Optika.id -Peran AI saat ini tidak dapat kembali dipungkiri, perannya menimbulkan hal-hal yang bisa menggantikan pemikiran manusia. Karena dia bisa meniru cara berpikir manusia, maka ada beberapa hal yang mengkhawatirkan. Terutama saat menjawab pertanyaan tentang filosofis, maka kita harus tau dan mengerti dampak secara sosialnya.
Baca Juga: ChatmuGPT, AI yang Dikembangkan Muhammadiyah
"AI tetap berguna selama kita tahu bagaimana menaklukannya. Suara hati saya mengatakan ini harus diceritakan karena bangsa ini harus diinformasikan bahwa ada kejutan luar biasa, banyak orang yang takut. Hari ini kita akan mengkaji lebih dalam, mindset untuk menaklukan AI seperti apa," ujar Soegianto Soelistiono yang juga Dosen Fisika Unair kepadaOptika.id, Jumat, (4/8/2023).
Sebenarnya secara prinsrip adalah otaknya robot, jadi apakah mungkin bisa menaklukan AI, disisi mana manusia akan menang melawan AI. Artifical Intelegence itu bukan program biasa, AI itu berjalan dan dibangun dengan simulasi. Kita harus bisa membedakan mana mesin canggih mana mesin cerdas.
"Misalnya, handphone saya canggih, iya canggih karena layarnya, sistemnya, proses berjalannya dan ketika digunakan operasional berjalan lancar. Tapi ketika ditanya apakah handphone saya cerdas, belum tentu, jika ingin cerdas maka harus melewati masa suntikkan agar bisa menjadi cerdas. Itulah yang disebut mesin cerdas, jika tidak diberikan tambahan suntikkan kecerdasan, maka sistemnya akan terus seperti itu," ungkapnya dalam Diskusi "Menaklukan AI" melalui platform zoom.
Sebuah simulasi tentang kecerdasan manusia ini memang sengaja meniru dan bukan main-main. Saat Soegianto bertanya ke AI tentang berapa persen pekerjaan manusia yang akan digantikan oleh AI, jawaban dari robot simulasi itu tidak mau mengatakan bahwasannya pekerjaan manusia akan tergantikan. Namun, kehadirannya hanya mempermudah dan mempercepat pekerjaan.
"Saat ditanya, Jawaban AI tidak mau merasa menggantikan, jawabannya masih sopan dan seakan-akan tidak mau menggantikan. Tapi sebenarnya sebanyak 80% pekerjaan manusia sudah cukup akan tergantikan lama kelamaan," katanya.
Belakangan ini, AI dikatakan menakutkan, bahkan dikatakan oleh pembuatnya saat wawancara di parlemen luar negeri. Dirinya juga mengungkapkan bahwa AI itu berbahaya. Hal itu tidak bagi Dosen Fisika Unair itu, bergantung dari bagaimana manusia itu menggunakan dan memanfaatkannya. Saat ini, AI hanya dibuat sebagai main-main saja.
Baca Juga: Google Rilis AI Canggih untuk Mencegah Pencurian Handphone
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
AI Sumber Inspirasi
Banyak artis luar negeri Mike Shinoda menggunakan AI untuk membuat lagu, seperti inovasi yang akan tergantikan dengan kehadiran AI. Selain bisa membuat lagu seperti apa yang dikemukakan, AI juga bisa membantu proses coding program yang pernah dilakukan oleh Soegianto. Selain itu, AI membuat gambar dari apa yang dilihat orang dengan menganalisis pindaian otak.
"Menurut hasil survei, diatas 10% AI tidak bisa dikendalikan. AI saat ini sudah sangat berbahaya dan merasa nyaman, inilah yang akan membuat revolusi besar, seperti GPT 5 yang merupakan lompatan revolusioner dalam AI. Sekarang sudah hampir akan dirilis GPT 5, karena terobosan baru ini akan membuat kehidupan semakin canggih dan semakin menakutkan," ucapnya menambahkan.
Baca Juga: Kesepian Akut, Para Pria Gunakan AI Chatbot Untuk Ngobrol
GPT 5 adalah terobosan AI yang dapat memproses teks, gambar, audio, video. Ini memiliki banyak kemampuan, termasuk membuat hiburan yanng dipersonalisasi dan menggerakkan robot cerdas. GPT 5 juga dianggap menakutkan karena memiliki potensi sehingga banyak ilmuwan takut, terlebih Guru Besar Universitas yang juga takut akan hal itu.
"Meski begitu, banyaknya kelebihan yang diciptakan oleh AI pasti menuai kelemahan pula. Seperti, AI tidak punya nurani, tidak pada tempatnya minta doa dari AI, AI tidak punya intuisi. Gambar-gambar yang ada di slide PPT diskusi ini pun berasal dari AI. Ia tidak punya rasa sayang, ini yang tidak dimiliki oleh AI," pungkasnya.
Terpenting dari diskusi statement menegaskan bahwa AI hanya berpikir, tidak bisa berdoa, tidak bisa berkontak dengan Tuhan. Karena simulasi dari otak bekerja maka dia hanya bisa berfikir, tidak bisa digunakan untuk hal-hal lainnya. Sampai sekarang pun, ilmuwan tidak akan bisa membuat simulasi tentang nurani, apalagi berdoa.
Editor : Pahlevi