Optika.id - Seorang pemimpin sejati harus memiliki kemampuan yang lengkap. Seperti kapasitas, kemampuan dan pengalaman. Dan sudah melalui tempaan berbagai masalah yang membuatnya matang.
Baca Juga: Anies-Ganjar Akan Temui Prabowo Usai Putusan MK, Ini Kata Sudirman Said
Pendapat ini disampaikan Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said dalam acara Visi Negarawan yang disiarkan secara live oleh MetroTV pada Jumat malam, (14/7/2023).
Dalam acara dialog yang dipandu oleh Vera Bahasuan ini, Sudirman Said menyatakan, pemimpin harus mampu menggerakkan. Yakni menggerakkan untuk bisa merespon keadaan pada waktu itu. Misalnya pada zaman kolonial, menggerakkan untuk mencapai kemerdekaan.
Apa yang dibutuhkan sekarang, masyarakat sudah terbuka menyampaikan pendapatnya. Seperti soal pendidikan, kesehatan, stunting, dan terobosan, tuturnya.
Karena itulah, sambung Sudirman Said, maka pemimpin harus mampu menggerakkan semuanya. Termasuk bagaimana menggerakkan potensi anak muda. Jika ada pemimpin karbitan, dasarnya hanya popularitas, dasarnya siapanya siapa, pasti tidak akan bisa bertahan.
Sebab, tantangannya begitu nyata. Kemudian peran media sosial juga besar. Begitu lalai sedikit, keasliannya akan muncul di publik, ucap Sudirman Said.
Seseorang untuk menjadi pemimpin, kata dia, harus melalui schooling atau pendidikan. Hal tersebut untuk pematangan, yang ditempa dengan pengalaman, dengan masalah, ditempa dengan tindakan-tindakan nyata.
Jadi apabila pemimpin tiba-tiba muncul karena popularitas, imbuhnya, apalagi dipompa dengan cara-cara yang kurang wajar, pasti akan ada masalah. Dan belakangan akan muncul masalah yang tidak dikehendaki.
Ditandaskan Sudirman Said, kemampuan serta kapasitas itu penting. Dan kapasitas tidak bisa dikarbit. Tetapi ditempa dengan pengalaman, ditempa dengan masalah, ditempa dengan berbagai hal yang menjadi ujian nyata bagi tokoh tersebut.
Baca Juga: Sudirman Said Percaya Hakim MK, Semoga Menggunakan Hati Nurani
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada banyak cerita seseorang yang dipaksakan menjabat suatu peran tapi tidak berhasil. Karena seperti dipaksakan. Media sosial yang terbuka ini tidak memberikan tempat bagi pemimpin karbitan. Itu hanya persoalan waktu, pasti akan terbuka, ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Al Makin, Rektor UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta berpendapat, masing-masing era membutuhkan pemimpin sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya di peralihan abad 20, saat Indonesia akan merdeka yang dibutuhkan adalah suara. Yakni suara rakyat untuk menghadapi imperialisme. Sehingga yang muncul adalah koran.
Waktu itu, imbuhnya, yang pertama kali muncul adalah Medan Priyayi, yang dimunculkan oleh Raden Mas Tirto Hadisuryo. Lalu muncul banyak sekali tulisan. Dari penulis daerah, luar negeri, Bung hatta dan Bung Karno.
Itulah yang dibutuhkan, menyuarakan dan memberi mimpi bahwa merdeka itu mungkin, ujar Prof. Al Makin.
Baca Juga: Sudirman Said Ibaratkan Pemilu Sebagai Orang yang Kemalingan, Malingnya Susah Ditangkap Karena Kuat
Di era orde baru, sambungnya, yang dihadapi adalah tantangan ekonomi. Di mana ekonomi harus stabil, secara politik juga sama. Dan beruntung pemimpin pada saat itu bisa menjawab. Serta mampu bekerjsama dengan luar negeri.
Di era reformasi, tambahnya, yang dibutuhkan demokratisasi. Masing-masing rakyat dan semua golongan harus sejajar serta sama. Dalam banyak akses, seperti akses pendidikan, akses ekonomi, dan akses politik.
Berbicara situasi era sekarang ini, menurut Prof. Al Makin, tantangannya tidak sederhana. Di samping tantangan globalisasi yang bersaing secara individu dan secara bernegara dengan bangsa di dunia, tetap saja menghadapi integritas.
Jadi kalau dulu tantangannya adalah penjajah tapi kalau sekarang adalah diri sendiri. Godaan untuk tidak jujur, godaan untuk mengambil yang bukan haknya, apalagi dengan peran sosial media sangat besar, budaya instan pengaruhnya sangat besar. Tiba-tiba kaya mendadak, terkenal mendadak, menjadi pemimpin mendadak. Ini sangat menggoda. Kemudian orang melakukan hal yang melanggar hukum, tidak sesuai dengan norma, tandasnya.
Editor : Pahlevi