Optika.id - Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah memiliki keputusan pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.
Baca Juga: Junimart Minta Semua Pihak Hormati Keputusan MK Soal Sistem Proporsional Terbuka
Hal itu dilontarkan Denny setelah mendapat informasi dari orang dalam MK, Ahad, (28/5/2023). Keputusan MK itu juga dibahas oleh Refly Harun Bersama Rocky Gerung dalam channel @Refly Harun, Ahad (28/5/2023).
Denny dan Refly Harun menerangkan ada 6 orang hakim MK yang setuju dan 3 orang menolak (dissenting opinion) sehingga putusan ke sistem proporsional tertutup (SPTp). Komposisi hakim yang setuju SPTp dan menolak memang fluktuatif.
Sebelumnya ada informasi dari Arif Afandi, Tim Ahli Optika.id, yang juga dosen UNESA (Universitas Negeri Surabaya), komposisi hakim MK selalu fluktuatif. Awal 2023 diinfokan masih kuat hakim MK yang menolak SPTp, namun pernyataan Denny kali ini menunjukkan perubahan komposisi hakim itu sangat cepat.
Lebih lanjut Denny menilai dengan pemilu coblos gambar parpol (partai politik) maka kita kembali ke sistem pemilu Orde Baru: otoritarian dan koruptif, katanya dalam detiknews, (28/5/2023).
Menurut Refly Harun MK telah menjadi alat kekuasaan negara atau pemerintah. MK telah menjadi penjaga oligarki, ujarnya dalam podcast channel@Reflyharun, (28/5/2023). Bahkan dalam podcast itu oleh Rocky Gerung MK disebutnya dengan istilah MKtokrasi.
Besarnya kekuasaan MK dan tunduknya kepada negara digambarkan oleh Refly Harun dan Gerung bahwa baru saja MK memutuskan penambahan masa jabatan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berlaku surut. Saat ini memutuskan pemilu dengan SPTp.
Yang menarik adalah jika putusan MK ini benar maka minoritas bisa mengalahkan mayoritas meskipun dengan argumennya kurang kuat. Sebanyak 8 parpol di DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) menentang SPTp.
Mereka adalah Partai Golkar, Gerindra, NasDem, Partai Amanat Nasional (PAN), PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrat (PD). Hanya PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang ngotot SPTp.
Jubir MK Belum Tahu
Baca Juga: Akhirnya MK Putuskan Coblos Caleg
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Juru Bicara (Jubir) MK, Fajar Laksono, menyatakan belum tahu adanya keputusan MK tentang sistem pemilu proporsional tertutup itu. Termasuk adanya hakim yang pro dan kontra itu.
"Saya belum tahu. (Soal dissenting opinion) Saya nggak tahu juga," ujar Fajar Laksono.kata Fajar saat dihubungi terpisah.
Saldi Isra menerangkan bahwa pada Selasa (25/5/2023), MK menegaskan sidang pemeriksaan judicial review soal sistem pemilu sudah selesai dilaksanakan. Dalam waktu dekat, MK akan memutuskan nasib sistem pemilu 2024, apakah proporsional terbuka, proporsional tertutup atau menggunakan model baru/campuran.
"Ini adalah sidang terakhir," kata Wakil Ketua MK, Saldi Isra saat sidang.
MK menghormati para pihak yang ingin mengajukan ahli untuk diperdengarkan keterangannya di sidang. Namun karena waktunya melewati batas waktu, maka terpaksa tidak bisa dihadirkan ke persidangan. MK memberikan alternatif untuk menuangkan pendapatnya secara tertulis.
Baca Juga: MK Putuskan Coblos Parpol: Kembali Beli Kucing Dalam Karung
"Kalau masih ada keberatan, silakan masukan ke kesimpulan, kami yang akan menilai keberatan itu," ujar Saldi Isra.
Ketua MK Anwar Usman meminta para pihak menyampaikan kesimpulan dalam jangka waktu sepekan ke depan. Setelah itu, MK akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim untuk memutus perkara itu. MK tidak menyebutkan kapan putusan itu akan diketok.
"Acara selanjutnya adalah kesimpulan dari masing-masing pihak, paling lambat 7 hari ke depan," ujar Usman.
Tulisan: Aribowo
Editor : Pahlevi