dugaan tindak pidana korupsi di Jatim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Indonesian Corruption Watch (ICW), sebuah organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang pengawasan penanganan korupsi juga menyampaikan bahwa Provinsi Jawa Timur menjadi penyumbang terbanyak kasus korupsi pada semester pertama dari tahun 2022, yakni 35 kasus.

Namun, hal ini bukan berarti Jawa Timur adalah provinsi yang korup, namun bisa jadi, menurut Diky Anandya selaku peneliti ICW, penegak hukumnya aktif menangani kasus korupsi.

Bukan hanya Sahat Tua Simanjuntak yang tercokok oleh KPK, selain itu ada juga Bupati Bangkalan Latif Amin Imron sebagai tersangka kasus suap lelang jabatan di lingkungan pemerintahannya pada Kamis 8 Desember 2022.

Ada juga mantan Budi Setiawan yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Timur sebagai tersangka kasus suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk Tulungagung.

Dari sejumlah catatan di atas kita dapat melihat bahwa terlepas kasus korupsi mulai banyak terkuak di Jawa Timur. Meskipun demikian saya sepakat dengan perkataan Diky Anandya, bahwa itu bisa terjadi nampaknya bukan karena Jatim sangat korup, melainkan karena tingginya tingkat aktivitas pemberantasan korupsi di wilayah ini. Kasus korupsi bukanlah sesuatu yang dapat dilacak dengan mudah.

Itulah yang menyebabkan masih banyaknya kasus yang tetap mengendap tak terlihat, sehingga belum terungkap karena kurangnya penyelidikan dan penyelesaian.

Baca Juga: Diperiksa KPK, Walikota Semarang: Mohon Doanya

Oleh karena itu KPK harus bekerja lebih keras lagi dalam mengungkap kasus-kasus besar.

Langkah penyelidikan yang dilakukan oleh KPK di atas pun harus didukung dengan baik, seperti apa yang telah dicontohkan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur. Akan tetapi dalam hal mempertontonkan setiap proses penggeledahan terkadang perlu dipertimbangkan kembali.

Terlebih mengingat konteks penggeledahan tersebut adalah untuk pengembangan kasus. Setidaknya untuk mengurangi dampak yang tidak diinginkan dari pemberitaan yang sangat masif di media digital.

Pemberitaan semacam itu dapat membentuk persepi publik bahwa yang digeledah terlibat dalam kasus korupsi, bahkan kemungkinan besar adalah tersangka, padahal belum tentu. Bisa saja penggeledahan bertujuan hanya untuk mengecek, dan bisa juga ternyata dia tidak terlibat, namun persepsi publik sudah terlanjur terbentuk. Lebih baik pemberitaan dilakukan ketika sudah pasti kasus dan pelakunya.

Tapi yang terpenting, jangan dilupakan bahwa penggeledahan ini memang bertujuan mendapatkan bukti terkait kasus korupsi dana hibah, namun tidak ada penjelasan KPK mengenai kenapa dokumen itu diambil dan apa kaitannya dengan gubernur maupun wakil gubernur Jatim.

Semoga KPK tidak hanya mencari-cari atau menyangkutpautkan secara tergeda-gesa, tanpa adanya bukti yang otentik.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU