Optika.id - Pertumbuhan ekonomi negara Indonesia pada tahun 2022 lalu sudah mencapai 5,4 persen, lebih tinggi dari sebelum pandemic Covid-19 beberapa tahun lalu. Namun, struktur dari perekonomian Indonesia masih dibilang tidak seimbang, kebanyakan berada pada sektor jasa. Sedangkan masyarakat Indonesia masih mengandalkan pada sektor penghasilan barang.
Baca Juga: Kritik Program Makan Siang Gratis: Tidak Realistis dan Rentan Dikorupsi
Saat ini, kondisi Ekonomi Politik Indonesia dapat dikatakan bahwa tidak semuanya benar, masih belum pulih dari kondisi sebelum Covid-19. Industri manufaktur dalam proses pertumbuhannya selalu lebih rendah dari GDP dan mengalami perlambatan sebelum waktunya.
"Akibatnya, karena struktur manufaktur lemah, yang bisa kita jual keluar juga terbatas, jadi harus bergantung pada explore komoditas yang hanya membutuhkan upaya otot dan tenaga. Struktur ekspor kita juga jomplang, negara lain lebih mengandalkan otak sedangkan negara kita mengandalkan otot," ungkap Faisal Basri dalam acara Diskusi Publik, Kamis (5/1/2022).
"Negara Indonesia masih tergolong industri yang lambat, bergantung pada satu Industri saja, tidak semua Industri manufaktur bisa berperan maksimal, sehingga pondasinya juga semakin lemah di tengah semua sektor masih positif. Oleh karena itu, telusuri lagi apa sebabnya pertumbuhan ekonomi melambat, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan didasarkan pada teknologi, semakin banyak pake otak pertumbuhan semakin cepat. Sedangkan jika pakai otot, pertumbuhan ekonomi akan semakin lemah," tambahnya.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Melemah di Tahun Pemilu?
Penggunaan otak dipengaruhi teknologi dan inovasi, kondisi pasar dan ekonomi serta kultur dan society. Data sementara, Tax ratio tahun 2022 nilainya mencapai 10,4%. Hanya saja, tax ratio tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka dari itu, pemulihan ekonomi kita sangat jomplang antara sektor jasa dan barang, tidak diikuti oleh fondasi yang kuati. "Ini merupakan dampak dari struktur politk yang notabenennya instan tetapi tidak mampu mengurangi ketimpangan. Sektor industri, dikarenakan total productivity indonesia menurun tajam. Walaupun pertumbuhan dagang global melambat, tetapi pertumbuhan ekspornya cukup baik," jelasnya.
Baca Juga: Fokus Para Capres Berantas Stunting, Pengamat Sebut Janjinya Belum Kuat
Meski begitu, tingkat ekspor di Indonesia sudah cukup baik di sektor-sektor tertentu sehingga hanya dinikmati oleh beberapa kelompok saja dan tidak bisa meningkatkan mata uang rupiah untuk menjadi lebih baik.
"Nah, seharusnya Indonesia lebih memfokuskan investasi pada bidan IT dan RND agar semakin lama bisa membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia di bidang apapun maupun di sektor apapun menjadi lebih kuat dan pondasinya akan jauh lebih kokoh," pungkasnya.
Editor : Pahlevi