Optika.id - Jam satu sore kami ketemu kangen-kangenan dengan Pak Daniel, begitu saya panggil Prof Ir. Daniel Muhammad Rosyid, M.Phil, Ph.D, MRINA. Nama aneh: orang Islam nekek, tapi nama depannya Daniel. Orangnya bagus, gesit, cekatan, dan cerdas. Sudah lama saya bersahabat dengannya.
Baca Juga: Rebuilding Indonesia Anew
Saya tahu Daniel dari tulisan-tulisan di media massa sejak jaman Orde Baru. Saya yakin Daniel tahu saya juga dari koran-koran. Kita kenal dulu dari media massa dan dunia intelektual kampus, meski belum ketemu orangnya. Baru setelah itu ketemu dibeberapa seminar dan akhirnya sama-sama menjadi Tim Ahli DPRD Jatim awal reformasi.
Fisiknya nyaris tidak berubah, meski sudah dimakan waktu puluhan tahun. Tetap ganteng dan enerjik. Hanya saja saya merasakan ada yang sedikit beda dari Daniel dulu. Daniel sore itu duduk bersanding dengan istrinya, sama-sama minum kopi ringan. Kita duduk di pojok coffee Bean Transmart, jalan Kali Rungkut, Surabaya. Saya ditemani kawan-kawan reporter Optika.id
Dan kita bicara ngalor ngidul tentang kekinian. Sebenarnya tipis tipis saja. Tidak perlu masuk ke urusan serius. Apalagi yang berat-berat. Tapi tatkala menyentuh politik dan negara maka benar dugaan saya Daniel terasa gelisah dan kecewa terhadap realita negara. Sebenarnya hari ini negara kita memang tidak baik-baik saja. Banyak orang punya alasan kecewa dan gelisah. Saya pun merasakan itu.
Ternyata yang ditulis Daniel dalam Optika.id sama kritisnya dengan yang diomongkan sore itu. Daniel berada pada posisi kritis terhadap rezim, keadaan politik negara, dan arah perkembangan yang dianggapnya tambah buruk. Bahkan negara sudah diibaratkan sebagai Republik Lontong Sayur yang yang gurih, lunak, renyah, encer, empuk, dan mudah disantap habis. Sangat menggiurkan pemodal, terutama asing. Soal rasanya lain lagi, urai Daniel dalam salah satu artikelnya di Optika.id.
Daniel orang yang konsisten: pikiran kritisnya dan tempat tinggalnya yang ke luar dari perumahan ITS (Intitute Sepuluh November Surabaya) selaras. Daniel ke luar dari perumahan ITS karena menjauhi pikiran formal kampus yang telah dikooptasi rezim. Saya melihat Daniel sekarang menjadi orang merdeka dengan sesungguhnya. Merdeka dari fasilitas negara, merdeka dari dominasi pemikiran politik rezim, dan merdeka dari pemikiran status quo.
Bincang Politik dengan Orang Merdeka
Sore itu jadi gayeng obrolan kita karena orang merdeka itu sedang gelisah. Gelisah karena dominasi parpol (partai politik) dalam menentukan jalan masuk ke DPR, DPRD, Kepala Daerah, dan Presiden dan Wakil Presiden.
Masak yang bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden hanya parpol. Ini tidak adil. Harusnya golongan fungsional dan Lembaga sosial-keagamaan juga bisa. Seperti Muhammadiyah dan NU harus berhak juga mengusung, katanya kritis.
Apa dasarnya hanya parpol yang boleh mengusung presiden? Protes Daniel. Semua Lembaga sosial, agama, ekonomi, dan hukum punya hak sama. Coba lihat akibat dari dominasi dan keserakahan parpol itu? Masyarakat tidak bisa memilih kandidat presiden terbaik. Semua orangnya parpol. Kandidat tidak berkualitas. Karena itu wajar kalau oligarki bisa bermain disemua hajatan itu, urainya berapi-api sambal sekali-kali nyruput kopinya.
Menurut Daniel kualitas politisi, pimpinan negara, parlemen, dan Lembaga politik lainnya semakin tidak berkualtas. Peran oligarki sangat besar dan gampang didekte dan dikuasai asing dalam banyak hal. Semua itu dianggap kemunduran Indonesia. Menurut Daniel penyebab utamanya adalah amandemen Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Amandemen UUD 1945 penyebab utama kekacauan negara saat ini.
Baca Juga: Kekalahan Resmi Politik Islam di Indonesia
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
UUD 1945 harus diadendum agar rakyat bisa mengoreksi dan menghilangkan dominasi parpol, usulnya berapi-api. Hanya dengan addendum UUD 1945 maka peran parpol yang besar bisa dikurangi. Maksud addendum UUD 1945 bagi Daniel adalah pelaksanaan UUD 1945 yang sudah diamandemen telah berjalan melenceng.
Semakin tidak adil. Semakin tidak ada musyawarah mufakat. Addendum adalah memperbaiki dan meluruskan UUD 1945 yang melenceng dalam hal-hal atau Pasal-Pasal terbatas.
Diskusi bersama Daniel Rosyid
Untuk mengakhiri jalan yang salah dan melenceng itu maka harus diadendum UUD 1945 yang telah diamandemen, katanya. Menurutnya MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat harus dikembalikan sebagai Lembaga tertinggi negara.
Baca Juga: Kembali ke UUD1945: Challenges and Responses
Menurut Daniel presiden bisa diangkat atau dipilih lagi oleh MPR. MPR yang telah dirubah dalam UUD 1945 yang telah diadendum, maksudnya. Di sana ada golongan fungsional dan utusan daerah sehingga tidak monopoli parpol. Parpol tidak boleh monopoli kekuasaan. Akibatnya kualitas demokrasi dan pilpres (pemilihan presiden) buruk kayak sekarang ini, urai Daniel.
Ahli Kapal, Tapi Suka Politik
Rasanya tidak ada akhirnya ngobrol politik dengan Daniel. Di samping luas wawasannya juga militan. Ngobrol politik dengan dia selalu asyik dan menarik. Saya rasakan setiap ketemu Daniel yang muncuat selalu ngomong politik. Padahal dia ahli perkapalan. Daniel adalah Guru Besar Fakultas Teknik Perkapalan ITS. Belum pernah saya mendengar tentang kapal dan laut dari dia.
Sore itu kopi kita rasanya tetap panas, meskipun sudah lebih dari 1 jam ngobrol. Topik politik dan negara kekinian. Gagasan juga pikirannya liar merdeka. Itu bukan pikiran ilmuwan politik, tapi gagasan orang merdeka dan bersahaja. Yang memilih hidup merdeka, dekat masjid, dan jalur kritis terhadap negara. bagi saya dia lebih cocok sebagai professor politik daripada ahli perkapalan dan kelautan.
Tulisan: Aribowo
Editor : Pahlevi