Surabaya (optika.id) - Sejumlah lembaga survei dalam hitung cepatnya menunjukkan bahwa PDIP kembali keluar sebagai pemenang dalam pemilihan legislative (Pileg) 2024. Secara nasional, mengutip beberapa data dari lembaga survei, PDIP nyatanya masih tak tergoyahkan berada di urutan pertama.
Dalam survei SMRC, misalnya, PDIP memperoleh suara sekitar 16,87% disusul oleh Partai Golkar dengan perolehan suara 14,36n Partai Gerindra dengan 12,97%. Di urutan bawah ada PKB dengan 10,66n Partai Nasdem dengan 9,23%.
Baca Juga: Terkait Program 'Lapor Mas Wapres', Mahfud MD: Itu Cuma Gimmick
Tak jauh beda dengan data yang dirilis oleh Populi Center. Berdasarkan data per Kamis, (15/2/2024), PDIP bertengger di urutan paling atas dengan suara sebanyak 16,36%.
Kemenangan PDIP dalam Pileg 2024 ini cukup mengherankan lantaran tidak berbanding lurus dengan perolehan suara pasangan capres-cawapres yang diusungnya. Pasangan calon (paslon) nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD kalah telak dengan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming RAka si kandang banteng sendiri misalnya DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perolehan suara Ganjar-Mahfud secara nasional menempati posisi buncit yakni hanya sekitar 16% saja. Berdasarkan data hitung cepat dari SMRC, Kamis (15/2/2024), perolehan suara Ganjar-Mahfud hanya 16,60% sementara paslon Prabowo-Gibran tembus 58,54n Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berada di angka 24,86%.
Analis Politik dari Voxpol, Pangi Syarwi Chaniago buka suara terkait hal tersebut. Dia menilai jika perolehan suara Prabowo-Gibran bisa tinggi bahkan sampai menjebol basis PDIP lantaran publik masih memilih berdasarkan figure saja.
Yang kedua, kemenangan Prabowo-Gibran ini tidak bisa dilepaskan dari mereka yang memahami isu-isu grass root, bukannya isu-isu elite.
Adapun isu-isu grass root adalah persoalan dari perut ke bawah. Dirinya menyebut jika isu seperti demokrasi, nepotisme, pelanggaran konstitusi, dinasti politik, abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dan soal kecurangan tidak bisa masuk bagi masyarakat awam. Mereka, imbuh Pangi, tidak bisa diajak duduk untuk pembahasan demokrasi yang menurun, isu-isu bernegara, kualitas demokrasi turun dan isu HAM.
Baca Juga: PDI-P All Out Menangkan Risma-Gus Hans di Pilkada Jatim
Pangi menduga jika keengganan publik untuk berbasa-basi tentang isu seperti itu dan memperhatikannya secaar detail seperti isu demokrasi dan isu HAM tidak bisa dilepaskan dari tingkat pendidikan Indonesia yang hanya 12 -15rstatus lulusan kuliah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akhirnya kita paham kalau kita kampanye jadi calon presiden itu urusan-urusan perut saja lah," kata Pangi ketika dihubungi, Senin (19/2/2024).
Adanya pengaruh Jokowi menurut Pangi juga menjadi faktor elektabilitas dari Prabowo-Gibran. Pangi menjelaskan jika Jokowi memang tidak mendeklarasikan dukungan pada capres tertentu, namun, sikap Jokowi yang selama ini lebih dekat kepada Prabowo, apalagi menyodorkan Gibran sebagai cawapresnya, tentu saja membawa pengaruh politik secara tidak langsung.
Itu kemudian memperjelas, mempertegas bahwa memang Pak Prabowo adalah representasi dari Pak Jokowi. Dengan di tengah tinggi approval rating Pak Jokowi, di tengah banyak publik berterima kasih karena ada uang Rp600 ribu, dan itu bagi rakyat di kampung, saya panjang kontemplasi, mereka tidak mengkhianati Jokowi," ucap Pangi.
Baca Juga: Anies dan Ganjar akan Hadir dalam Pelantikan Prabowo-Gibran Minggu Besok
Publik tidak mau pindah pilihan karena warga tidak enak merasa sudah dibantu presiden. Pangi menegaskan bahwa beragam bantuan yang diberikan tersebut akhirnya membuat rakyat khawatir jika suatu saat bantuan itu hilang. Akhirnya, sebagian besar warga memilih orang yang berafiliasi dengan Jokowi.
Selain itu, Jokowi disebut melihat kebutuhan rakyat dan sikap publik yang enggan memikirkan isu dinasti politik dan semacamnya, sehingga faktor itu bisa memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
Makanya kenapa Pak Jokowi pakai muka badak, dinasti politik itu enggak penting, makanya dilanggar, bahkan dia berani melanggar konstitusi dengan memaksakan Gibran yang tidak cukup umur itu atau sampai sekarang stempel seolah anak haram konstitusi itu, kan, juga gak ngefek karena isu itu bukan isu rakyat, itu isu elite dan langitan," jelasnya.
Editor : Pahlevi