Prediksi Surat Suara Tak Sah dalam Pemilu 2024, Berapa Banyak?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 29 Agu 2023 12:59 WIB

Prediksi Surat Suara Tak Sah dalam Pemilu 2024, Berapa Banyak?

Sejak Pemilu 1999 hingga 2019, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat bahwa suara tidak sah pada pemilihan slelau naik. Suara tak sah pada Pemilu 1999 silam ada 3,4%; pada 2004 surat suara yang tidak sah ada 8,8%; pada tahun 2009 ada sebesar 14,4%; pemilu 2014 ada 10,6n terakhir pada tahun 2019 ada sebanyak 11,12% surat suara yang tidak sah.

Baca Juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024

Perludem merinci bahwa surat suara yang tak sah pada Pemilu 2019 lalu untuk pemilihan anggota DPR ada sebanyak 11,12% atau setara dengan 17.503.953 dan pemilihan presiden sekitar 2,38% atau setara dengan 3.754.905 sementara DPD sebanyak 19,02% atau setara dengan 29.710.175.

Untuk diketahui, sah atau tidaknya surat suara sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu. Dalam aturan itu, dinyatakan bahwa surat suara pemilihan presiden sah apabila terdapat tanda coblos di nomor urut, foto, tanda gambar partai politik, nama salah satu pasangan calon, dan/atau gabungan dari parpol pengusung pasangan calon.

Sedangkan untuk pemilihan anggota DPD, surat suara dinyatakan sah apabila terdapat tanda coblos pada kolom satu calon perseorangan sementara untuk DPR/DPRD surat suara dinyatakan sah apabila terdapat tanda coblos pada dua caleg di partai yang sama, nomor atau tanda gambar parpol dan/atau nama calon di kolom yang sama,

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Perludem, Nurul Amalia menyebut jika penyebab dari banyaknya suara tidak sah dalam pemilu adalah intensi pemilih yang membuat suara tak sah, tak sengaja membuat suara tak sah sebab tidak tahu cara mencoblos yang benar serta kurangnya pemahaman penyelenggara pemilu soal penilaian suara sah.

Nurul menduga bahwa hal tersebut terjadi karena kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tidak mendapatkan bimbingan teknis (bimtek) yang memadai, atau ada aturan di panduan bimtek yang kurang jelas, penerapan cara memilih yang baru, hingga petugas TPS yang kurang cermat.

Dirinya juga menyinggung banyak petugas KPPS yang kelelahan dan banyak yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 karena harus menghitung lima jenis surat suara di hari yang sama. Pekerjaan yang diburu waktu sehingga berakibat kelelahan akut yang tidak bisa disepelekan itulah yang bisa mengakibatkan penilaian suara menjadi salah.

Baca Juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Padahal, KPPS telah bekerja sejak subuh hari untuk mempersiapkan TPS. Bahkan, kisah (cerita dari) seorang mantan PPK (panitia pemilihan kecamatan) Kecamatan Sukma Jaya, Depok, Heri Darmawan, anggota KPPS telah begadang jelang pemungutan suara lantaran mesti mengantre logistik TPS di kecamatan. tuturnya, Selasa (29/8/2023).

Faktor dan situasi tersebutlah yang membuat petugas KPPS menganggap ada tanda coblos di garis kolom kontestan tidak sah. Di sisi lain, imbuh Nurul, penilaian serupa bisa juga terjadi di tanda coblos pada bagian manapun di kolom satu pasangan calon serta mencoblos logo KPU. Padahal, ujar Nurul, pencoblosan seperti ini masih dinilai sah atau setidaknya tidak dinyatakan tidak sah apabila merujuk pada PKPU Nomor 3 Tahun 2019.

Sementara itu pada pemilihan anggota DPR dan DPRD, petugas KPPS menilai tak sah surat suara yang terdapat tanda coblos untuk banyak calon dari satu parpol yang sama. Padahal, pencoblosan seperti itu sah dan suaranya untuk partai, bukannya caleg.

Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Begitu pula sah untuk partai jika terdapat tanda coblos untuk calon yang dinyatakan tidak lagi memenuhi syarat atau meninggal dunia. ucap Nurul.

Alhasil, ketidakpahamana petugas pemilu dan kelelahannya itu dinilai Nurul merupakan salah satu bentuk voter suppression karena mengakibatkan suara pemilih menjadi hilang sia-sia dan tidak dihitung. Tingginya suara tidak sah yang terkait dengan pemilih yang tidak percaya dengan kontestan juga turut memengaruhinya. Dengan kata lain, pemilih datang ke TPS pun hanya untuk membuat surat suaranya tidak sah agar tidak disalahgunakan.

Di Pemilu 2019, ada gerakan golput karena pemilih merasa tidak ada peserta pemilu yang mewakili suara mereka, atau menilai pemilu tidak akan mengubah apa pun, kata dia.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU