Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, @Rosyid College of Arts
Baca Juga: Politik Islam di Simpang Jalan
Surabaya (optika.id) - Keroyokan adalah fenomena yang akhir-akhir ini muncul. Setelah ratusan profesor berbagai kampus, lalu puluhan tokoh Gerakan Nurani Bangsa, terakhir adalah 100 tokoh Gerakan Pemilu Bersih rame-rame mengeroyok Jokowi. 26 tahun silam, ribuan mahasiswa mengroyok Pak Harto di Senayan sehingga turun dari kursi Presiden. Apakah Soekarno, Soeharto dan Jokowi bisa sedemikian powerfull sendiri tanpa dukungan DPR yang sakit gigi, parpol yang sarat kepentingan, dan kampus menara gading yg asyik mengejar ranking, serta rancangan tata kelola bernegara yang cacat ?
Baca Juga: Parpol Adalah Organisasi yang Paling Berbahaya
Reformasi 1998 hampir saja menjadikan Golkar partai terlarang seperti dulu MPR menjadikan PKI partai terlarang. Memakzulkan presiden saja jelas tidak cukup, karena persoalan kita terstruktur, sistemik, dan masif seperti dugaan kecurangan Pemilu mbelgedhes ini. UUD2002 memberikan hak istimewa pada partai-partai politik sedemikian rupa sehingga partai-partai politik itu memonopoli politik sebagai kebajikan publik secara radikal. Publik pemilih praktis hanya jongos politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi, gerakan-gerakan yang mengroyok Jokowi saat ini salah sasaran, seperti Pilpres ini telah salah paslon, salah pilih, salah hitung, dan salah menyalahkan antar warga negara. Seperti dikatakan Kang Yudi Latif, tidak kah kembelgedhesan ini cukup menyadarkan kita bahwa dekadensi demokrasi ini harus diakhiri dengan kembali ke fitrah cita negara UUD 45? Bukan menyalahkan Jokowi saja seperti dulu menyalahkan Soeharto, atau Bung Karno saja?
Baca Juga: UUD 1945 adalah Bendera Perang Melawan Penjajah
Labuanbajo, Flores. (22/2/2024)
Editor : Pahlevi