Optika.id - Seorang pakar dari bidang kajian media dan komunikasi mengungkapkan kekecewaan dan keresahannya terhadap debat capres yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Istora Senayan, Jakarta Pusat pada Minggu (7/1/2024), Ia menilai debat tersebut tidak menghargai para ilmuwan, tidak konsisten, dan tidak menghasilkan perdebatan yang sesungguhnya.
Prof. Anang Sujoko, Guru Besar Kajian Media dan Komunikasi dari Universitas Brawijaya Malang, menjadi narasumber dalam diskusi Plus Minus Debat Capres yang ketiga yang disiarkan live kanal YouTube @Forum INSAN CITA pada Senin malam (08/01/2024).
Baca Juga: Netizen Respon Upaya Anies Dirikan Partai, Ini Penjelasannya!
Anang menyampaikan tiga hal terkait dengan debat capres. Pertama, ia mengkritik penyelenggara, yaitu KPU, moderator, dan panelis, yang menurutnya tidak menghormati para ilmuwan yang ditugaskan untuk membuat pertanyaan. Ia mengatakan, para ilmuwan yang memiliki gelar akademik tinggi hanya disuruh mengambil undian dan membuka slot yang berisi pertanyaan. Ia menyebut hal itu sebagai sebuah ironi.
Memang sudah menjadi perbincangan umum berapa kasiannya seorang ilmuan, seorang profesor, seorang doktor, hanya ditugasi untuk mengambil undian a b atau c, lalu kemudian juga harus kemudian berdiri dan di shoot dengan kamera dan kamera itu menunjukkan bagaimana seorang yang berbudi luhur dengan Title yang begitu mulia hanya disuruh buka slot yang isinya pertanyaan. Itu sungguh tidak patut sebetulnya mengapresiasi seseorang yang harusnya dimuliakan, kata Anang.
Kedua, ia menyoroti potret bangsa yang terlihat dari segel yang digunakan untuk menutup slot pertanyaan. Ia mengatakan, segel tersebut seolah-olah dinilai sebagai sebuah amplop yang tertutup, tetapi sebenarnya hanya sebuah stiker yang mudah dibuka. Ia mengatakan, hal itu menunjukkan inkonsistensi yang ada selama perdebatan.
Baca Juga: Tokoh Masyarakat Ingin Anies Terus Jadi Pemimpin Perubahan untuk Indonesia
Kalau bapak ibu perhatikan bagaimana segel itu dibuka, itu tidak lebih dari sebuah stiker. Seharusnya kalau kita bicara pada segel itu ketika dilakukan pengrusakan sedikit itu sudah rusak, harusnya semacam itu" ujar Anang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Tetapi kalau bapak ibu perhatikan, bagaimana amplop itu disegel dan segel itu dibuka suaranya jelas sekali tetapi sayang ketika pembukaan ke dua dan seterusnya cenderung yang moderator tidak begitu menampakkan amplop yang telah dibukanya. Ini adalah kita berbicara pada inkonsistensi yang ada di selama perdebatan itu. Bagaimana KPU tidak menghargai seorang ilmuan, seorang akademisi, seorang yang memiliki ilmu dan Title yang lebih luar biasa dan juga berbicara pada inkonsistensi, tambah Anang.
Ketiga, ia mengkritik moderator yang lebih sibuk mengurusi audiens daripada mengarahkan atau membuat sebuah debat yang menjadi perdebatan yang luar biasa. Ia mengatakan, debat tersebut seharusnya bukan hanya penggiliran bertanya dan menjawab, tetapi juga adu gagasan dan ide. Ia mengatakan, hal itu merupakan uji kompetensi bagi setiap capres untuk mengelola waktu dan gagasan secara terstruktur dan rasional.
Baca Juga: Meski Tak Ikut Kontestasi Pilgub, Pengamat Prediksi Karier Anies Tak Meredup!
Dalam hal kemarin misalnya, memang terjadi sebuah dialog yang kemudian dicontohkan oleh capres 03, yang itu kemudian mengarahkan bahwa inilah yang sebetulnya debat yang sesungguhnya. Saya melihat harusnya ada sebuah perdebatan yang perdebatan. Kalau disini adalah penggiliran bertanya dan menjawab. Jadi nanti debat itu diganti aja namanya bukan lagi bicara pada debat capres tetapi adalah penggiliran berbicara pada capres. Ada yang bertanya kemudian ada yang menjawab" tutur Anang.
"Itu dari sisi pengelolaannya ya, memang ada beberapa konsekuensi ketika penggiliran itu, sehingga tidak akan tuntas tetapi disisi yang positif juga pada saat ada penggiliran waktu itu adalah uji kompetensi bagi setiap capres untuk memanage waktu dan gagasan secara terstruktur dan rasional. Ini tantangan, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang memang kemudian mampu membuat sebuah susunan yang secara spontan bicara waktu dan gagasan menjadi satu kesatuan dan bisa menyakinkan audiens, pungkasnya.
Editor : Pahlevi