Membaca Peluang PDIP Menguasai DPR Saat UU MD3 Sering Diotak-Atik

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 23 Feb 2024 17:36 WIB

Membaca Peluang PDIP Menguasai DPR Saat UU MD3 Sering Diotak-Atik

Surabaya (optika.id) - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hampir dipastikan kembali memperoleh kemenangan ketiga kalinya (hattrick) pemilihan legislative (Piles). Pasalnya, PDIP merujuk berbagai hasil, mengungguli berbagai partai lainnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Dilansir dari laman pemilu 2024.kpu.go.id, Kamis (22/2/2024), PDIP mendapatkan suara sebanyak 11.800.831 suara atau setara dengan 16,8%; disusul Partai Golkar dengan perolehan 10.629.288 suara atau 15.14%; Partai Gerindra sebanyak 9.432.055 suara atau 13,43%; lalu Partai Kebangkitan Bangsa yang meraup 8.273.979 suara atau sekitar 11,78%.

Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Kendati demikian, PDIP khawatir tidak otomatis menjadi Ketua DPR periode 2024 2029. Hal ini berkaca pada pengalaman 2014 2019 silam, pucuk pimpinan parlemen saat itu justru dikuasai oleh Partai Golkar.

Hal tersebut sangat mungkin terjadi mengingat revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) akan menjadi agenda utama Senayan setelah mereka semua dilantik. Dalam beleid tersebut, turut diatur sejumlah mekanisme penentuan pimpinan dewan.

UU MD3 Rentan Diotak-Atik

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus tidak heran dengan kebiasaan DPR yang otak-atik UU MD3 sejak tahun 2014. Perubahan tersebut, kata Lucius, hanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan sesaat saja.

Misalnya, dia mencontohkan dengan adanya revisi UU MD3 pada tahun 2018. Perubahan saat itu dilakukan untuk memberikan 1 kursi pimpinan kepada PDIP yang menjadi fraksi dengan perwakilan terbanyak di DPR. Akan tetapi, bukan kursi ketua. Pasalnya, mekanisme pemilihan pimpinan DPR sebelumnya berubah dari sistem proporsional ke paket. Apalagi, paket PDIP yang diajukan kalah suara ketika pemilihan.

Beralih pada tahun 2019, revisi UU MD3 saat itu menghebohkan. Pasalnya, perubahan tersebut dilakukan agar mengakomodasi beberapa fraksi di kursi pimpinan MPR. Dengan kata lain, semua fraksi dan kelompok anggota DPD untuk mempunyai satu perwakilan sehingga total pimpinan MPR genap 10 orang dan gemuk.

"Jadi, sejarah mencatat UU MD3 ini paling lunak, mudah diotak-atik sesuai dengan keinginan parpol (partai politik) yang mempunyai jatah kursi di parlemen," katanya, kepada Optika.id, Jumat (23/2/2024).

Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Menerka Konfigurasi Pimpinan DPR

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di sisi lain, Lucius juga mengakui bahwa agenda pemilihan pimpinan DPR merupakan agenda bancakan bagi para parpol. Apalagi, komposisi kekukatan di legislative saat ini mulai bisa dibaca seiring dengan adanya hasil hitung cepat (quick count) oleh lembaga survei maupun hitung riil (real count) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas Pileg 2024.

"Perkembangan hasil pemilu akan sangat menentukan, apakah perlu merubah UU MD3 atau tidak," jelasnya.

Jika format paket kembali diterapkan, Lucius menilai jika hasilnya nanti ditentukan melalui mekanisme kesepakatan dari para elit ketika berkompromi dan melakukan lobi-lobi. Hal berbeda jika sistem proporsional diterapkan sebagaimana periode 2009 2014. Pasalnya, saat itu kursi pimpinan diberikan kepada parpol sesuai dengan jumlah kursi yang diperoleh.

Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

Dirinya pun kemudian membuat simulasi sekaligus prediksi dengan perolehan hasil Pileg 2024 dan kondisi perpolitikan sekarang. Dalam prediksinya, aka nada 8 parpol yang lolos parlemen jika PPP gagal menembus ambang batas 4%. Sementara itu, pimpinan terdiri dari 5 orang yang terdiri dari 1 ketua dan 4 wakil ketua.

Apabila hal demikian yang terjadi, maka ada peluang dari poros pengusung pasangan Anies-Muhaimin (AMIN) yakni Partai Nasdem, PKB dan PKS serta Ganjar-Mahfud yang membawa gerbong PDIP. Atau, kubu Prabowo-Gibran yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat, untuk menarik satu parpol dari kubu seberang agar bisa menggenapi paket yang disodorkan. Dengan demikian, Lucius menegaskan negoisasi akan terlaksana.

"Atau kalau mentok, mungkin saja sistem paket ke proporsional akan jadi jalan keluar. Tapi, itu artinya PDIP yang jadi ketua. Pasti koalisi pendukung Prabowo enggak mau terima begitu saja DPR dipimpin oposisi," jelasnya.

 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU