Optika.id - Menjelang pemilu, praktik dinasti politik kembali diperbincangkan oleh khalayak ramai, Senin (30/10/2023). Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI dan Peneliti Utama Politik BRIN, Prof. R. Siti Zahro, pada Diskusi Akhir Pekan "Dinasti Politik Menghambat Konsolidasi Demokrasi" menyebut dinasti politik sebagai strategi mempertahankan kekuasaan untuk tetap pada keluarga.
Hal ini terjadi karena adanya elemen patrimonial dan birokrasi hidup berdampingan dan saling terkait. Dalam sistem patrimonial, semua hubungan bersifat personal. Tidak ada pemisah antara sektor personal dan sektor publik.
Baca Juga: Anies Punya Modal Cukup untuk Kembali Memimpin Kota Jakarta!
Dinasti politik seharusnya tidak pernah ada karena konstitusi di Indonesia menjunjung tinggi setiap warga negara untuk memilih dan dipilih. Indonesia adalah milik semua pihak semua rakyat, jadi tidak benar kalau atas nama demokrasi dan konstitusi lantas kehidupan politik itu didominasi suatu keluarga atau dinasti. Sehingga, setiap warga negara berhak untuk menduduki jabatan politik sejauh dia dipilih dan dipercaya rakyat.
Baca Juga: Peneliti BRIN: Pilgub Jakarta Masih Sangat Cair Sampai Kini!
Selama ini proses pengawasan dan pembatasan praktek politik dinasti hanya diserahkan kepada landasan etik terkait kepatutan dan kepantasan. Namun yang terjadi adalah politik dinasti justru berkembang dan terus eksis dalam kehidupan politik di Indonesia. Sistem politik dinasti lebih banyak mengakomodasi kedekatan personal tanpa melihat kemampuannya, sehingga merusak sistem demokrasi yang hendak dibangun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Siti Zuhro: Dukungan untuk Kaesang Sudah Bagus, Tapi Tak Punya Prestasi
Dinasti politik bisa terjadi ketika telah memenuhi dua kriteria. Pertama dipilih oleh rakyat. Kedua, pemilihan berlangsung jujur dan fair. Sebagai contoh di negara yang mengagungkan demokrasi seperti Amerika Serikat, dinasti politik juga terjadi. Dinasti politik terjadi karena ada kematangan jaringan dan brand dinasti yang sudah familiar di publik. Di Indonesia hampir semua partai besar
praktik ini terjadi.
Editor : Pahlevi