Optika.id - Profesi yang rentan untuk turut serta terlibat dalam kancah politik praktis adalah guru dan dosen. Hal tersebut disampaikan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berdasarkan data dari Bank Dunia dan KASN.
Baca Juga: Abdul Mu'ti: Guru Kerap Jadi Korban Kepentingan Politik
Menurut Arie Budhiman selaku Komisioner KASN Bidang Pengawasan Nilai Dasar, Kode Etik, Kode Perilaku dan Netralitas ASN, terdapat tiga permasalah guru di Indonesia berdasarkan penelitian Bank Dunia pada 2015 lalu. Yakni kualitas guru, kesejahteraan guru dan politisasi guru.
Sementara menurut Arie, hal tersebut adalah sebagai dampak dari politik lokal dan kebijakan desentralisasi yang diterapkan di bidang pendidikan itu sendiri.
Permasalahan ini merupakan efek dari politik lokal dan kebijakan desentralisasi pendidikan, tegasnya dalam webinar Mencegah Politisasi Sekolah dan Kampus dalam Pemilu dan Pemilihan 2024, Kamis (27/7/2023).
Sementara itu pihaknya membeberkan data dan fakta terkait politisasi guru dalam pilkada serentak tahun 2020 silam. Dalam data tersebut, kelompok jabatan ASN yang paling banyak ditemukan pelanggaran adalah jabatan fungsional termasuk guru, sebesar 26,5%.
Baca Juga: Dosen UMM Ini Masuk Jajaran Peneliti Terbaik Dunia
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, sejatinya pejabat fungsional tidak berada dalam struktur organisasi. Mereka memiliki keahlian khusus dan bersifat mandiri. Situasinya berbeda dengan pejabat struktural yang memiliki akses luas terhadap sumber daya birokrasi, ucap Arie.
Berdasarkan hal tersebut, sebanyak 70% kelompok jabatan guru dan dosen yang merupakan jabatan fungsional paling banyak melakukan pelanggaran.
Baca Juga: Meneropong Pilkada Sidoarjo: Ujian Kepercayaan Publik
Jenis pelanggaran yang dimaksud adalah netralitas pendidik misalnya kampanye dan sosialisasi di sosial media, mengadakan kegiatan yang mengarah pada netralitas terhadap politik atau calon tertentu, berfoto bersama calon dan bakal calon, menghadiri deklarasi, seminar, dan sejenisnya yang digelar oleh partai politik, calon atau bakal calon, dan terakhir menjadi peserta kampanye.
Di antara kasus pelanggaran tersebut, yang paling banyak berupa kampanye dan sosialiasi di sosial media. Segala aktivitas mereka yang condong kepada kampanye maupun sosialisasi adalah memposting, like, share, comment, dan sejenisnya.
Editor : Pahlevi