KPK Curigai PT Poltracking Indonesia Terima Uang Korupsi Bupati Kapuas Buat Tingkatkan Elektabilitas

author Eka Ratna Sari

- Pewarta

Rabu, 05 Jul 2023 17:32 WIB

KPK Curigai PT Poltracking Indonesia Terima Uang Korupsi Bupati Kapuas Buat Tingkatkan Elektabilitas

Optika.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencurigai PT Poltracking Indonesia menerima aliran uang korupsi dari Bupati nonaktif Kapuas, Ben Brahim S Bahat (BBSB). Uang tersebut diberikan agar Poltracking Indonesia dapat meningkatkan elektabilitas Ben dalam kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Tengah (Kalteng).

Baca Juga: Survei Parpol di Jatim Versi Poltracking, PKB Paling Kuat!

Dugaan tersebut terungkap saat tim penyidik memeriksa Anggraini Setio Ayuningtyas, Manajer Keuangan PT Poltracking Indonesia, pada Senin (3/7/2023).

Anggraini diperiksa sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan pemotongan anggaran yang seolah-olah merupakan utang kepada penyelenggara negara, disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

"Anggraini hadir dan diperdalam pengetahuannya, terkait dugaan pembayaran survei elektabilitas untuk meningkatkan popularitas tersangka BBSB (Ben Brahim S Bahat) dalam rangka maju Pilgub Kalteng," ujar Ali Fikri, Kabag Pemberitaan KPK, seperti dikutip pada Rabu (5/7/2023).

Selain mengenai aliran uang, KPK juga sedang menyelidiki berbagai aset yang dimiliki oleh Ben Bahat. Terkait hal ini, tim penyidik telah memeriksa 5 saksi, yaitu Dealdo Dwirendragraha Bahat dan Bella Brittani Bahat yang merupakan anak-anak dari tersangka, serta Yanuar Yassin Anwar, Esty Novelina Karuniani, dan Sartono. "Para saksi hadir dan diperdalam pengetahuannya mengenai dugaan kepemilikan berbagai aset tersangka BBSB dan lainnya," kata Ali.

Namun, Christine selaku Finance Hotel Intercontinental Pondok Indah dan Raden Kusmartono selaku PPAT/Notaris tidak hadir dan belum memenuhi panggilan dari tim penyidik.

"Kedua saksi tersebut tidak hadir dan akan dipanggil kembali," ujar Ali.

KPK menyatakan akan menyelidiki aliran uang korupsi Ben Bahat ke dua lembaga survei. Sebelumnya, KPK telah memeriksa Fauny Hidayat, Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia, pada Senin, (26/6/2023).

Tim penyidik KPK sedang menyelidiki aliran uang dari Ben Bahat ke Indikator Politik Indonesia melalui Fauny. Uang tersebut digunakan untuk biaya survei Ben Bahat dan istrinya, yang juga merupakan anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem, Ary Egahni.

Baca Juga: Survei Poltracking, Tren AMIN Terus Meningkat!

"Pemeriksaan mencakup pendalaman mengenai aliran uang yang digunakan untuk pembiayaan survei pencalonan kepala daerah oleh tersangka dan istrinya," kata Ali pada Selasa (27/6/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Uang korupsi digunakan untuk kepentingan politik

Seperti yang diketahui, Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem, Ary Egahni, diduga menggunakan uang hasil korupsi sebesar Rp8,7 miliar untuk berbagai kepentingan politik.

Uang tersebut digunakan untuk pendanaan pencalonan Bupati Kapuas, Gubernur Kalimantan Tengah, dan pemilihan Ary Egahni sebagai anggota legislatif DPR RI pada tahun 2019.

KPK juga menyebutkan bahwa Ben dan Ary menggunakan uang korupsi tersebut untuk membayar dua lembaga survei guna meningkatkan elektabilitas.

Baca Juga: Survei Poltracking: Prabowo-Gibran Unggul dari Capres Lain

"Terkait jumlah uang yang diterima oleh BBSB dan AE, saat ini diperkirakan sekitar Rp8,7 miliar yang digunakan antara lain untuk membayar dua lembaga survei nasional," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (28/3/2023).

Uang sebesar Rp8,7 miliar tersebut diduga diperoleh Ben dan Ary melalui pemotongan anggaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah, serta melalui pihak swasta terkait izin perkebunan. Ben memungut uang tersebut dengan bantuan Ary.

Ary diduga turut campur aktif dalam proses pemerintahan, termasuk memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.

Atas perbuatan mereka, Ben dan Ary didakwa melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU