Tradisi Sinongkelan Trenggalek, Warisan Budaya Tak Benda Terbaru Kemendikbudristek

author Jenik Mauliddina

- Pewarta

Jumat, 21 Jan 2022 20:30 WIB

Tradisi Sinongkelan Trenggalek, Warisan Budaya Tak Benda Terbaru Kemendikbudristek

i

Dok: Pribadi/Anugrah Octarianti

Optika.id - Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan tradisi adat Sinongkelan asal Desa Prambon, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur sebagai warisan budaya tak benda.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Trenggalek Sunyoto, mengatakan proses penetapan tersebut membutuhkan proses memakan waktu selama satu tahun. Barulah pada 7 Desember 2021 penetapan warisan budaya tak benda itu dikeluarkan Mendikbud Nadiem Makarim. 

Baca Juga: Merdeka Mengajar Bakal Diberhentikan Anies, Ada Masalah Apa?

"Alhamdulillah, Ini suatu kebanggaan tersendiri bagi Trenggalek khususnya Desa Prambon," kata Sunyoto, Jumat (21/1/2022).

Tradisi Sinongkelan merupakan budaya adat yang rutin digelar masyarakat Desa Prambon, Kecamatan Tugu secara turun temurun. Tradisi tersebut digelar bersamaan kegiatan bersih desa pada Jumat Legi, bulan Sela dalam penanggalan Jawa.

"Sinongekalan ini merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kemakmuran dan keberkahan yang diberikan. Masyarakat juga berharap pada tahun berikutnya diberikan keberkahan oleh Tuhan dan dijauhkan dari marabahaya," ujar Sunyoto.

Menurutnya sebelum mendapat penetapan, pihaknya terlebih dahulu mengajukan ke Kemendikbud disertai dengan kajian akademis serta sejumlah bukti-bukti lainnya. Tahapan tersebut tidaklah mudah. Sebab pihak kementerian juga harus melakukan tinjauan lapangan terhadap budaya yang diajukan.

"Pengajuan seperti ini kami harus menyertakan kajian akademis. Di sini kami kerjasama dengan Mbak Anugrah Octarianti dari Kampak, Dia yang sebelumnya meneliti secara akademis melalui skripsi dan tesis," imbuhnya.

Tradisi Sinongekalan juga sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Kanjeng Sinongkel, yang dipercaya sebagai tokoh pemimpin Desa Prambon. Kanjeng Sinongkel adalah anak Raja Brawijaya yang memilih lari pada awal penyebaran Agama Islam pada tahun 1157, untuk mempertahankan agama lamanya.

Rangkaian upacara adat Sinongkelan digelar dua hari berturut-turut. Diawali dengan nyadran, yakni pembersihan makam leluhur, tabur bunga dan puncaknya adalah kenduri bersama.

Baca Juga: Kemendikbud Buka Rekrutmen Penerjemah Semua Lulusan Bisa Daftar

Tradisi ini dimulai sejak dini hari, berbagai kenduri serta aneka sesaji disiapkan oleh wanita desa yang telah lanjut usia atau menopause.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sedangkan malam harinya digelar pertunjukan Sinongkelan. Upacara ini dilakukan di halaman luas dengan beralaskan tikar. Para peserta duduk bersila dan hanya akan berdiri pada gerakan tertentu.

Pertunjukan Sinongkelan diperagakan oleh 15 sampai 20 orang sesepuh desa. Terdapat tiga tokoh utama yang diperankan, di antaranya Kanjeng Sinongkel, Patih Jaksa Negara dan Gandek atau pengawas. Sedangkan pemeran yang lain merupakan representasi dari wayang atau masyarakat.

"Pertunjukan itu berupa tari-tarian yang menceritakan perjuangan Kanjeng Sinongkel dalam mensejahterakan masyarakat Desa Prambon," jelas Sunyoto.

Baca Juga: Tantangan yang Besar yang Akan Dihadapi Guru di Masa Depan

Menurutnya, dengan ditetapkan ritual Sinongkelan sebagai warisan budaya tak benda, maka tradisi itu harus tetap dilestarikan. 

Reporter: Jenik Mauliddina

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU