Perppu Cipta Kerja Terbit, Hadiah Otoriter Jokowi di Akhir Tahun!

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Sabtu, 31 Des 2022 10:31 WIB

Perppu Cipta Kerja Terbit, Hadiah Otoriter Jokowi di Akhir Tahun!

Optika.id - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan sebagai pelanggaran terhadap konstitusi. Pasalnya, Perppu tersebut hanya bisa ditetapkan ketika negara berada dalam situasi kegentingan yang memaksa.

Baca Juga: Jokowi Buka Suara Soal Dirinya Disebut Cawe-Cawe dalam Kabinet Prabowo-Gibran

"Perang Rusia-Ukraina jelas bukan kegentingan memaksa. Alasan ini mengada-ada, terkesan mau melangkahi wewenang DPR, menjadi otoriter," kata Anthony Budiawan dalam keterangan yang diterima Optika.id, Sabtu (31/12/2022).

Sebuah Perppu yang ditetapkan dalam kondisi yang tidak genting apalagi memaksa, kata Anthony, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi sehingga otomatis harus batal dan tidak sah.

Dia mengingatkan jangan sampai Perppu yang terbit secara tergesa itu dijadikan legitimasi atau perangkat hukum untuk menetapkan undang-undang secara sepihak, apalagi menuju otoriter dengan memangkas wewenang DPR. Dia menegaskan, atas hal tersebut maka DPR harus menolak.

"DPR wajib menolak Perppu itu," ucapnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan agar pemerintah memperbaiki Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Alih-alih mengerjakan pekerjaan rumah (PR) untuk memperbaikinya, malah pemerintah mengeluarkan Perppu di akhir tahun ini.

Menurut Anthony, putusan MK tidak bisa dianulir oleh undang-undang (UU) atau perppu. Putusan MK, bilamana undang-undang melanggar konstitusi, wajib dikoreksi sesuai perintah MK.

"Kalau tidak, undang-undang inkonstitusional tersebut otomatis tidak berlaku. Perppu tidak bisa membatalkan undang-undang inkonstitusional," katanya.

Baca Juga: Trengginas Sebagai Oposisi, PDIP Akan Goyahkan Rezim Selanjutnya?

Di sisi lain, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan bahwa dalam keputusan MK, disebutkan bahwa pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tak hanya itu, MK juga memerintahkan pemerintah agar menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"YLBHI menilai penerbitan perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo," kata Isnur dalam keterangannya, Jumat (30/12/2022).

Isnur menyebut bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja secara tergesa-gesa menunjukkan bahwa Jokowi tidak menghendaki adanya pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK.

Baca Juga: Penyusunan APBN 2025 Tak Libatkan KPK, Anggaran Makan Siang Gratis Tak Diawasi?

Sebaliknya, presiden Jokowi justru menunjukkan bahwa kekuasaan mutlak berada di tangannya dan dirinya tidak memerlukan pembahasan di DPR, bahkan menutup kupingnya kepada publik yang seharusnya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Hal ini, ujar Isnur, merupakan bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip negara hukum dengan label demokratis.

Dia menegaskan bahwa penerbitan Perppu tersebut tidak memenuhi syarat penerbitan Perppu yakni adanya hal genting yang memaksa, terjadinya kekosongan hukum, dan proses pembuatannya tidak sama dengan proses pembentukan undang-undang seperti biasa.

Dia mengatakan, presiden seharusnya mengeluarkan perppu pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang massif dari seluruh elemen masyarakat.

"Tetapi, saat itu Presiden justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan perppu," tegasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU