Optika.id - Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin memprediksi bahwa pada Pemilu 2024 nanti angka kekerasan terhadap jurnalis akan bertambah. Oleh sebab itu, dia meminta kepada para pemangku kebijakan atau kepentingan, khususnya kepada pejabat publik dan partai politik untuk peduli terhadap isu tersebut yang berkaitan dengan hak-hak jurnalis.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
"Jadi, partai politik harus sadar betul bahwa ada hak rekan-rekan jurnalis yang harusnya itu dihormati. Mereka harus menjalin harmonisasi dengan rekan-rekan jurnalis karena ini menyangkut isu publik, kata Ade ketika dihubungi, Senin (18/9/2023).
Di sisi lain dia juga meminta kepada para jurnalis agar mengetahui, menyadari, dan memahami risiko ketika meliput sehingga produk jurnalistik yang dihasilkan benar-benar akurat, berimbang dan yang paling penting independen.
"Sehingga asumsi-asumsi atau tuduhan-tuduhan media A mendukung salah satu calon itu kemudian terhindarkan hal tersebut," ucap Ade.
Tak hanya itu, media asal jurnalis juga harus bisa menjaga independensi agar kepercayaan publik, parpol yang berseberangan maupun secara umum tidak menghasilkan antipati terhadap media itu sendiri.
Apabila mengacu pada kasus-kasus sebelumnya, imbuhnya, banyak calon atau aktor politik yang tidak menahan diri dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis lantaran mereka sendiri tidak bersikap tegas terhadap para pengawalnya atau para pendukung fanatiknya.
Sebelum itu dia harus menghormati wartawan atau bahkan mencontohkan," ujarnya.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Sementara itu, dirinya juga meminta agar para penegak hukum bisa secara serius mengusut tuntas kasus-kasus yang melibatkan kekerasan jurnalis yang termasuk ke dalam pelanggaran Undang-Undang Pers itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Itu harus diusut secara tuntas, sehingga tidak ada keberulangan," kata dia.
Dihubungi secara terpisah, Pelatih Keamanan Digital dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Anton Muhajir mengungkapkan bahwa ada dua langkah antisipasi agar ancaman dan kekerasan termasuk doxing yang kerap dialami oleh jurnalis ini tidak perlu terulang kembali.
Pertama yakni dari sisi pejabat publik dan jurnalis itu sendiri. anton meminta kepada para pejabat publik, khususnya caleg dan petinggi parpol untuk menyadari bahwa jurnalis bekerja demi isu dan suara publik. maka dari itu, pejabat publik harus menjamin keamanan terhadap jurnalis sehingga mereka tidak perlu menjadi korban kekerasan fisik, seksual, maupun doxing.
Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Kenapa jurnalis menjadi penting, sekali lagi mereka bekerja untuk isu publik gitu. Dan karena itu mereka harus mendapatkan jaminan perlindungan keamanan digital tersebut," tegas Anton.
Parpol dan pejabat publik, ujarnya, harus berembug dan sepakat bahwa aktivitas politik tidak serta merta mengganggu berbagai instrument kebebasan politik termasuk media dan insan pers.
Kedua, adalah antisipasi oleh jurnalis itu sendiri. Penting bagi jurnalis atau aktivis untuk mulai sadar soal keamanan digital, misalnya membekali diri bagaimana mitigasinya, praktiknya sehingga mereka tidak akan menjadi korban dari doxing terkait dengan situasi pemilu," imbuhnya.
Editor : Pahlevi