Optika.id, Jakarta - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) masih memiliki sejumlah subtansi yang mengundang pro dan kontra.
Baca Juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024
Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah mengatakan, sebelum mengesahkan Perppu tersebut menjadi Undang-Undang (UU), DPR perlu melakukan kajian mendalam terkait keefektifan dalam menarikinvestordan menciptakan lapangan kerja sebelum mengesahkannya menjadi UU.
Hal itu untuk menghindari produk legislatif DPR justru menjadi macan ompong.
Makanya menurut saya DPR perlu hati-hati, mengkaji dulu, juga harus diperhatikan suasana yang terjadi belakangan. Itu tergantung dari kebijaksanaan dan sense of crisis DPR. Saya khawatir UU itu akan menjadi macan ompong, kalau tidak bisa menjawab apa-apa, ujarnya, Rabu (15/2/2023).
Dia menyebut, DPR patut bisa menjawab pertanyaan publik terkait manfaat ekonomi dari aturan tersebut untuk masyarakat. Publik itu selalu mempertanyakan. Jangan hanya buat UU, tapi ujung-ujungnya tidak memenuhi perut masyarakat. Itu yang penting, tegasnya.
Menurutnya, saat ini bola panas Perppu ada di tangan DPR. Kalau memang DPR memandang itu mau disahkan ya memang kewenangannya. Persoalan yang mendasar, apakah perppu itu betul-betul bisa menjawab tantangan penciptaan lapangan kerja dan investasi? Mampukah perppu itu ketika sudah menjadi UU sebagai instrumen pencegah resesi Indonesia, katanya lagi.
Sementara Menteri Kordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai penerbitan Perppu Cipta Kerja sangat mendesak dan penting dalam mencegah terjadinya krisis perekonomian. Ketum Golkar itu mendorong DPR untuk bisa menyetujui Perppu tersebut menjadi undang-undang.
Menko Airlangga menyebut bahwa Perppu Ciptaker diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum bagi investasi dan dunia usaha. Terutama dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat.
Baca Juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi
Dalam hal DPR RI dapat menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan menyepakati RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Kami optimis bahwa pemerintah akan tetap dapat mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dimana pada tahun 2022 kita dapat mencapai 5,31 persen yang merupakan capaian tertinggi selama masa Presiden Jokowi, katanya dalam Rapat Kerja Pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara, Pengamat Ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono mengatakan, ada momentum yang diambil pemerintah dalam menyusun Perppu Cipta Kerja. Pro kontranya sudah tidak banyak, namun lepas dari itu membaca jangka panjang ekonomi Indonesia dengan melihat momentum dan bahkan memanfaatkan momentum untuk cepat pulih dari memar karena pandemi perlu kebijakan yang adaptif, tegas Aditya.
Aditya mengakui, bahwa urgensinya muncul dikarenakan banyak regulasi untuk bisnis yang ada saat ini masih rumit dan tumpang tindih. Alhasil, kondisi ini membuat pengusaha sulit dalam mendirikan ataupun mau menjalankan usahanya.
Ketika investasi bertambah, imbasnya nanti akan berujung ke penciptaan lapangan kerja yang bakal menekan angka kemiskinan ataupun pengangguran, jelas Aditya.
Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
Secara keseluruhan, Adhitya menambahkan, UU Cipta Kerja mendukung terjadinya kondisi full employment dan berusaha untuk menyerap angkatan kerja sebanyak mungkin melalui instrumen investasi serta fleksibilitas pasar tenaga kerja.
UU Cipta Kerja ini juga berusaha menciptakan produktivitas serta menghilangkan biaya yang tidak diperlukan. Contohnya seperti perubahan hitungan upah minimum yang memperhatikan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi, kata Adhitya.
Pro kontra Perppu Ciptaker muncul pada sisi ketenagakerjaan. Hal ini jangan diabaikan oleh pemerintah. Jika melihat dari aspek ketenagakerjaan menjadi rumit dan kusut karena banyak kepentingan yang bermain. Mendudukan masalah dengan hati-hati dan sikap bijak menjadi kunci utamanya, kata Adhitya.
Editor : Pahlevi