Optika.id - Pengamat media sosial dari Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan jika engagement atau tingkat keterlibatan audiens TikTok sangat tinggi jika dibandingkan dengan media sosial lainnya. Dia mencontohkan, saat ada seseorang yang mempunyai akun TikTok dan Twitter dengan followers masing-masing 1000, maka akun TikToknya akan lebih banyak mendapatkan view, like, serta comment dengan mudah. Selain itu, daya tarik TikTok yang cukup populer yakni format video pendeknya.
Baca Juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!
Fahmi menilai saat ini TikTok sudah menjadi distributor konten, bukan lagi sekadar media sosial. Pasalnya, orang yang tidak memiliki akun TikTok saja tetap bisa melihat konten dari aplikasi tersebut ketika dibagikan di media sosial lain serta televisi.
User mudah untuk men-download kemudian men-share. Jadi terdistribusi, mudah tersebar ke medsos lain. Entah itu politisi atau siapa pun, mereka pasti tergiur dan tertarik memanfaatkan TikTok ucapnya ketika dihubungi Optika.id, Sabtu (21/1/2023).
Lebih lanjut, dia mengingatkan para pngguna TikTok agar tetap kritis karena video pendek yang di TikTok bisa dibuat-buat dengan menyertakan bantuan professional, maka dari itu banyak yang mudah dipoles citranya.
Hal tersebut bertujuan agar para pengguna bisa melihat rekam jejak partai maupun politisi agar tak silau dengan citra yang dibangun mereka di TikTok. Caranya menurut Fahmi cukup mudah yakni dengan melacak lewat Google.
Kalau enggak muncul sama sekali di Google, mungkin orang ini enggak banyak rekam jejaknya. Meskipun dia punya konten TikTok yang banyak atau mungkin yang muncul malah konten TikTok dia sendiri, enggak ada konten yang lain. Nah, berarti kan belum jelas rekam jejaknya, kata dia.
Fahmi menyambung, cara untuk melacak rekam jejak lainnya yakni dengan menyaring konten para aktor politik di TikTok. Sebab, tak menutup kemungkinan jika akun TikTok para politisi yang dilihat ternyata orang yang pernah tersandung kasus tertentu dan masyarakat sudah melupakan skandalnya tersebut.
Yang kita tahu paling tokoh-tokoh yang terkenal, seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, atau yang sering disebut sebagai capres. Tapi yang lain-lain gimana? Kan kita enggak tahu, apalagi nanti ada caleg, ungkapnya.
Senada dengan Fahmi, Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing mengatakan jika partai politik dan para politisi yang main di TikTok mengejar pemilih muda untuk Pemilu 2024. Keberadaan TikTok ditengarai dapat membuat aktor politik menjadi populer
Baca Juga: Tiktoker Ini Ungkap Jika PDIP Usung Anies, Seluruh Daerah Terkena Dampak Positif!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena memang TikTok ini efeknya bisa kepada knowledge, attitude, dan tentunya behavior, katanya, Sabtu (21/1/2023).
Dia menilai jika TikTok memiliki kemampuan dalam mendorong terjadinya voting behavior yakni memilih sosok atau parpol yang eksis nangkring di TikTok.
Masih sepakat dengan Fahmi, Emrus menyarankan agar pengguna TikTok selalu menyaring konten politik yang muncul di halaman akunnya. Bisa jadi, yang terlihat di platform tersebut hanyalah citra semata dan tak berbanding lurus dengan dunia nyata seorang politikus atau mencerminkan sikap partai politik itu sendiri.
Bisa saja seorang sosok atau aktor politik itu secara sosmed atau berdasarkan berita-berita kurang produktif, sehingga inilah kesempatan bagi masyarakat untuk mengoreksi tokoh-tokoh tersebut, tuturnya.
Baca Juga: Pelajar Surabaya Ini Kampanye Anti Kekerasan Seksual di Dunia Digital
Diketahui dalam laman resmi TikTok memberi informasi bahwa akun pemerintah, politisi dan partai politik dibatasi. Misalnya, tidak menyediakan fitur program insentif dan monetisasi creator, kemudian melarang iklan politik serta melarang penggalangan dana kampanye.
Sementara itu, Ujang Komarudin selaku Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) berpendapat bahwa politisi dan partai politik pasti akan ikut-ikutan tren. Suka atau tidak suka. Maka dari itu, dirinya mengaku tak heran jika banyak yang menceburkan diri ke TikTok.
Ujang menuturkan, dalam membentuk citra dan kampanye, media sosial seperti TikTok adalah tempatnya. Ia memandang, dalam politik, siapa yang menguasai media sosial bisa berkait erat dengan pemberitaan.
Misal Ganjar. Makanya, dia elektabilitasnya naik, ujarnya.
Editor : Pahlevi