Optika.id - Kehidupan menjadi mahasiswa merupakan sebuah masa transisi yang dialami oleh sebagian orang sebelum menjadi anggota masyarakat dewasa dengan peran dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Masa-masa menjadi mahasiswa ini bisa menjadi adalah masa yang menegangkan. Pasalnya, beberapa siswa sekolah yang sudah mulai menjalani kehidupan perkuliahan, selain menghadapi tekanan akademis, juga mengurus berbagai tanggung jawab pekerjaan dan keluarga.
Berbagai tekanan baik secara akademis maupun faktor lainnya, akan menyebabkan para anak muda itu mengalami stress. Dengan meningkatnya kesadaran akan masalah kesehatan mental anak, serta banyaknya penggunaan obat-obatan psikotropika, bukan hal yang tidak mungkin jika jumlah orang dewasa muda yang mengidap masalah kesehatan mental yang masuk ke perguruan tinggi telah meningkat secara signifikan.
Baca juga: Aksi Tolak Pemerintahan Jokowi Berujung Ricuh, Polisi Tertibkan Massa
Menurut keterangan dari Psikolog Lembaga Layanan Psikologi Universitas Nusa Nipa Indonesia, Maria Megaloma Gaharpung, kesehatan mental yang dirasakan oleh mahasiswa ini adalah kondisi yang wajar. Dia menilai, rasa khawatir mahasiswa ini menunjukkan dia mampu menikmati kehidupannya dan berperan dalam lingkungan sekitarnya.
Mirisnya, belakangan ini banyak kasus yang mengabarkan bunuh diri yang terjadi pada mahasiswa. Berdasarkan data dari Pusiknas Polri, sejak awal tahun 2023 tercatat ada sebanyak 451 aksi bunuh diri di seluruh Indonesia. atas hal tersebut, Maria menjelaskan bahwa seseorang yang berpotensi mendapatkan gangguan kesehatan mental adalah mereka yang memiliki perkembangan fisik yang tidak normal.
Secara psikis, mahasiswa yang memiliki respon emosional yang tidak wajar, tidak menghormati diri sendiri dan orang lain, mahasiswa yang pernah mengalami gangguan psikologis, serta mahasiswa yang tertutup, ujar Maria, dalam keterangannya, Jumat (20/10/2023).
Secara sosial, sambungnya, mahasiswa yang berpotensi besar mendapatkan gangguan mental adalah mereka yang tidak mampu berhubungan dengan orang lain baik teman, maupun dosen. Hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa kuliah merupakan masa yang penuh tantangan bagi mahasiswa yang ingin menyandang gelar sarjana.
Selain itu, potensi besar para mahasiswa yang mengalami gangguan mental menurut jurnal College Students: Mental Health Problems and Treatment Consideration adalah usia mahasiswa yang masih muda dan cenderung masih bergantung pada orang tua untuk dukungan keuangan maupun emosional.
Para siswa ini harus menghadapi tugas mengambil tanggung jawab yang lebih seperti orang dewasa tanpa harus menguasai skill yang mumpuni di masa transisi dewasa. Selain beban akademik yang harus mereka tanggung dari awal hingga akhir.
Misalnya, ada mahasiswa yang stress dan merasa shock ketika menghadapi pengalaman yang berpotensi menimbulkan stress untuk pertama kalinya seperti menjalin hubungan, kerja paruh waktu, atau mempunyai teman sekamar yang budaya dan sistem kepercayaannya berbeda dari dirinya.
Sebenarnya, ada banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami gangguan mental sejak awal dia berkuliah. Dirangkum dari keterangan Maria, Optika.id jelaskan dalam poin-poin berikut:
Faktor Biologis
Baca juga: Jokowi Tolak ke Jawa Timur Usai Ada Rancangan Demo Mahasiswa
Sejatinya ada dua faktor internal yang memengaruhi kondisi mental seseorang yakni faktor biologis yang menyangkut keturunan atau genetic, dan kedua adalah faktor psikologis.
Maria menegaskan, biasanya seseorang yang tidak sehat mentalnya berpeluang mendapatkan gangguan mental dua puluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sehat fisik dan jiwanya.
Selain itu, masalah psikologis juga menyumbang faktor gangguan kesehatan mental seseorang. Maka dari itu, ada mahasiswa yang mengalami gangguan mental lantaran memiliki beban berlebihan dan belum dapat menangani permasalahannya sendiri.
Tak hanya beban berlebih, memiliki pengalaman masa lalu yang kurang traumatis dan membekas sebagai memori yang kurang menyenangkan misalnya kecemasan yang berlebihan tentang masa depan, perlakuan kasar, hingga kehilangan orang terdekat juga merupakan faktor yang membuat orang rentan mengalami mental illness.
Faktor Keluarga
Selain itu, ada faktor eksternal yang umum menjadi pemicu gangguan mental. Salah satu yang paling berpengaruh adalah kehadiran keluarga yang belum berperan secara baik dan tidak menjadi support system utama. Kurangnya peran keluarga, khususnya orang tua dalam kehidupan anak, serta keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi atau bahkan tidak mempunyai kepedulian dengan sesame anggota keluarga cenderung membentuk pribadi anak yang tertutup dan memendam emosinya hingga menumpuk.
Baca juga: Pasar Bandeng Gresik: Mahasiswa PMM UMG Terjun ke Warisan Budaya Lokal
Mahasiswa mengalami gangguan kesehatan mental disebabkan oleh interaksi antara mahasiswa dengan orang tua yang kurang harmonis serta tidak ada rasa percaya antar sesama anggota keluarga, tambah Maria.
Lingkungan dan Hubungan sosial
Aristoteles, seorang filsuf legendaris dari Yunani menyebut jika manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa kehadiran dari orang lain. akan tetapi, apa jadinya jika orang-orang di sekitar malah menjadi salah satu faktor penyebab dari gangguan mental itu sendiri?
Lingkungan memiliki peran yang cukup penting terhadap kesehatan mental baik itu teman, keluarga, lingkungan sekolah hingga lingkungan kerja.
Pada tahun 2020, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yulianti dan Ariasti, ada 45,8% masalah kesehatan mental yang disebabkan oleh konflik dalam keluarga dan teman sebaya.
Editor : Pahlevi