Optika.id - Fenomena pernikahan dini dan hamil di luar nikah yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai daerah Indonesia, khususnya Jawa Timur. Apalagi, pasangan tersebut masih berusia di bawah 20 tahun.
Baca Juga: Ini Resep Bagong Suyanto, Raih Peringkat 6 dari 100 Top Social Sciences
Kasus Pernikahan dini terjadi karena banyak faktor, kombinasi antara faktor budaya dan perkembangan masyarakat postmodern yang semakin terbuka untuk mengakses pornografi. Meskipun sudah ada Undang-Undang terkait dengan Perkawinan yang menaikkan batas usia menikah, tetapi masih ada hal-hal yang menjadi pemicu munculnya kasus Pernikahan Dini.
Dispensasi menikah adalah keringanan yang diberikan pengadilan agama kepada calon mempelai yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. Perihal dispensasi ini diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut undang-undang ini, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
"Adanya godaan gaya hidup serta munculnya sikap permisif memunculkan banyak pernikahan dini, pastinya itu karena hamil di luar nikah. Semakin berkembangnya teknologi, berkembangnya banyak aplikasi yang memudahkan remaja untuk mengakses pornografi," ungkap Dekan FISIP (Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik) Universitas Airlangga, Prof. Bagong Suyanto melalui sambungan telepon pada Optika.id, Kamis (19/1/2023).
Istilah Kawin Pemutihan
Jadi untuk menyiasati Undang-Undang, Bagong Suyanto menambahkan, mereka memilih untuk menikah siri dulu dan melahirkan anaknya, kemudian melaporkan perkawinannya.
"Mengatahui hal itu, KUA biasanya tidak bisa berbuat, kecuali mengesahkan pernikahan tersebut. Nikah siri atau pemutihan kawin adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih tanpa ada pemberitahuan atau dicatatkan melalui Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi pernikahan ini sudah memenuhi unsur-unsur pernikahan dalam Islam, yang meliputi dua mempelai, dua orang saksi, wali, ijab-kabul dan juga mas kawin," katanya.
Nikah Siri, katanya, mempunyai hukum yang sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut hukum positif (hukum negara). Yakni dengan mengabaikan sebagian atau beberapa aturan hukum positif yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 bahwa setiap perkawinan dicatatkan secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA).
Sedangkan instansi yang dapat melaksanakan perkawinan adalah Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama Non Islam.
"Oleh karena itu, pernikahan siri yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum, sehingga jika suatu saat mereka berdua punya permasalahan yang berkenaan dengan rumah tangganya seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, warisan, perebutan hak asuh anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama dan pengadilan agama tidak bisa memutuskan bahkan tidak bisa menerima pengaduan mereka berdua yang sedang punya masalah," jelasnya.
Rawan Perceraian
Ketidaksiapan mental, kata Bagong, menghadapi kehidupan rumah tangga yang semakin hari semakin berat. Anak yang menikah dini sangat rawan terjadinya perceraian karena ketidaksiapannya untuk menjalankan hidup sendiri. Semakin banyaknya janda anak, tentu akan sangat membebani keluarga mereka.
"Mereka bercerai karena secara psikogis masih anak, tetapi dibebani tanggungjawab mengasuh anak, beban ini tentu akan menjadi berat kalau tidak ada kerabat yang membantu," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Banyak pasangan yang melangsungkan nikah dini atau terlalu muda justru berujung pada perceraian. Ditinjau dari berbagai segi, pernikahan dini tidak berdampak positif bagi keberlangsungan pernikahan," imbuh Bagong.
Dari segi psikologis, lanjutnya, kondisi masih labil sehingga jika menghadapi masalah rumah tangga lebih mengedepankan emosi dan mengabaikan akal sehat. Artinya pasangan muda kurang bertanggung jawab dalam berumah tangga sebagai suami istri.
"Sementara dari segi ekonomi pasti belum mapan karena belum memiliki pekerjaan tetap sehingga menambah status kemiskinan pada daerah setempat. Bahkan dari sisi kesehatan, pernikahan dini akan merugikan alat reproduksi perempuan karena makin muda menikah, semakin panjang rentang waktu bereproduksi," jelas Bagong.
Kurangnya Pengawasan Orangtua
"Pengawasan kedua orang tua yang kurang memperhatikan anaknya juga bisa menjadi penyebab. Dalam lingkungan peer group yang permisif juga bisa menjadi faktor tambahan. Banyaknya kedua orangtua yang membiarkan anak-anaknya bergaul tanpa mengetahui kondisi dan kabar dari sang anak, juga bisa menimbulkan pergaulan bebas yang kemudian dapat memicu terjadinya pernikahan dini," sambungnya.
Menurut Bagong, menikah di umur lebih dewasa akan menimbulkan banyak manfaat lebih baik itu bagi anak maupun bagi orang tua. Kedua orang tua tidak bersusah payah untuk membantu anaknya saat berumah tangga karena sudah dianggap siap menghadapi kehidupan setelah pernikahan.
"Selain itu, orang tua turut bahagia karena akan mendapatkan cucu baru dari anaknya, bukan karena faktor hamil di luar nikah, hal-hal tersebut sangatlah tidak diinginkan kedua orang tua," tandasnya.
Solusi yang Tepat
Bagong menuturkan, solusi yang tepat untuk mengatasi pernikahan dini serta adanya fenomena hamil di luar nikah adalah dengan memberi kesempatan dan tawaran yang menarik.
"Agar anak-anak bisa mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang menyenangkan, kegiatan yang lebih positif dapat membuat anak menjadi semakin produktif. Tidak dibiarkan untuk sehari-hari memegang gadget, itu juga bisa menimbulkan kerusakan mata," tukasnya.
Menghindari gadget, katanya, secara terus menerus bisa membuat mereka tidak larut dalam godaan cyberporn sehingga mereka tidak akan terjun secara bebas dan masih terkendali oleh kedua orangtua.
"Hari-hari mereka harus benar-benar diperhatikan, mengisi kegiatan yang menarik, kegiatan yang tidak boring, sehingga mereka akan merasa senang, merasa terlindungi, dan sebagai kedua orangtua juga merasa aman ketika anaknya tidak berbuat hal-hal yang tidak diinginkan," pungkas Dekan FISIP Unair tersebut.
Editor : Pahlevi