Bocoran Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Mahfud MD: Bisa Dikategorikan Pembocoran Rahasia Negara

author Seno

- Pewarta

Senin, 29 Mei 2023 00:20 WIB

Bocoran Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Mahfud MD: Bisa Dikategorikan Pembocoran Rahasia Negara

Optika.id - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengaku sudah mendapat bocoran terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Proporsional Terbuka Diputuskan, Pengamat: MK Penuhi Harapan Rakyat

Menurutnya MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup atau memilih gambar partai saja. Hal ini terkait gugatan atas sistem Pemilu saat ini, yakni sistem proporsional terbuka.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun angkat bicara. Menurutnya info yang diungkapkan ke publik tersebut, bisa dikategorikan sebagai pembocoran rahasia negara.

Oleh karena itu, Mahfud MD meminta Polri untuk menyelidiki informasi tersebut yang diklaim Denny didapat dari sumber terpercaya alias A1.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," cuit Mahfud menanggapi pernyataan Denny Indrayana di akun Twitter-nya @mohmahfudmd, seperti dikutip Optika.id, Senin (29/5/2023).

Menurut dia, putusan MK merupakan rahasia tingkat tinggi ketika belum dibacakan ke publik.

Bahkan, dia mengaku tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK sebelum sidang. Meskipun, dia merupakan mantan Ketua MK.

"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setetalah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," tulis Mahfud.

Pengakuan Denny Indrayana

Sebelumnya, Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Denny Indrayana, mengaku sudah mengetahui nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup atau kembali memilih tanda gambar partai saja.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan Pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, seperti dikutip Optika.id, Minggu (28/5/2023).

Pakar hukum tata Negara itu juga mendapatkan informasi, pada putusannya nanti hakim MK akan memiliki pendapat yang terbelah soal putusan tersebut. Komposisi putusan yang akan disampaikan Hakim MK akan adanya perbedaan pendapat atau dissenting opinion.

"Jadi putusan kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny.

Denny menyebut, informasi tersebut berasal dari orang yang kredibilitasnya dia percaya. "Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," tuturnya.

Dia meyakini, dengan pemilu sistem tertutup maka Indonesia akan kembali ke sistem pemilu di masa Orde Baru (Orba) yang otoritarian dan koruptif.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas," tukasnya.

Isu Besar Politik Indonesia

Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga merespons terkait isu tentang MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup pada kontestasi Pemilu 2024.

"Jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana 'reliable', bahwa MK akan menetapkan Sistem Proporsional Tertutup, dan bukan Sistem Proporsional Terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia," kata SBY seperti dikutip Optika.id, dari akun twitter pribadinya, Minggu (28/5/2023).

SBY melayangkan tiga hal berkaitan dengan sistem Pemilu yang hendak diputuskan MK. Ia mengira, hal ini mungkin juga menjadi pertanyaan mayoritas rakyat Indonesia dan mayoritas partai-partai politik.

"Pertanyaan pertama kepada MK, apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos'," ujarnya.

Baca Juga: Junimart Minta Semua Pihak Hormati Keputusan MK Soal Sistem Proporsional Terbuka

Pertanyaan kedua SBY kepada MK, benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka yang sudah berjalan ini bertentangan dengan konstitusi?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia mengingatkan, sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengann konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat, dalam hal ini Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka.

"Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya. Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat," tuturnya.

Ketiga kata SBY, penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden & DPR, bukan di tangan MK.

Oleh karenanya, semestinya Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Apalagi, kata dia, mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup.

"Saya yakin, dalam menyusun DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka. Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU dan Parpol harus siap kelola 'krisis' ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan Pemilu 2024. Kasihan rakyat," katanya.

SBY memandang, untuk Pemilu 2024 tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka. Setelah Pemilu 2024, Presiden dan DPR duduk bersama untuk menelaah sistem Pemilu yang berlaku.

"Untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik. Dengarkan pula suara rakyat," tandasnya.

Ditolak Mayoritas Parpol di Parlemen

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) sedang melakukan sidang uji materi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terhadap sistem proporsional terbuka yang digugat. Usai sidang terakhir pada 25 Mei 2023, MK menyatakan siap memberikan putusan dalam jangka waktu sepekan setelahnya.

Gugatan sistem pemilu tertutup sebetulnya sudah ditolak secara resmi oleh mayoritas partai di Parlemen. PDIP yang bersikeras ingin membuat sistem pemilihan kembali menjadi tertutup.

Baca Juga: Akhirnya MK Putuskan Coblos Caleg

Delapan ketua umum dan pimpinan partai politik parlemen berkumpul hari, Minggu (8/1/2023). Mereka menyatakan sikap menolak pemilu dengan sistem Proporsional Tertutup.

Usai pertemuan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali, dan Wakil Ketua Umum PPP Amin Uskara menyampaikan pernyataan sikap 8 Parpol.

Sementara Gerindra izin tidak dapat hadir namun menyampaikan sepakat dengan ketujuh parpol lain.

"Pertama, kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita," kata Airlangga di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1/2023).

Airlangga menyebut sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik.

"Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata dia.

Kedua, lanjut Airlangga, sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 yang sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum kita dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem

"Ketiga, KPU tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

Keempat, mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024 serta kepada penyelenggara Pemilu terutama KPU agar tetap menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 sesuai yang telah disepakati bersama

"Yang kelima, kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi. Demikian pernyataan politik untuk menjadi perhatian," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU