Optika.id - Zulkifli Hasan, Ketum DPP PAN (Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional), tetap optimis meskipun Partai Ummat berhasil lolos menjadi kontestan pileg (pemilihan umum legislatif 2024). Menurut Zulhas, sebutan akrabnya, saat ini PAN punya pendukung baru setelah ditinggalkan Amien Rais.
Baca Juga: Surya Paloh Tak Hadir dalam Silaturahmi Ketum Parpol Bersama Jokowi, Ini Tanggapan NasDem dan PAN
Kami bertambah banyak. Dulu di Tapal Kuda itu enggak bisa masuk, sekarang diterima. Bahkan caleg-caleg kami banyak (kalangan) Gus, sekarang, kata Zulhas saat diskusi dalam program Talk Politic with Reinhard di MNC News, Selasa (24/1/2023) lalu.
Hal yang menarik saat ini PAN di Jawa Timur ada yang menyebut PAN itu Partai Anak Nahdliyin, tutur Zulhas. Saat ini PAN sudah mulai bisa menembus basis NU (Nahdatul Ulama) di Jawa Timur.
Di sisi lain Waketum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi, menepis prediksi LSI (Lembaga Survei Indonesia) PAN bakal tidak lolos parliamentary threshold (PT) 4 persen dalam pileg 2024 (pemilihan umum legislatif). Menurut Viva Yoga sejak pileg 2004 hingga saat ini (menjelang pileg 2024) LSI selalu memprediksi PAN sebagai parpol (partai politik) nasibnya satu koma (disingkat nasakom) alias di bawah PT.
Mereka konsisten melakukan kesalahan sampai 2023. Kenapa begitu? Kan tidak terbukti di Dapil," banta Viva Yoga kepada awak media di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Kamis (9/2/2023).
Viva Yoga, tokoh PAN asal Lamongan Jawa Timur itu, menunjukkan data sebaliknya yaitu kursi PAN selalu lolos dengan jumlah kursi 38 (pemilu 2004), 53 (pemilu 2009), 48 (pemilu 2014), sekarang 44 (pemilu 2019) di DPR RI," kata politisi PAN dari dapil (daerah pemilihan) Lamongan dan Gresik itu. Artinya PAN selalu lolos PT dan bukan partai nasakom.
Diakui oleh Viva Yoga bahwa PAN selalu melakukan survei internal. Hasilnya memang berbeda dengan hasil survei LSI. Survei internal PAN menempatkan partai yang telah ditinggalkan Amien Rai itu diprediksi lolos parliamentary threshold untuk Pemilu 2024.
Lembaga Lain: PAN Tidak Lolos PT
Sebenarnya tidak hanya LSI yang menghasilkan elektabilitas PAN tidak terlalu menggembirakan. Berbagai Lembaga survei selalu menempatkan PAN di bawah PT. berikut beberapa Lembaga survei itu
1. Survei Indikator Politik
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 1 sampai 6 Desember 2022 menghasilkan elektabilitas parpol sebagai berikut PDIP dengan angka 25,7 persen. Kemudian disusul Golkar (10,5%), Gerindra (9,5%), Demokrat (9,0%), PKB (7,4%), Nasdem (5,1%), PKS (4,4%), Perindo (2,8%), PAN (2,3%), dan PPP (2,1%).
2. Survei Indo Riset
Sementara itu, berdasarkan hasil survei Indo Riset yang dirilis, Selasa (3/1/2022), Survei Indo Riset dilakukan pada 12-17 Desember 2022 melalui tatap muka menggunakan kuesioner.
Berdasarkan survei Indo Riset elektabilitas PDIP sebesar 26 persen, disusul Gerindra 12,6%, Golkar 12%, Demokrat 9,6%, PKB 8,7%, NasDem 6,5%, dan PKS 6,4%. Dalam survei itu, partai politik yang terancam tak lolos ambang batas parlemen 4 persen adalah PPP 3,6%, Perindo 3,1%, PAN 2,1%, Hanura 0,8%, PSI 0,6%, Garuda 0,3%, Partai Ummat 0,3%, PBB 0,2%, Gelora 0,2n Partai Buruh 0,2%.
3. Survei indEX Research
Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research pun merilis hasil survei elektabilitas partai politik pada Kamis (29/12/2022). Dalam hasil surveinya, elektabilitas PDIP mencapai 18,5 persen, disusul Gerindra sebesar 12,0 persen, Demokrat 7,4,persen, Golkar 7,1 persen, PKB 6,8 persen, PSI 6,2 persen, PKS 5,6 persen. Kemudian PAN 2,7 persen, PPP 2,1 persen, NasDem 1,7 persen, Perindo 1,5 persen, dan Gelora 1,0 persen.
Elektabilitas partai-partai lainnya di bawah 1 persen, yaitu Hanura (0,6 persen), Partai Ummat (0,5 persen), PBB (0,2 persen), dan Garuda (0,1 persen). Partai-partai baru masih nihil, yaitu Partai Buruh dan PKN, sedangkan sisanya tidak tahu/tidak jawab 26,0 persen.
4. Survei SMRC
Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan 3-11 Desember 2022 mengungkap elektabilitas PDIP 24,1 persen, disusul Golkar 9,4 persen, Gerindra 8,9 persen, dan Partai Demokrat 8,9 persen.
Sementara itu PKS 6,2 persen, PKB 6,1 persen, Perindo 4,6 persen, Nasdem 3,2 persen, PPP 2,9 persen, dan PAN 1,7 persen. Sedangkan partai-partai lain mendapat dukungan di bawah 1 persen, dan yang mengaku belum tahu ada 20,9 persen.
5. Survei Charta Politika
Survei Charta Politika yang dilakukan 8-16 Desember 2022 menempatkan elektabilitas PDIP dalam elektabilitas 23,5%. Kemudian Gerindra dengan angka elektabilitas 13,7%, disusul Golkar 9n PKB 8,7%.
Charta Politika juga mencatat elektabilitas Partai Demokrat 7,7%, PKS 7,2%, Nasdem 4,3%, PAN 3,5%, Perindo 3,4%, PPP 3,0%. Elektabilitas partai lainnya, menurut survei Charta Politika masih di bawah 1%.
6. Survei Poltracking Indonesia
Baca Juga: PPP Ragu Pemilu Digelar di 2024, PAN: Tidak Ada Penundaan Pemilu
Survei Poltracking Indonesia yang dirilis, Kamis (22/12/2022). Menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan lembaga survei lainnya. Hasil survei Poltracking menempatkan PDIP elektabilitasnya sebesar 23,2 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di posisi kedua, ada Partai Gerindra (11,1 persen), kemudian Golkar (9,3 persen), Nasdem (6,9 persen), Demokrat (6,7 persen). Setelah itu PKB (5,6 persen), PKS (5,3 persen), PAN (4,1 persen), Partai Perindo (2,8 persen) dan PPP (2,0 persen).
7. Survei LSI
LSI dalam surveinya membuat 4 kategori yaitu ada 3 parpol dengan elektabilitas tinggi (Big 3), Parpol dengan kategori Menengah dengan elektabilitas 4-10 persen, Parpol Kecil dengan elektabilitas 1-4 persen, dan Parpol Nol Koma Lima.
Lihat grafis Optika.id di bawah ini
Optimisme atau PInya Kabur?
Optika.id mencoba membaca fenomena turun dan naiknya parpol dalam pileg melalui pakar ilmu politik. Seorang ilmuwan politik yang intensif survei elektabilitas parpol dan kandidat capres sejak 15 tahun terakhir adalah Muhammad Arif Afandi. Muhammad Arif Afandi adalah dosen Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya dan kandidat doktor Fisip Universitas Airlangga.
Muhammad Arif Afandi, dosen Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengurakan bahwa dalam pemilu seringkali pemilih menjatuhkan pilihannya karena 2 faktor besar. Pertama karena party identification (PI). PI berarti parpol selalu mempunyai nilai atau ideologi tertentu yang menjadi ciri identitas partai tersebut. Masyarakat pemilih mengindentifikasi dirinya kepada partai tersebut karena nilai dan ideologi partai.
Tidak hanya nilai atau ideologi yang menjadi ciri PI suatu parpol juga bisa dilihat dari figur pimpinan yang kuat. Ketokohan parpol menjadi ciri PI yang kuat juga.
Kuatnya masyarakat tertentu mengidentifikasikan dirinya pada institusi atau ketua partai menjadikan mereka sebagai captive atau pemilih setia partai tersebut. Nilai institusi partai yang kuat dan jelas dan figur ketua yang kuat menjadikan partai tersebut secara institusional kuat PInya. Masyarakat yang terikat PI partai tersebut menjadikan pemilih itu sebagai captive partai tersebut.
Baca Juga: Zulhas Isyaratkan Dukung Ganjar, Pengamat: PAN Tegaskan Dukungannya ke Jokowi
Kedua ditentukan oleh figur kandidat (caleg) yang kuat sehingga masyarakat tertarik untuk memilihnya. Kuatnya kandidat itu ditentukan banyak variabel: mulai dari sosiologi, psikologi, maupun rasional, tulis Andik, sapaan akrab Muhammad Arif Afandi kepada Optika.id melalui WhatsApp, Ahad, (12/2/2023).
Menurut Andik lolosnya PAN dalam pileg 2004 hingga 2014 didukung oleh faktor PI dan ketokohan kandidat parpol. PAN masih kuat imej sebagai parpol reformis, kritis, Muhammadiyah, dan Amien Rais. Di sisi lain banyak kandidat pileg PAN adalah tokoh populer: dari artis hingga tokoh-tokoh daerah yang kuat elektabilitasnya dan kemampuan memobilisasi massa, urai dosen yang rajin survei tentang pemilu itu.
Jika diperhatikan hasil pemilu PAN dari 2009-2019 cenderung merosot. Hasil PAN dalam pemilu 2009 sebesar 53 kursi lalu turun menjadi 48 kursi (pemilu 2014) dan akhirnya menjadi 44 (pemilu 2019). Sejak pileg 2009 ada indikasi kuat faktor PI PAN relatif merosot sehingga lolosnya PAN ke dalam Senayan karena faktor kandidat pileg PAN. Karena itu jika jadi ditetapkan oleh mahkamah Konstitusi menjadi proporsional tertutup maka PAN bakal susah lolos ke Senayan, prediksi Andik.
Jika mengikuti analisis Andik maka guyonan Zulhas tentang sebutan PAN di Jawa Timur sebagai Partai Anak Nahdliyin justru sebagai indikator melemahnya PInya PAN. Bukan sebagai menguatnya dukungan dari komponen masyarakat Nahdliyin. Berubahnya sikap dan tindakan PAN dari parpol kritis terhadap negara, reformis, rasional, dan parpolnya Amien Rais menjadi parpolnya Istana, parpolnya Joko Widodo, parpol koalisi pemerintah, dan parpolnya Zulkifli Hasan menyebabkan lemahnya PInya PAN.
Pada aras grass root PAN yang sebagian besar adalah captive Muhammadiyah bisa berubah jika PInya berubah. Menurut Andik, para pemilih Prabowo Subianto dalam pilpres 2014 dan 2019 bukan karena mereka melihat Prabowo itu sebagai figure pemimpin Islam ideal, tetapi karena mereka tidak mau memilih Joko Widodo (Jokowi). Mereka tidak punya alternative karena hanya ada 2 pasangan.
Perilaku pemilih PAN, utamanya dari unsur Muhammadiyah, untuk pileg dan pilpres 2024 nyaris tidak berubah. Mereka tidak mau memilih Jokowi dan kandidat yang didukung atau direpresentasikan sebagai pengganti Jokowi. Analisis Andik, jika Ganjar Pranowo direpresentasikan sebagai jagonya Jokowi atau pengganti Jokowi atau penerus Jokowi maka sangat potensial captivenya PAN itu tidak akan memilih Ganjar.
Jika PAN dengan KIBnya (Koalisi Indonesia Bersatu) bakal menentukan Ganjar sebagai cawapresnya maka dua (2) unsur atau faktor yang menentukan orang memilih dalam pemilu bakal terpenuhi dalam diri PAN. PInya PAN sudah berubah dan faktor sosiologis dan psikologis pemilih pun berubah.
Sebagian besar captive pemilih PAN adalah Anies Rasyid Baswedan, kata Andik. Bukan Ganjar atau Jokowi. Utamanya mereka yang berasal dari Muhammadiyah. Memang masuknya PAN dalam koalisi rezim Jokowi menempatkan PAN dalam keadaan dilematis, utamanya bagi politisi daerah PAN.
Di sini problem mendasar PAN dalam pileg dan pilpres 2024. Tapi itukan hipotetis, kata Andik. Banyak hal sepanjang 2023 hingga 2024 bisa muncul dan mengubah segalanya, tutur dosen muda Unesa itu.
Tulisan: Aribowo
Editor : Pahlevi