Keamanan Siber Makin Pelik, RUU KKS Masih Mandeg Sejak Tahun 2019

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Kamis, 27 Jul 2023 16:46 WIB

Keamanan Siber Makin Pelik, RUU KKS Masih Mandeg Sejak Tahun 2019

Optika.id - Permasalahan ruang siber nasional masih menimbulkan beberapa pekerjaan rumah yang sayangnya masih terbengkalai. Menurut Peneliti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Parasurama Pamungkas, pemerintah masih belum serius dalam mengamankan kondisi ruang siber nasional yang kian terancam oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Baca Juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024

Menurut Parasurama, salah satu indikator gamblang tersebut yakni tersendatnya pembahasan Rancangan Undang-Undangan Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) di meja DPR RI.

Lebih lanjut, Parasurama mengatakan bahwa draf RUU KKS ini masih mangkrak berupa naskah akademik sejak dia eksis tahun 2019 lalu. Kendati demikian, hingga kini pemerintah bersama DPR masih belum terlihat memiliki niatan untuk membahas RUU KKS itu kembali. Selain itu, draf naskah RUU itu masih menyisakan beragam catatan yang perlu direvisi.

"Terutama dari segi pendekatan, keamanan siber masih terkesanstate-centricdan belum mencerminkan pendekatan yang berpusat pada manusia. RUU KKS mengatur penyelenggara keamanan dan ketahanan siber terbatas pada lembaga negara, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Semuanya adalah lembaga pemerintah," ucap Parasurama dalam keterangannya, Kamis (27/7/2023).

Parasurama menjelaskan jika konsep keamanan siber yang tertuang dalam naskah akademik RUU KKS masih belum mencakup tiga elemen kunci keamanan siber itu sendiri. Tiga elemen tadi yakni integritas, kerahasiaan, dan ketersediaan. Ketiganya perlu diatur secara jelas dan rinci agar bisa dengan aman menjamin privasi publik dan menghindari penyalahgunaan oleh otoritas negara.

Adapun yang dimaksud dengan elemen kerahasiaan adalah bagaimana sistem tersebut menangkal pengungkapan informasi yang tidak sah dan sering dikaitkan dengan pelanggaran data lantaran penyerang atau hacker sedang berusaha untuk mendapatkan informasi tanpa otorisasi yang tepat.

Sedangkan integritas yakni soal jaminan bahwa tidak ada perubahan terhadap data yang ada dalam lalu lintas pemrosesan. Sedangkan yang terakhir, ketersediaan mengacu pada jaminan bahwa data bisa digunakan tanpa gangguan dan bisa dilakukan kapan pun.

Di sisi lain, pekerjaan rumah terkait draf naskah RUU KKS yakni terkait rumusan perihal penapisan konten dan aplikasi elektronik yang dinilai berbahaya oleh negara. Parasurama berpendapat bahwa poin terkait itu di draf RUU KKS memuat kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang memantau sekaligus menyaring berbagai konten digital yang dianggap berbahaya dan rawan.

Penapisan konten, imbuhnya, sangat rawan ditafsirkan secara absolut oleh lembaga negara. Akibat dari penafsiran sepihak tersebut bisa menimbulkan sikap otoritarian negara terhadap konten-konten yang telah diproduksi oleh publik dan beredar di ruang siber nasional.

Baca Juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi

Sementara itu, regulasi serupa juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Di dalamnya ada ketentuan mengenai penapisan konten yang dianggap meresahkan masyarakat. Kecenderungan ketentuan ini dipakai serampangan karena tidak ada batasan soal apakah yang dimaksud berbahaya," ucap Parasurama.

Parasurama juga berharap agar RUU KKS nantinya dibahas dengan teliti dan melibatkan partisipasi dari publik itu sendiri. Diskusi ini harus melibatkan sektor perbankan yang karakter bisnisnya membutuhkan kepastian keamanan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktor-aktor yang memegang kunci lainnya harus diajak berkumpul satu suara dan urun rembuk agar memastikan RUU KKS tidak melanggar hak privasi dari masyarakat.

Pendekatan yang dilakukan pun harus multi pemangku kepentingan. Sehingga, Parasurama menyebut, baik sektor privat maupun masyarakat sipil bisa terlibat di dalamnya dan berpartisipasi dalam RUU KKS.

"Penyelenggaraan keamanan siber nantinya akan juga bisa memanfaatkan kerja sama baik dari segi anggaran maupun operasional dengan sektor privat agar pendekatannya bergeser daristate-centric," jelas dia.

Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Sementara itu, dalam keterangan yang sama, Bobby Adhityo Rizaldi selaku anggota Komisi I DPR RI membenarkan jika DPR ingin memperkuat kewenangan BSSN melalui RUU KKS. RUU KKS ini juga bakal mengatur perlindungan serangan siber di ranah pribat, selain mengatur terkait keamanan negara.

"Konsepnya pengamanan siber di lembaga negara harus di koordinir BSSN. Kalau serangan siber ke ranah privat, nanti juga diatur siapa yang pegang kewenangannya dan instrumen mana untuk mengejar pelaku di luar negeri karena sifat hacking ini kan melintasi batas negara," ucap Bobby.

Kendati demikian, dia tidak menampik jika naskah RUU KKS tersebut masih mandeg di meja DPR.

"Di Komisi 1 DPR RI, belom ada agenda pembahasan RUU KKS," ucapnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU