Optika.id - Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri buka suara terkait naiknya harga komoditas bahan-bahan belakangan ini. Dia menilai jika kenaikan harga pangan di awal Desember kali ini terjadi lantaran adanya keterbatasan antara jumlah produksi dan stok beberapa komoditas itu sendiri. dia pun menepis anggapan jika kenaikan terjadi disebabkan oleh permintaan tinggi di tingkat konsumen.
Pertama ini bukan karena permintaan besar ya. Jadi kenaikan murni karena produksi yang terbatas karena memang stok pangan terbatas itu persoalan di sana," kata Abdullah, dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Ingin Liburan Terjamin dan Aman? Coba Asuransi Ini!
Secara pola tahunan, sebut Abdullah, permintaan besar di tingkat masyarakat justru terjadi menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru), bukannya awal-awal Desember. Puncak dari permintaan yang biasanya menyebabkan kenaikan itu baru akan terlihat pada H-7 hingga H-3 Nataru. Setelahnya, di awal-awal tahun biasanya akan kembali normal.
Jadi permintaan besar Nataru itu fasenya seminggu menjelang Nataru. Puncaknya di H-3 hari menjelang Natal. Itu puncaknya," ucap dia.
Maka dari itu, Abdullah mendesak agar pemerintah turun tangan dengan memastikan stok yang dimiliki oleh pemerintah maupun produsen sekiranya cukup untuk konsumsi masyarakat saat ini. Apabila tidak cukup, maka kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok menjelang Nataru akan terjadi.
Jelang Nataru pasti saat kenaikan permintaan lebih tinggi lagi dari sekarang," ujarnya.
Baca juga: Ini Tips Cerdas Kelola Finansial Saat Libur Natal dan Tahun Baru
Senada dengan Abdullah, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah menilai pemerintah perlu mempersiapkan beberapa langkah strategis untuk mengatasi kenaikan harga pangan ini. Pasalnya, kenaikan harga pada peringatan hari besar merupakan pola yang terjadi setiap tahunnya sehingga harusnya sudah bisa diprediksi.
Pada peringatan hari besar semisal hari raya keagamaan atau tahun baru permintaan selalu meningkat sekalipun produksi cukup kerap menyebabkan kenaikan harga, tutur Said.
Dia menyarankan agar pemerintah segera melakukan pemetaan daerah yang menjadi ladang produksi. Perhitungan produksi dan perkiraan produksi ini menurut Said bisa dijadikan data dasar untuk mengambil serangkaian kebijakan. Misalnya, dari hitungan produksi stok cukup untuk menjawab kenaikan permintaan, namun yang diperlukan adalah upaya serta kepastian distribusi dari daerah surplus ke yang minus.
Baca juga: Waspadai Diskon Abal-Abal, Ini Cara Jadi Konsumen yang Tidak Gampang Kalap Saat Belanja!
Pemerintah harus sudah punya basis data yang akurat. Salah satunya adanya dashboard sistem informasi pangan (pemantauan) yang dioptimalkan, sehingga pengambilan kebijakan menjadi tepat sasaran," jelasnya.
Said mengimbau kebijakan impor bisa dilakukan sebagai opsi terakhir apabila seluruh kebijakan yang ditempuh pemerintah tidak kunjung berhasil meredam kenaikan harga di lapangan. Selain itu, diperlukan juga persiapan rencana serta kebijakan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan. Salah satunya adalah dengan operasi pasar.
Oleh karenanya pemerintah melalui Bulog misalnya perlu menghitung dan menyiapkan cadangan terutama dengan mengandalkan produksi dalam negeri, ungkap dia.
Editor : Pahlevi