MK Nilai Presiden Tak Lakukan Nepotisme Atas Pencalonan Gibran

author Danny

- Pewarta

Senin, 22 Apr 2024 13:50 WIB

MK Nilai Presiden Tak Lakukan Nepotisme Atas Pencalonan Gibran

Jakarta (optika.id) - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai dalil pemohon dalam hal ini penggugat kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar perihal adanya dugaan nepotisme Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkiat pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres tidak mampu dibuktikan.

Adapun dalam dalil tersebut kubu Anies-Muhaimin menuding tindakan Jokowi yang mendukung Gibran sebagai cawapres melanggar ketentuan mengenai nepotisme di Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, serta Undang-Undang Pemilu.

Baca Juga: Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto, Siapa Saja?

"Mahkamah berpendapat dalil pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim MK Daniel Yusmic Foekh dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).

MK beralasan, dalam dalilinya, kubu Anies-Muhaimin tidak menguraikan lebh lanjut dan tidak membuktikan dalilnya tersebut.

Hal tersebut membuat MK tidak mendapat keyakinan akan kebenaran terhadap dalil yang dipersoalkan kubu Anies-Muhaimin tersebut.

Baca Juga: Prabowo-Gibran akan Dilantik Hari Ini, Apa Isi Sumpahnya?

Terlebih, lanjut Daniel, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan adalah jabatan yang diisi melalui pemilihan, bukan jabatan yang ditunjuk atau diangkat secara langsung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung.

"Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagal bentuk nepotisme," terangnya. 

Baca Juga: Jokowi Minta LDII Dukung Pemerintahan Baru Kabinet Prabowo-Gibran!

Dalam kesempatan itu, ia menegaskan, MK juga  telah menghapus ketentuan yang melarang calon kepala daerah memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

"Meskipun putusan tersebut terkait dengan pengisian pencalonan kepala daerah, namun dengan telah dipersamakan antara rezim pemilihan kepala daerah dengan pemilihan umum oleh Mahkamah, relevan untuk dijadikan substansi dalam menjawab dalil pemohon a quo," pungkas dia. 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU