Optika.id - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril menyebut dalam waktu kurun lima tahun terakhir yakni sepanjang tahun 2016 hingga 2022 penderita sifilis di Indonesia mengalami peningkatan hingga 70%.
Baca Juga: Punya Penyakit Batu Empedu? Cegah dengan 3 Makanan Ini
Pada tahun 2016, ditemukan sebanyak 12 ribu kasus penyakit sifilis di Indonesia dan hal tersebut terus mengalami peningkatan hingga mendekati hampir 21 ribu kasus pada tahun 2022.
Salah satu penyebab meningkatnya kasus penyakit menular seksual tersebut yakni adanya perilaku seks berisiko yang dilakukan oleh orang tua, misalnya melalui seks oral atau seks anal.
Perilaku seks yang berisiko ini sangat mungkin untuk mencederai hak anak dan mengancam kelangsungan hidupnya karena bisa menimbulkan kecacatan, kata Syahril dalam keterangannya, Selasa (9/5/2023).
Dilansir dari data Kemenkes, perilaku seks yang berisiko tersebut membuka potensi ibu yang tertular dan menularkan sifilis kepada anaknya. Bahkan, presentasi terjadinya abortus, bayi lahir mati dan bayi terjangkit sifilis kongenital akibat penularan mencapai 69 80%.
Lebih lanjut, Syahril menyoroti sekitar 40% ibu hamil dengan sifilis tidak bisa mengakses layanan kesehatan yang cukup baik. sedangkan sebanyak 60% ibu lainnya tidak mendapatkan pengobatan sehingga berpotensi menularkan serta menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik Jelang Nataru, Kemenkes: Masih Terkendali
Menurut Syahril, rendahnya pengobatan ibu hamil dengan sifilis tersebut diakibatkan oleh adanya stigma dan unsur malu dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan hanya sebanyak 25% ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil akhirnya 5.590 ibu hamil positif sifilis, kata Syahril.
Berangkat dari situasi tersebut, Syahril menuturkan bahwa hal yang menjadi perhatian yakni bagaimana cara menghilangkan stigma buruk masyarakat kepada para pasien serta mendukung mereka agar segera melakukan pemeriksaan gratis yang telah disediakan oleh fasilitas layanan kesehatan pemerintah agar cepat mendapatkan penanganan atau mengakses obat yang diperlukan oleh penderita.
Baca Juga: Target Penurunan HIV AIDS di Indonesia Masih Belum Optimal
Hal lainnya yang harus diupayakan secara berkelanjutan dan sebagai pekerjaan rumah yakni memberikan pemahaman jika sifilis bisa dicegah dengan menggunakan alat pengaman yang bisa diakses oleh masyarakat seperti menggunakan kondom saat berhubungan seks, serta menghindari perilaku seks yang berisiko.
Sederet pekerjaan rumah untuk menangani penyakit menular seksual tersebut seyogyanya sudah dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 46 tentang Kesehatan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, keluarga dan orang tua diwajibkan untuk mengusahakan anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
Kalau pengobatan sifilis ada obat-obat yang digunakan tergantung tingkat klinisnya, mulai dari yang ringan hingga berat. Kalau ini diobati dengan baik, maka Insya Allah dia akan sembuh, terkendali, dan tidak menulari kepada orang lain, termasuk kepada bayi yang akan dilahirkan, ucap Syahril.
Editor : Pahlevi