Surabaya (optika.id) - Profesor hukum tata negara, aktivis antikorupsi, dan advokat berizin praktik di Indonesia dan Australia, Denny Indrayana, menyampaikan kritik pedas terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam diskusi online yang digelar oleh Forum Insan Cita dengan tema Pilpres Tanpa Etika dan Penegakan Hukum pada hari Minggu, 4 Februari 2024. Denny menuduh Jokowi telah mempolitisasi penegakan hukum untuk kepentingan pilpres 2024.
Denny mengatakan bahwa sejak tahun 2022, ia sudah membaca gelagat kuat bagaimana ada upaya yang sistematis dan terencana untuk mengganggu iklim demokrasi di tanah air. Ia mencontohkan adanya wacana tiga periode, penundaan pemilu, dan legitimasi aturan undang-undang pemilu yang memberikan kesempatan untuk berkampanye.
Baca Juga: Pertemuan Tertutup Jokowi dan Prabowo: Momen Penting di Solo
Terlalu panjang ruang-ruang publik kita dipenuhi dengan berbagai intrik, move yang sangat kasat mata menunjukkan bagaimana pemilu sebenarnya sedari awal cacat. Saya berkesimpulan bahwa sebagai orang hukum, hukum sedang dimanfaatkan menjadi alat saja, objek saja. Diperalat untuk strategi pengembangan pemilihan presiden terutama yang syarat dengan kecurangan dan keculasan, kata Denny.
Denny menambahkan bahwa rangkaian upaya tersebut membuatnya tidak bisa menerima argumentasi bahwa presiden bisa kampanye, presiden boleh tidak netral. Menurutnya, semua itu menunjukkan bahwa presiden tidak bertindak untuk kepentingan bangsa dan negara, melainkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Ada politisasi kasus. Saya mencoba menulis puisi dan mungkin tidak banyak yang membaca, saya coba rubah dengan format puisi korupsilah dalam pelukan koalisi dan kita tahu persis bagaimana kasus korupsi itu kemudian dipukulkan kepada lawan oposisi dan dirangkulkan kepada kawan koalisi. Sebagaimana kita tahu ada politik sandera ada politik penjara, yang menyandera beberapa partai politik yang tidak bisa lari dari koalisi yang dibentuk oleh presiden Jokowi. Itulah politisasi kasus, ujar Denny.
Baca Juga: Aneh! Jelang Lengser Kepuasan Terhadap Jokowi Tinggi, tapi Negara Bakal Ambruk
Denny juga menyebut ada politisasi lembaga, seperti komisi pemberantasan korupsi yang menjadi komisi pemerasan korupsi, dan mahkamah konstitusi yang menjadi mahkamah keluarga. Ia menuding Jokowi bertanggung jawab atas hal tersebut, karena terlibat dalam penempatan orang-orang dekatnya di lembaga-lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada politisasi lembaga, bagaimana komisi pemberantasan korupsi menjadi komisi pemerasan korupsi, mahkamah konstitusi menjadi mahkamah keluarga. Tidak bisa dilepaskan dari pertanggungjawaban presiden Jokowi. Karena mahkamah konstitusi menjadi mahkamah keluarga juga adalah kontribusi dari paman Usman, ipar Jokowi dan paman dari Gibran, tutur Denny.
Baca Juga: Dosa-dosa Jokowi
Selain itu, Denny juga menyoroti adanya politisasi anggaran negara, yang menurutnya digunakan untuk kepentingan elektoral. Ia mengkritik cara penyaluran bantuan sosial yang melibatkan partai politik, yang ia anggap sebagai bentuk korupsi kepemiluan.
Ada politisasi anggaran negara. Bagaimana bantuan-bantuan sosial itu tidak hanya disalurkan melalui aparatur negara, tetapi di lapangan yang menyalurkan adalah partai. Bagaimana bisa, sedemikian hilangnya etika, moralitas hingga kemudian mengatakan apakah ini merupakan korupsi. Kalau anggaran negara dengan ratusan triliun, itu kemudian dialokasikan untuk kepentingan elektoral dan itu kemudian terkait dengan pilpres, maka ini adalah korupsi kepemiluan, papar Denny.
Editor : Pahlevi