Indonesia Pasca Orde Baru

author Aribowo

- Pewarta

Kamis, 09 Des 2021 03:36 WIB

Indonesia Pasca Orde Baru

i

Untitled-1

[caption id="attachment_9845" align="aligncenter" width="125"] Oleh: Diki Wahyudi (Mahasiswa S2 Ilmu Politik Fisip Unair)[/caption]

Baca Juga: Jokowi Buka Suara Soal Dirinya Disebut Cawe-Cawe dalam Kabinet Prabowo-Gibran

Pada kesempatan kali ini saya ingin merespon tulisan yang berjudul Indonesia Pasca Jokowi oleh Sri Bintang Pamungkas, karena di dalam opininya, ia terang-terangan mengungkapkan bahwa presiden Jokowi akan lengser sebelum tahun 2024, alasannya tak lain karena pemerintahan Jokowi tidak mampu memperbaiki perekonomian negara.

Menyamakan Soeharto dengan Jokowi

Menariknya lagi, Sri Bintang Pamungkas seakan menyamakan antara Presiden Soeharto dan Jokowi yang sejatinya kondisi yang dialami kedua pemimpin negara tidak sama, Soeharto mempunyai tantangannya sendiri disaat menjadi presiden menggantikan Soekarno, sedangkan Jokowi juga memiliki tantangannya sendiri saat ini.

Tentu, setiap kebijakan yang diambil, baik diera Jokowi, maupun Soeharto menyesuaikan kondisi masing-masing yang dialami, masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda pada era reformasi maupun orde baru, beragam usulan dan tuntutan terjadi, tujuannya adalah untuk kemajuan indonesia.

Soeharto Bapak Pembangunan?

Saya pribadi tidak mengerti, mengapa Sri Bintang Pamungkas percaya diri dan yakin kalau Jokowi akan jatuh seperti halnya jatuhnya Soeharto, pada masa Orde Baru Indonesia menjadi macan Asia dan mampu menjadi negara yang disegani oleh negara-negara lain, sehingga pada saat itu, Indonesia sangat ditakuti.

Menariknya lagi soeharto dikenal dengan sebutan bapak pembangunan, meskipun uang yang digunakan untuk membangun infrastruktur tak lain hasil dari hutang kepada negara lain, namun opini saya, apa salahnya berhutang kepada negara lain, selagi hal tersebut untuk kepentingan masyarakat indonesia.

Kebutuhan indonesia saat itu ialah pemerataan pembangunan, apalagi proses transisi dari orde lama ke orde baru. Banyak perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan, sehingga pada saat itu, menurut saya pemerintahan soeharto memilih untuk fokus kepada pemerataan pembangunan di negara ini.

Sama halnya dengan rezim Jokowi, kita bersama bisa melihat, perhatiannya terhadap pembangunan sangat luar biasa, sehingga ada peningkatan ketercapaian di wilayah pembangunan, dibandingkan dengan pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun presiden Jokowi hanya meneruskan kebijakan yang dicanangkan oleh presiden sebelumnya.

Jadi pemerintahan Soeharto lengser ada penyebab yang sangat fundamental, namun, jika pemerintahan Jokowi akan lengser dalam waktu yang cepat, saya butuh kajian yang sangat mendalam dan komprehensif, mengapa pemerintahan tersebut harus lengser dan apa penyebabnya harus ada kajian ilmiahnya.

Runtuhnya Orde Baru

Jenderal soeharto membangun sebuah pemerintahan di Indonesia, yang dikenal dengan sebutan orde baru, sejatinya orde baru sebagai suatu pemerintahan mewarisi kehancuran ekonomi, sosial, politik. Pemerintahan tersebut harus mengambil langkah tegas untuk keluar dari krisi, sebab kalau pemerintahan Soeharto mampu mengatasi krisis yang ada maka akan lebih gampang diterima oleh masyarakat.

Krisis Ekonomi

Baca Juga: Trengginas Sebagai Oposisi, PDIP Akan Goyahkan Rezim Selanjutnya?

Faktor penyebab berakhirnya pemerintahan soeharto ditandai dengan, krisis ekonomi, politik, krisis keamanan dan krisis sosial, budaya. Pada tahun 1997 Krisis ekonomi bermula disaat Thailand yang menyebabkan nilai tukar rupiah menjadi menurun terhadap dollar AS, hal tersebut berakibat pada mahalnya barang-barang pokok, banyaknya PHK, meningkatnya angka pengangguran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Krisis ekonomi yang terjadi saat itu menjadi malapetaka bagi kekuasaan Soeharto, karena adanya krisis ekonomi yang terjadi, soeharto kehilangan sumber potensial untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya, karena roda pemerintahan disaat itu hanya mengandalkan legitimasi ekonomi bukan legitimasi moral yang akan mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat.

Trickle down effeck atau efek menetas kebawah, dengan tujuan pemerataan ekonomi merupakan formula andalan orde baru dalam pembangunan ekonomi nasional, akan tetapi hal tersebut rentan dan amat tidak kokoh, sehingga yang menikmati kue pembangunan lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang yang memegang akses ekonomi dan politik di tingkat nasional. Hal tersebut yang menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi yang cukup besar sehingga rakyat kecewa.

Runtuhnya rezim Soeharto, sejatinya juga tidak terlepas dari peranan gerakan mahasiswa dan seluruh civitas akademika kampus yang saat itu selalu diam, penyebab keresahannya tak lain ialah melambungnya harga pokok, dan kriminalitas dimana-mana terjadi saat itu, sehingga mereka tergerak melakukan aksi demonstrasi untuk menurunkan soeharto pada tahun 1997.

Pemerintahan Jokowi

Kondisi orde baru dengan era reformasi tentu sangat berbeda, terkhusus pada pemerintahan presiden Jokowi. Kalau dikatakan rezim Jokowi banyak kekurangan dalam proses menjalankan pemerintahannya saya bersepakat, namun tidak semudah dikatakan oleh Sri Bintang yang akan lengser dalam waktu yang sangat cepat.

Pada pemerintahan Jokowi indeks demokrasi mengalami penurunan, dimana banyak kalangan masyarakat berpandangan rezim pemerintah kali ini seakan seperti orde baru, karena kalau mengkritik rezim biasanya, masyarakat dilaporkan kepada pihak penegak hukum, atau patut juga diduga ada campur tangan pihak penegak hukum.

Baca Juga: Penyusunan APBN 2025 Tak Libatkan KPK, Anggaran Makan Siang Gratis Tak Diawasi?

Kebijakan Abstrak

Beberapa kebijakan rezim Jokowi terkadang masih abstrak dan multitafsir, sehingga masih sering di kritik oleh kalangan akademisi maupun aktivis mahasiswa, contohnya katakanlah permendikbud yang menyoal tentang kekerasan seksual, masih pro dan kontra, ada yang menilai aturan tersebut melegalkan seks bebas di indonesia.

Tentu banyak evaluasi kepada rezim pemerintahan saat ini, namun untuk melengserkan rezim tersebut sangat berat, karena masih banyak juga kaum intelektual yang masih optimis bahwa rezim tersebut bisa diperbaiki dengan, membuka cakrawala berfikir masyarakat, sehingga untuk mengganti rezim harus melalui pemilu yang notabene kita semua akan memilih pemimpin yang merepresentasikan masyarakat.

Masih ada harapan untuk memperbaiki negara republik Indonesia, para akademisi, aktivis dan masyarakat harus bergandengan tangan, memilih calon pemimpin yang tepat disaat kontestasi pemilu berlangsung, dan kajian-kajian mengenai sosial, politik, dan ekonomi harus terus dilakukan, karena hal tersebut sejatinya membantu masyarakat dan juga negara.

Editor: Aribowo

[removed][removed]

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU