Optika.id - Jelang Pemilu 2024, masyarakat Indonesia dipusingkan dengan adanya kemungkinan perubahan aturan mengenai sistem proporsional terbuka dan tertutup pada pemilihan umum (pemilu) mendatang.
Hal ini tidak lepas dari dari adanya gugatan yang dilayangkan sejumlah penggugat atau pemohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Junimart Minta Semua Pihak Hormati Keputusan MK Soal Sistem Proporsional Terbuka
Dalam gugatannya, para pemohon dan penggugat meminta agar sistem pemilu 2024 nantinya bisa dilakukan dengan menggunakan sistem proporsional tertutup setelah dalam pemilu sebelumnya sistem yang digunakan adalah proporsional terbuka.
Pemilu dengan sistem Proporsional tertutup sendiri merupakan sebuah sistem yang mengharuskan masyarakat memilih logo parpol. Sementara penentuan calon terpilih dalam pileg ditentukan oleh partai.
Dalam sebuah diskusi yang ditayangkan oleh Metro TV, pemohon Sururudin mengaku kalau pihaknya mendorong adanya perubahan sistem pemilu karena sistem pemilu proporsional terbuka dianggap rumit dan membutuhkan anggaran yang besar.
Tidak hanya itu, kualitas anggota legislatif yang dipilih kualitasnya menurun tidak menghasilkan hal-hal yang signifikan.
Baca Juga: Akhirnya MK Putuskan Coblos Caleg
Sementara saat ditanya soal waktu pengajuan perubahan yang dinilai mepet, Sururudin mengaku kalau sedari awal pihaknya sudah mendorong agar proses persidangan soal sistem pemilu tersebut dilakukan dengan cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan pengajuan sistem pemilu ini sebutnya sudah dilakukan sejak November.
"Agak lama karena memang pihak terkait itu ada banyak ada sekitar 14 dan 15 yang membuat sidang ini panjang. Kalau sesuai rencana kami, kami mengajukan sejak November artinya masih satu tahun empat bulan," katanya seperti dikutip Optika.id, Jumat, (9/6/2023).
Baca Juga: MK Putuskan Coblos Parpol: Kembali Beli Kucing Dalam Karung
Lebih lanjut di kesempatan itu, dirinya menerangkan kalau pemilu sistem proporsional terbuka bukan hanya bertentangan dengan konstitusi yaitu banyaknya hal yang sangat dirugikan dengan dengan sistem pemilu terbuka.
"Karena itu dalam konstitusi sudah memerintahkan kepada kita sesuai Pasal 22E ayat 3 bahwa pemilu sistem DPR ini dipilih oleh Partai Politik. Hal ini berbeda dengan DPD," pungkasnya lagi.
Editor : Pahlevi