Optika.id - Menjelang dekatnya Pemilu 2024, masyarakat mulai mendapati situasi politik nasional yang mulai memanas. Apalagi, dalam beberapa kesempatan, terjadi saling sindir antar pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres cawapres) di ruang publik.
Misalnya, baru-baru ini, Anies Baswedan yang menyindir cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka pada acara Desak Anies di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, beberapa waktu yang lalu. Anies menyindir Gibran setelah salah ucap asam folat yang menjadi asam sulfat.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Menanggapi saling sindir antar kandidat, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat menyebut jika sindiran tersebut merupakan salah satu strategi mereka. Tujuannya agar publik merespons positif atas isu yang dilemparkan. Ujung-ujungnya, adalah harapan bahwa hal tersebut bisa berdampak positif pada elektoral mereka yang lebih dahulu menyindir.
"Berharap respons positif audiens. Sehingga publik mengalihkan dukungan. Tentunya juga untuk memperkuat elektoral dari pasangan calon," kata dia saat dihubungi Selasa (12/12/2023).
Sebelum melempar sindiran, ujar Cecep, biasanya pasangan calon telah mendapatkan saran dan masukan dari tim konsultan yang mendampingi pasangan calon lebih dulu. Maka dari itu, semua yang mereka sampaikan ke publik sudah melalui seleksi di internal masing-masing sehingga mereka sebenarnya telah menyiapkan antisipasi apabila tidak ada sindiran balik dari pasangan calon yang disindir.
Kendati demikian, dia berharap agar strategi saling sindir dan yang lainnya ini bisa tetap dikontrol oleh masing-masing pasangan agar tidak malah turun ke masyarakat bawah dan menyebabkan polarisasi.
Sementara itu, menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita menegaskan jika fenomena saling sindir menyindir bukanlah contoh dari elite yang baik. apalagi, tiap masing-masing orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jadi, menurut Nurlia tidak elok rasanya apabila masing-masing paslon menghabiskan energy atau justru lebih banyak menitikberatkan pada kelemahan lawan. Apalagi, sampai menjadi perhatian masyarakat luas.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
"Salah-salah mereka ingin mendapatkan tambahan dukungan, tetapi pihak lain malah melihatnya lain. Jadi ini yang harus diperhatikan. Apalagi masyarakat kita kan penetrasi politiknya masih rendah. Hati-hati, jangan sampai kebablasan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka dari itu, dia mengimbau agar Bawaslu bisa tegas dan mengingatkan semua pasangan kandidat Pilpres agar tidak melakukan hal-hal kontraproduktif dengan cara tidak berkampanye dengan saling sindir-menyindir satu sama lain. Dia khawatir apabila hal tersebut bisa mengarah pada ujaran kebencian di masyarakat akar rumput serta bisa membuka kesempatan bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk membuat hoaks.
Akibatnya pun meluas. Masyarakat tidak bisa lagi objektif untuk melihat sisi-sisi baik dari masing-masing paslon. Maka dari itu, imbuhnnya, tim kampanye capres dan cawapres harus lebih objektif dan menjaga ruang publik agar tetap kondusif dengan menghadirkan narasi yang sifatnya positif.
"Sekali lagi kami mengingatkan kepada pasangan calon, mari tunjukan komitmen kepada rakyat pemilih dengan menawarkan program-program, dengan gagasan yang jelas, narasi yang berpihak kepada rakyat, dan juga tidak hanya menguntungkan elite saja. Bagaimana kemudian kerja bersama dengan berkoordinasi dan berkolaborasi demi 2045 yang jauh lebih baik," kata Nurlia.
Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Berbeda dengan Nurlia, Pengamat Politik Ujang Komaruddin menyebut jika fenomena saling kritik dan sindir antar paslon merupakan hal yang umum terjadi, umumnya menjelang Pemilu. Dia menegaskan bahwa hal tersebut lumrah terjadi dalam rivalitas kontestasi pilpres.
Ujang menganggap jika hal tersebut adalah pernak-pernik demokrasi dalam pilpres. Karena, apabila semuanya berjalan dengan lancar, baik, dan mudah, maka hal itu bukan demokrasi.
Karena demokrasi ada perbedaan pandangan dan pendapat, kritikan, rivalitas, dan persaingan. Itu semua merupakan proses yang harus dijalani kontestan. Jadi saya melihat dengan adanya saling kritik dan sindir, itu merupakan fenomena umum yang bakal terjadi dalam persaingan kontestasi pilpres. Justru saling kritik dan sindir itu masih wajar. Yang penting tidak saling fitnah, menebar hoaks, dan sebagainya yang masuk ranah pidana. Tetapi kalau mengkritik atau menyindir, itu hal wajar," ungkapnya.
Editor : Pahlevi