Naikkan Suku Bunga dan Perkuat Cadangan Kerugian

author Seno

- Pewarta

Selasa, 10 Jan 2023 13:24 WIB

Naikkan Suku Bunga dan Perkuat Cadangan Kerugian

Oleh: Erlang Nala Yudha, MM (Penulis adalah seorang karyawan BUMD)

Baca Juga: Lebih dari Rp 148 Triliun Dana Asing Kabur dari Indonesia, Ini Sebabnya

Optika.id - Keputusan Bank Indonesia dalam menaikkan BI rate menjadi 5,5% November lalu membuat pelaku usaha mulai ketar-ketir dalam menghadapi tahun 2023 terlebih bagi sejumlah perbankan. Tak sedikit yang menyayangkan keputusan BI ini karena dinilai terlalu terburu-buru.

Namun banyak juga yang menilai bahwa keputusan BI ini sudah dinilai sangat tepat, karena telah sesuai dengan ekspektasi pasar dan juga telah mempertimbangkan langkah-langkah dalam memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah serta mengelola tingkat inflasi.

Kini perbankan mau tidak mau harus membuat terobosan agar bisnis tetap tumbuh dan sehat. Ancaman resesi dan kelesuan ekonomi di 2023 menambah daftar pekerjaan rumah yang harus dihadapi. Lalu bagaimana perbankan menyikapi ini.

Sebelum membuat langkah, ada hal yang harus dipahami. Sejatinya perbankan belum sepenuhnya sembuh pasca dihantam pandemi Covid 19. Program restrukturisasi yang dijalankan sejak Maret 2020 kemudian diperpanjang setiap tahunnya masih menyisakan masalah besar, sebab tak sedikit debitur yang dilakukan restrukturisasi belum pulih dan berpotensi menjadi ancaman kerugian di masa mendatang,

Maka tak heran, OJK Kembali merilis perpanjangan restrukturisasi kredit secara targeted yang seharusnya berakhir di 31 Maret 2023 diperpanjang menjadi 31 Maret 2024, tentunya dengan beberapa batasan. Hal ini sudah menjadi sinyal bahwa bisnis perbankan masih belum baik-baik saja.

Kembali lagi, dengan kenaikan BI rate akan memaksa bank mengkoreksi ulang suku bunga simpanannya. Jika suku bunga simpanan naik, maka pastinya berdampak pada kenaikan suku bunga kredit.

Sebaiknya saat ini bank-bank harus melakukan kajian potensi penyesuaian suku bunga simpanan dengan mempertimbangkan likuiditas pasar, struktur biaya dana, respon dari bank lain serta dampak terhadap peningkatan suku bunga kredit.

Memang keputusan menaikkan tingkat suku bunga kredit ini tidak mudah. Dampak yang terlihat adalah simbol tidak kompetitifnya sebuah bank. Tapi bagaimana lagi, salah satu cara untuk menaikkan laba adalah menjual bunga yang relatif tinggi terlebih di skim-skim kredit yang minim pesaing.

Tentu konsekuensi ketika menaikkan suku bunga kredit ini adalah petugas bank harus memberikan layanan prima, sebagai balasan kepada calon nasabah. Dengan demikian aib suku bunga tinggi bisa tertutup dengan pelayanan yang baik.

Lalu kenapa kemudian memilih menaikkan suku bunga? Dengan menjual suku bunga yang relatif tinggi akan memberikan kontribusi laba yang nyata terhadap portofolio kredit. Harapannya sebagian laba ini akan dijadikan cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi.

Ingat, program restrukturisasi yang sudah berjalan tiga tahun ini belum sepenuhnya berhasil. Sebagai bukti adalah diperpanjangnya program ini setiap tahun karena faktanya banyak debitur yang belum kembali pulih.

Di sisi lain imbas dengan naiknya bunga simpanan seperti deposito akan menambah beban perusahaan lantaran harus membayar jasa hasil deposito lebih tinggi kepada nasabah. Oleh karena itu, perbankan harus menaikkan suku bunga kredit agar tidak menanggung biaya cost of fund yang melambung tinggi.

Sebenarnya ada sebagian bank - bank yang menutupi kesehatannya dengan pola restrukturisasi. Mereka seolah-olah sehat karena debitur tersebut berstatus lancar, namun bisa menjadi bom waktu dikemudian hari karena bank terlambat mengantisipasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Padahal waktu yang disediakan dalam melakukan upaya menjual aset debitur cukup terbuka lebar, namun faktnya banyak kendala karena sulitnya menjual aset disaat sekarang ini.

Saya meyakini bahwa pembentukan cadangan ini adalah kunci eksisnya bank pada tahun 2023 ini. Survei Bloomberg di Juli 2022 yang mengatakan bahwa kecil kemungkinan Indonesia terjadi resesi cukup sedikit melegakan kita, namun sekali lagi ini tidak bisa dianggap remeh.

Pencadangan kerugian harus menjadi prioritas perbankan agar tetap bertahan ditengah ketidakpastian situasi ekonomi. Kalau perlu, jika selama ini cadangan kerugian dibentuk 100 persen, maka untuk saat ini dinaikkan menjadi 120 persen. Tentu dengan mempertimbangkan kondisi masing-masing perbankan.

Memang menaikkan suku bunga ini adalah kebijakan pisau bermata dua. Jika tidak hati-hati maka akan berbalik arah yakni produk tidak laku bahkan mencederai image perusahaan. Perlu analisa mendalam untuk membuat strategi menaikkan suku bunga.

Cara lain yang mungkin bisa digunakan selain menaikkan suku bunga adalah menambah personil tenaga pemasaran. Ini dilakukan untuk memastikan agar segera menguasai pasar.

Namun sekali lagi, opsi merekrut personil ini juga memilih dampak lain yakni munculnya biaya baru. Maka sekali lagi perlu kajian, opsi mana yang pas untuk diambil.

Disamping itu mulailah untuk melakukan efisiensi dalam operasional perbankan. Belanja-belanja rutin yang bisa ditekan pengeluarannya, lakukan selama bisa. Menaikkan rasio CASA adalah kewajiban agar dapat menurunkan biaya dana. Kemudian memperkuat tenaga pemasaran adalah wajib hukumnya.

Karena dengan terus melakukan penetrasi pasar, maka ada peluang yang tercipta dalam menaikkan volume kredit. Tentunya penterasi ini juga harus disesuaikan dengan strategi perusahaan untuk membidik segmen yang mana. Jangan sampai salah pilih segmen, karena akan berakibat fatal.

Di beberapa bank plat merah, terdapat skim-skim kredit yang memang menjadi nyawa. Seperti kredit multiguna untuk ASN atau KPR. Maka strategi selective growth masih relevan digunakan karena memiliki captive market yang bisa diandalkan.

Di sinilah opsi tidak menaikkan suku bunga bisa diambil, karena profil kredit multiguna yang melalui potong gaji memberikan rasa aman kepada perbankan.

Program-program pemerintah melalui stimulus pinjaman kredit juga harus menjadi perhatian bank-bank yang memang ditunjuk untuk menyalurkan kredit tersebut. Seperti program KUR. Program ini harus disukseskan sebagai bukti dukungan terhadap kebijakan pemerintah.

Dan yang terakhir, ekspansi kredit adalah keharusan, namun jangan sporadis atau lebih parahnya tidak memiliki bekal strategi dalam berperang. Tidak semua skim kredit menguntungkan ditengah ketidakpastian ini. Hal yang harus dilakukan adalah menganalisa dan memilah.

Alhasil, bank harus segera beradaptasi di tahun 2023 ini dengan menerapkan strategi baru, dan kembali pada jalur kinerja yang good performance. Harapannya, fungsi intermediary bank berjalan lancar dan mampu menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional.

*

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU