Tahun Baru : Paradigma Baru

author Pahlevi

- Pewarta

Minggu, 07 Jul 2024 11:33 WIB

Tahun Baru : Paradigma Baru

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid @Rosyid College of Arts

Baca Juga: Pilpres Ala UUD 2002: Akibatkan Penguasa Jumawa?

Surabaya (optika.id) - Hari ini kita memperingati Tahun Baru Hijriyah 1446H. Para sahabat Nabi menjadikan hijrah Nabi, bukan hari kelahirannya, sebagai sebuah peristiwa penting, sebuah turning point in time, di mana Islam tidak hanya diajarkan di kalangan mereka di Mekah di tengah masyarakat jahiliyyah, tapi mulai dipraktekkan secara terbuka di Yastrib yang oleh Nabi kemudian disebut Madinah. Madinah adalah sebuah kota yg dihuni oleh berbagai macam suku dan agama. Dasar-dasar tata kelola pemerintahan Madinah dituliskan dalam Piagam Madinah. Oleh beberapa pengamat sejarah peradaban, piagam Madinah menjadi pertanda dari sebuah masyarakat modern pertama, melampaui Roma, Baghdad atau Konstantinopel. Waktu itu, Eropa masih sangat terbelakang. Madinah berkembang pesat sehingga disebut al Madinatul munawwarah, kota yang bercahaya.

Sejak saat itu, kemanusiaan yang hampir kehilangan martabat akibat perbudakan, penindasan atas perempuan, riba, dan pencampuradukan antara yang haq dan bathil warisan Nabi Isa as, diselamatkan oleh Islam dari kehancurannya. Bahkan berabad kemudian renaissance Eropa bangkit, tidak bisa dibayangkan tanpa cahaya Islam yang justru dikenali orang-orang Eropa melalui perang salib untuk memperebutkan Yerusalem.

Allah swt menjadikan sejarah sebagai sebuah pergiliran pusat peradaban, satu pembukuan, dengan kelahiran para utusan-utusan-Nya yg kemudian ajarannya secara perlahan dilupakan, atau diputarbalikkan : menulis konsep dengan tangannya sendiri lalu dikatakan sebagai dari Tuhan, atau mengambil wahyuNya tapi kemudian dikatakan sebagai karyanya sendiri. Para Nabi itu dihadirkan Allah swt bukan sebagai pendongeng pelipur lara, tetapi sebagai teladan radikal : Nabi Isa mengganggu praktek para rabbi Yahudi yang menjanjikan penyelamatan jiwa dengan berbayar, dengan menjanjikan penyelamatan jiwa secara gratis pro-bono.

Baca Juga: Spirit Reformasi Diselewengkan, Surabaya Gugat Berikan Pernyataan!

Kini nyaris 1500 tahun kemudian kita menyaksikan kebangkrutan kemanusiaan itu di tanah Palestina oleh kekejaman zionis Israel, di depan para pemimpin negara adidaya yang membiarkannya begitu saja. Kita juga menyaksikan kehancuran peradaban oleh ulah tangan manusia sendiri melalui nekolim yang memperbudak, merendahkan perempuan, merusak lingkungan dan riba. Riba yang oleh Nabi dalam pesan terakhirnya di Arafah dinyatakan dilarang, hingga hari ini ternyata masih banyak dipraktekkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam pesan terakhirnya di bukit Arafah itu, Islam sebagai tatanan hidup bersama masyarakat yang majemuk dinyatakan telah sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia apapun asal usulnya. Melalui pendidikan yang memerdekakan jiwa, pasar terbuka yang bebas riba, investasi, birokrasi yang kompeten, serta pengelolaan sumberdaya yg berkelanjutan, Islam telah berjaya melahirkan peradaban modern yang bertahan menginspirasi dunia selama hampir 1000 tahun.

Baca Juga: Muhammadiyah: Rahmatullah wa Baarakatuh bagi Bangsa Indonesia

Di tengah kemunduran AS dan Barat, pergeseran lansekap geopolitik global yang mengarah ke Asia, kemunduran demokrasi yang selama ini diberhalakan, deglobalisasi dan kebangkitan sukuisme, serta sistem kasta baru berbasis feodalisme, kini tiba saatnya ummat Islam memaknai hijrah sebagai pergeseran yang lebih paradigmatik untuk menyelamatkan martabat kemanusiaan. Setiap muslim Indonesia adalah warga negara, sekaligus warga dunia yang mandiri, sehat, dan produktif serta berani mengambil tanggungjawab sejarah untuk meneladankan Islam dalam kehidupannya sebagai pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan komunitas global.

Jakarta, 7 Juli 2024/1 Muharram 1446H

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU