Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
Rosyid College of Arts
Baca Juga: Politik Islam di Simpang Jalan
Surabaya (optika.id) - Setelah para profesor berbagai kampus, puluhan tokoh Gerakan Nurani Bangsa, lalu 100 tokoh Gerakan Pemilu Bersih, kini dua paslon yg kalah pilpres ala KPU mengeroyok Jokowi di sidang sengketa Hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi. Pengeroyokan Jokowi itu membidik Gibran, untuk mendiskualifikasi Paslon Prabowo-Gibran. Anies dan Ganjar sebagai penumpang dan pengecer demokrasi, diiringi senandung requiem Todung Mulia Lubis berusaha mengorbankan Prabowo seorang kontributor besar demokrasi di depan altar MK dalam sebuah ritual pemujaan demokrasi. Prabowo, seorang mantan tentara, adalah satu-satunya politisi yang kontribusinya bagi demokrasi melalui Gerindra tidak tertandingi selama 15 tahun terakhir di Republik ini.
26 tahun silam, ribuan mahasiswa mengroyok Soeharto di Senayan sehingga turun dari kursi Presiden. Apakah Soekarno, Soeharto dan Jokowi bisa tumbuh sedemikian powerfull sendiri tanpa DPR yang sakit gigi, parpol yang sarat kepentingan, ulama setan bisu, dan para profesor di menara gading asyik mengejar ranking, serta rancangan tata kelola bernegara yang cacat?
Reformasi 1998 nyaris menjadikan Golkar partai terlarang seperti dulu MPR pada 1967 menjadikan PKI partai terlarang. Memakzulkan presiden saja terbukti tidak cukup, karena sejak UUD45 diganti UUD2002, rancangan politik kita cacat secara terstruktur, sistemik, dan masif. Tidak terlalu mengherankan jika ada dugaan kecurangan serupa dalam Pilpres mbelgedhes ini. Harus diingat bahwa UUD2002 yg dirancang oleh kaum liberal di kampus-kampus yang didanai LSM2 asing telah memberikan hak istimewa pada partai-partai politik sedemikian rupa sehingga partai-partai politik itu memonopoli politik sebagai kebajikan publik secara radikal. Publik pemilih praktis hanya jongos politik, dan presiden terpilih adalah petugas partai.
Baca Juga: Parpol Adalah Organisasi yang Paling Berbahaya
Kejahatan politik, jika bukan pelanggaran etika politik, sudah dilakukan parpol atau koalisinya saat oleh UUD2002 diposisikan sebagai satu-satunya lembaga yang berhak mengajukan paslon capres dan cawapres. Dr. Mulyadi Tadampali dari FISIP UI menyatakan bahwa : (1). Konsep koalisi adalah "prabot rumah tangga" sistem parlementer untuk pemilu parlemen; (2) konsep koalisi dalam parlemen dibenarkan jika hanya jika setelah pemilu selesai tidak ada partai peserta pemilu yang memperooeh suara repsentatif minimal; (3) dalam sistem parlementer, koalisi segera jatuh kalau ada partai yang keluar dari koalisi; (4) *konsep koalisi tidak dikenal dalam pilpres* karena dalam pilpres semua peserta pemilu memiliki hak untuk mengajukan calon. Dalam Pilpres, haram hukumnya aturan/kesepakatan yang menyebabkan partai tidak dapat mengajukan kader/anggotanya. Selain itu, haram hukumnya bagi partai mencalonkan kader/anggota partai lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengenai parpol sebagai organisasi yang berbahaya bisa dirujuk pada pernyataan Noam Chomsky yang mengatakan bahwa organisasi yang paling berbahaya di dunia ini adalah sebuah partai politik. Bukan Al Qaeda atau ISIS. Namanya Partai Republik AS yang pernah berkuasa, bergantian dengan Partai Demokrat AS. Kedua parpol itulah yang merancang dan menjalankan kebijakan luar negeri AS yang sangat mengincar kekayaan negara lain dan gemar perang sebagai bisnis yang sangat menguntungkan. Yanis Varoufakis bahkan mengatakan kebijakan luar negeri AS selalu cawe-cawe dengan urusan dalam negeri banyak negara-negara berkembang yang kaya sumberdaya, termasuk cawe-cawe urusan Pilpres di banyak negara.
Jadi, percobaan pembunuhan atas Prabowo secara politik saat ini hampir pasti ditunggangi kekuatan asing. Upaya itu juga salah sasaran, seperti Pilpres ini telah salah paslon, salah pilih, salah hitung, dan salah menyalahkan antar warga negara. Kecurangan Pilpres, jika ada, lalu salah hitung suaranya jauh lebih terkelola dibanding dengan kecurangan Pilleg yg melibatkan 18 parpol dan ratusan caleg. Menyalahkan Jokowi sendiri dengan kedok mengembalikan demokrasi tidak saja mengingkari cacat terstruktur, sistemik dan masif model politik dan Pemilu ala UUD2002 ini, bahkan akan menjadi bumerang bagi bangsa yang sebentar lagi mau take off menjadi negara besar menyaingi China, India, dan AS.
Baca Juga: UUD 1945 adalah Bendera Perang Melawan Penjajah
Sambil mengikuti percobaan pembunuhan politik atas Prabowo di MK ini, seperti dikatakan Kang Yudi Latif, tidak kah kembelgedhesan ini cukup menyadarkan kita bahwa dekadensi demokrasi ini harus diakhiri dengan kembali ke fitrah cita negara UUD45? Bukan mengeroyok Jokowi saja seperti dulu mengeroyok Soeharto, atau Bung Karno saja? Kita harus cegah agar Pemilu ini tidak lagi berakhir memilukan bagi Prabowo dan 150 juta pemilih yg sudah bersusah payah ke 800ribuan TPS, sementara bandit-bandit politik yang bersembunyi di parpol-parpol itu lolos melenggang tanpa pertanggungjawaban ke Senayan.
Gunung Anyar, 29 Maret 2024
Editor : Pahlevi