Komitmen Pengendalian Tembakau Masing-Masing Capres Dipertanyakan

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 06 Feb 2024 14:56 WIB

Komitmen Pengendalian Tembakau Masing-Masing Capres Dipertanyakan

Surabaya (optika.id) - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menyayangkan ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang tidak memiliki komitmen pengendalian tembakau. Tak ayal, PBHI pun mempertanyakan komitmen paslon dalam mengatasi isu tembakau. Di sisi lain, mereka juga khawatir masyarakat akan kesulitan untuk menagih janji pasangan terpilih ke depannya.

Dalam keterangan tertulis, Sekjen PBHI, Gina Sabrina menyebut bahwa isu pengendalian tembakau merupakan isu penting dan telah menjadi perhatian dunia internasional. Salah satunya pada tahun 2014 silam. Saat itu, Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council/ECOSOC) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan keprihatinannya lantaran sepertiga masyarakat Indonesia menjadi perokok aktif.

Baca Juga: Peta Politik Kekuatan Partai Pemilu di Surabaya

Hal tersebut akhirnya membuat ECOSOC PBB merekomendasikan Indonesia membuat Undang-Undang Pengendalian Tembakau dan Indonesia diminta untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Contrl (FCTC) yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Demikian kuatnya perhatian dunia terhadap pengendalian tembakau, yang harusnya itu juga ditangkap oleh semua paslon," ujar Gina dalam keterangan yang dikutip Optika.id, Selasa (6/2/2024).

Dalam keterangan yang sama, Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indnesia (PB IDI), Ulul Albab, menjelaskan bahwa seluruh paslon harusnya perlu mempersiapkan strategi untuk menekan angka perokok remaja. Pasalnya, saat ini jumlah perokok remaja terus meningkat dari tahun ke tahun.

Misalnya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi perokok usia 10 – 18 tahun mencapai 7,2%. Angka ini naik pada tahun 2016 menjadi 8,8% berdasarkan Survei Indikator Kesehatan Nasional dan naik lagi menjadi 9,1% pada tahun 2018.

Baca Juga: Jimly Ungkap MK Bisa Batalkan Pemilu Jika Memang Salah

"Apa concern terkait remaja yang merokok maupun perempuan yang merokok? Karena ini menjadi tulang punggung Indonesia Emas 2045," kata Ulul.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara itu, Sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Agustin Kusumayati menyebut jika kebijakan kesehatan selalu multisector. Misalnya pada pengendalian tembaku selalu berkaitan dengan kesehatan, pertanian, keuangan hingga perdagangan.

Mengendalikan industri tembakau, sebutnya, tanpa terlebih dahulu mengubah perilaku merokok akan sia-sia belaka. contohnya, mengalihkan petani tembakau ke tanaman lain. apabila jumlah perokok tidak kunjung berkurang, maka langkah tersebut akan membuat Indonesia kekurangan rokok. Pada akhirnya, yang menjadi jalan keluar adalah impor tembakau.

Baca Juga: Yusril Buktikan Sengketa Pilpres AMIN Hanya Asumsi, Bukan Bukti

Ia menilai, mengendalikan industri tembakau tanpa mengubah perilaku merokok akan sia-sia. Contohnya, mengalihkan petani tembakau ke tanaman lain. Jika jumlah perokok tidak berkurang, langkah itu akan membuat Indonesia kekurangan rokok. Akhirnya, impor tembakau menjadi jalan keluar.

Maka dari itu, dia menegaskan bahwa pengendalian tembakau perlu dilakukan dengan cara membangun lingkungan yang memaksa masyarakatnya untuk berhenti merokok.

"Kita memang mesti maksa. Apa boleh buat memang harus, mendidik itu seperti itu," pungkas Agustin.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU