Optika.id - Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun melaporkan melaporkan dua anak Presiden Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi berani Ubedilah Badrun membuat publik terhenyak. Dia melaporkan Gibran dan Kaesang terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Baca Juga: Kaesang Kunjungi KPK, Minta Saran dan Nasehat Terkait Tudingan Penggunaan Jet Pribadi
Ubedilah menyebut, Gibran dan Kaesang ikut terseret dalam TPPU dan KKN dengan grup bisnis yang diduga terlibat dalam kasus pembakaran hutan.
Aksi Ubedilah Badrun pun mendapat respons Rocky Gerung. Melalui kanal Youtubenya, pengamat politik itu mengatakan apa yang dilakukan Ubedilah mewakili kegelisahan publik tentang status dari keluarga presiden sebenarnya.
"Apalagi yang melaporkannya adalah seorang doktor di bidang sosiologi, sehingga dia dinilai sangat paham tentang etika publik. Kalau yang melaporkan itu adalah LSM, atau kelompok tertentu, itu pasti dianggap dendam atau sinis. Tetapi, Ubed ini doktor," ujar Rocky Gerung dikutip optika.id dari kanal YouTubenya Rocky Gerung Official, Rabu (12/1/2022).
Rocky sendiri sebenarnya bisa menduga konsekuensi yang harus diterima Ubedilah atas tindakannya pada Gibran dan Kaesang ke KPK. Di antaranya adalah pemecatan dari statusnya saat ini.
"Mungkin dia dipecat, tapi dia akan buka kotak pandora kalau negeri ini disiksa oligarkis, dan masuk ke dalam ranah nepotisme. Dia paham ini adalah tugasnya yang enggan diambil oleh pihak lain dan harus diterima dengan konsekuensi berat," kata Rocky.
Sikap Ubed sendiri, bagi Rocky, seolah menjawab rasa penasaran publik yang bertanya-tanya tentang akumulasi harta dua anak Presiden RI. Apalagi skala bisnis dua anak Presiden Jokowi belakangan sangat mencengangkan.
"Yang dulunya cuma kuliner, lalu mulai main saham, terus banyak akuisisi, sampai jadi pemain utama di pasar modal. Tentu ini menimbulkan kecurigaan banyak orang. Dan Ubed telah melakukan kritik metodologis, dia benar dengan cara melaporkan ke KPK," katanya.
Seharusnya, sikap banyak dosen bisa meniru apa yang dilakukan Ubedilah Badrun dalam banyak hal. Bukan mencari aman dan tak mau ambil risiko dengan menutup kebenaran.
"Ubed itu teman saya, dia terlibat dalam peristiwa politik, dulu dia Ketua BEM di UNJ. Dia pasti memandang kenapa reformasi kian memburuk, itu karena permainan nepotisme, di mana anak Presiden masuk ke dalam lingkaran itu. Padahal reformasi itu janjinya hilangkan nepotisme," katanya.
Dengan segala penuh kebanggaan, Rocky pun mengapresiasi keberanian Ubedilah Badrun atas laporan dua anak presiden Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke KPK.
"Siap-siap kita dipimpin oleh Ubed untuk membersihkan negeri ini, karena akan dia bersihkan dengan intelektual," ungkap Rocky Gerung.
Diketahui, Ubedilah menjelaskan, laporan ini berawal pada 2015, saat itu kata dia ada perusahaan besar berinisial PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Kendati begitu, kata pria kelahiran Indramayu ini, dalam perkembangannya, yakni di Februari 2019, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan Rp 78 miliar, saat itu kedua putra Jokowi diduga memiliki perusahaan dan bergabung dengan PT SM. Menurut pria berusia 49 tahun ini, perusahaan berinisial PT SM itu jadi tersangka pembakaran hutan.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," terang Ubedilah.
Selain menjadi dosen, Ubedilah Badrun juga kerap memberikan pandangannya perihal sosial politik di sejumlah media.
Menilik akun instagramnya (ubedilahbadrun.official), Ubedilah kerap memberikan pandangan kritis atas pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pada momen dua tahun Jokowi-Maruf pada Oktober 2021 lalu misalnya, Ubed memberi rapor merah pada pemerintahan Jokowi-Maruf.
Ada tiga indikator yang dijadikan ukuran rapor merah tersebut yaitu indikator ekonomi, indikator demokrasi, dan indikator korupsi.
Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
Ubed juga Aktivis 1998
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Semasa kuliah, Ubed pernah terpilih sebagai mahasiswa berprestasi utama (I) IKIP Jakarta tahun 1995 dan memperoleh penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Pada tahun yang sama, dia terpilih sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa IKIP Jakarta (kini UNJ).
Tahun 1995-1996, dia aktif membidani lahirnya FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta) hingga terpilih sebagai Presidium FKSMJ tahun 1996, sebuah organisasi yang menjadi salah satu motor penting gerakan mahasiswa 1998.
Selain itu, dia aktif juga di Lembaga Dakwah Kampus sejak 1993. Tahun 1995 pernah diciduk mabes POLRI saat menjadi pimpinan simpul gerakan demonstrasi menuntut Harmoko diadili dan Golkar dibubarkan di depan gedung Kejaksaan Agung.
Pada 26 Desember 1997, ia memimpin demonstrasi menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden RI.
Pada 6 Maret 1998, ia pernah mengingatkan B.J.Habibie melalui tabloid Xpose bahwa jika Habibie mau menjadi Wakil Presiden maka ia akan menjadi tumbal karena Soeharto akan jatuh sebagai Presiden, dan pada gilirannya Habibie yang akan menggantikan Soeharto juga akan jatuh karena kondisi bangsa yang rusaknya terlalu sistemik
Di organisasi mahasiswa ekstra kampus, pernah aktif di HMI MPO sebagai Ketua Umum HMI MPO Cabang Jakarta tahun 1997-1998 dan Ketua Umum HMI MPO badan koordinasi (Badko) Jawa bagian barat tahun 1998-1999.
Sehari sebelum pendudukan gedung DPR/MPR, ia memimpin rapat strategi gerakan reformasi (Ubedilah menyebutnya gerakan reformasi total untuk menggantikan istilah revolusi) bersama para aktivis FKSMJ dan FKMIJ hingga keputusan pendudukan gedung DPR/MPR itu final.
Kemudian, bersama kelompok gerakan mahasiswa lainnya (FKSMJ dan FORKOT), di pagi buta pada tanggal 18 Mei 1998 ia memimpin ratusan massa HMI MPO demontrasi menduduki gedung DPR/MPR hingga jatuhnya Soeharto pada 21 Mei 1998.
Baca Juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!
Pada tahun 1999 masih aktif memimpin demonstrasi menolak Pemilu 1999, melakukan aksi bubarkan Golkar, dan mengusung dibentuknya Dewan Presidium Nasional (DPN). sebuah lembaga transisional yang bertugas memimpin pemerintahan transisi, mengadili Soeharto beserta kroninya, dan mengadakan pemilu untuk memilih pemerintahan definitif.
Gagasan yang muncul pasca jatuhnya Soeharto ini telah memiliki kemenangan moral bahwa mengubah Indonesia memang harus total tidak setengah-setengah, namun gagasan ini kini tertelan waktu seiring terjadinya perubahan politik hasil Pemilu 2004.
Pernah Tinggal di Jepang
Ubed pernah mengajar di Labschool Jakarta (1997-2002) dan pernah menjadi vice principal di Tokyo Indonesian School (SRIT) sambil mendalami budaya dan politik Jepang hingga akhir tahun 2006.
Sepulang dari Jepang, ia kini mengajar di Universitas Negeri Jakarta untuk mata kuliah Sosiologi Politik pada jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial (FIS).
Beberapa karya tulisnya telah dipublikasikan di sejumlah media massa baik lokal maupun nasional.
Suami dari Hartini Nara dan ayah dardari Qurrota Ayun Nisa (almarhumah), Sana Shabira Turfa, dan Hanna Aisha Adibah ini juga hobi menulis puisi, cerpen, dan berencana meerbitkan sebuah novel.
Reporter: Amrizal
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi