Optik.id. Surabaya. Drs Himawan Bayu Patriadi, MA, Ph.D, dosen Fisip Universitas Jember, menilai apa yang digagas Gus Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum Tanfidziah Nahdlatul Ulamah (NU), sebagai langkah menghidupkan kembali nilai Gus Dur, katanya kepada Optika.id lewat WhatsApp, Selasa 4/1/2022. Menurut Bayu sejak awal Gus Yahya ingin meneruskan nilai-nilai dan gagasan Gus Dur.
Nilai itu bersumber pada keputusan Muktamar Situbondo 1984, bahwa NU menarik diri dari ranah politik praktis dan akan lebih berkonsentasi pada kepentingan dan kehidupan 'jami'ah' dan 'jama'ah'nya. Hal itu karena mempertimbangkan bahwa tantangan saat ini bukan hanya terletak di ranah politik, tapi juga ranah di luar politik seperti peradaban, ujar dosen Hubungan Internasional itu.
Baca Juga: Makin Kuat, PBNU Desak PKB Tentang Peran Ulama di Partai
Dengan tidak mau menjadi kendaraan politik, salah satu penafsirannya adalah bahwa NU tidak akan terlibat dalam berpolitik praktis. Tapi, mengingat bahwa jumlah massanya yang besar, suara atau pendapat NU secara politis akan selaku diperhitungkan. Dengan posisi dan potensinya ini, sangat mungkin NU akan menjadi salah satu 'King maker' pada perhelatan politik tahun 2024, urainya lebih detil.
Diakui oleh Bayu selalu ada hambatan untuk merealisasi NU sebagai organisasi yang independen.
Hambatannya yang paling besar adalah terdapatnya faksi yang sudah terlanjur tersosialisasi politik akibat interaksi NU yang begitu lama dengan politik, kata Bayu, Ketua Centre for Research in Social Sciences and Humanities (C-RISSH)
Bayu bisa memastikan bahwa relasi antara NU dan parpol relatif akan berjarak. Seperti yang pernah bergaung kencang pasca Muktamar Situbondo ahun 1984, dengan jargon: "NU tidak kemana-mana, tapi ada dimana-mana". Dalam konteks ini, keterlibatan personil NU dalam politik akan lebih bersifat pribadi.
NU Ingin Kembali ke Khittah
Prof Kacung Marijan, MA, Ph.D mengatakan bahwa apa yg dikemukakan Gus Yahya itu merupakan usaha untuk kembalikan NU ke rel khittah. Bahwa secara politik, NU tidak ke mana mana tapi bisa di mana mana. NU bukan alat politik dan memperalat partai tertentu. Urusan politik praktis atau elektoral adalah urusan individu warga NU, urai Marijan kepada Optika.id, Selara 4/1/2022 lewat WhatsApp.
PKB merupalan salah satu partai warga NU. Ini bisa saja terus terjadi ketika PKB mampu menjadi saluran politik dan memperjuangkan aspirasi warga NU. Tapi itu sifatnya individual atau jamaah, bukan organisasi atau jam'iyah NU, penjelasan Guru Besar Fisip Universitas Airlangga itu.
Baca Juga: Cak Imin Tolak Panggilan PBNU Soal Mandat Benahi PKB!
Marijan menyimpulkan bahwa yang digagas Gus Yahya itu baik utk organsassi NU maupun PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). NU akan bergerak leluasa di high politics dan sebagai bagaian dari kekuatan civil society. Sementara bagi PKB, hal itu akan membuat dia berusaha sebagai partai yang serius dengan kekuatannya sendiri untuk menperjuangkan konstituennya, khususnya warga NU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masih Pernyataan Ketum Tanfidiyah
Prof Masod, MA, Ph.D, mengingatkan bahwa semua itu baru pernyataan Ketua Umum Tanfidiyah PB (Pengurus Besar) NU, belum ada dari Rois Aam PB NU.
Itukan masih merupakan pernyataan pribadi beliau, belum keputusan rapat lengkap, bukan hasil Munas (Musyawarah Nasional) atau Kombes (Konferensi Besar), kata Komisaris Bank Jatim itu.
Diakui Masod saat ini beda dengan lahirnya konsep NU kembali ke khittah dulu. Banyak faktor yang berubah karena itu tidak bisa hanya dengan pernyataan Ketum Tanfidiyah, urai Masod. Kita harus tunggu pendapat Rais Aam dan Munas dulu, katanya.
Baca Juga: Pengurus Kiai PBNU Meminta PKB Diperbaiki, Dulu Diancam Carok Saat Dirikan Partai
Tulisan Aribowo
Editor: Amrizal Ananda Pahlevi
Editor : Pahlevi